Peringatan Hanus atau Hari Nusantara
tahun 2014 sedikit berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yang lebih
mengedepankan pertahanan dan keamanan serta pembangunan kelautan. Untuk tahun ini, lebih ditekankan pada penggalian
inovasi maritim anak bangsa untuk membangun nusantara. Langkah awal yang diberikan kepada anak
bangsa yaitu bentuk penyadaran untuk bangga dan cinta akan kekayaan potensi maritim
dan pengetahuan tentang nilai strategis negara kepulauan. Kesadaran ini harus terus dibina sebagai
salah satu modal ‘penumbuh’ rasa nasionalisme dan memperkokoh hasil perjuangan
diplomasi wilayah perbatasan perairan negara Indonesia.
Perjuangan diplomasi Bangsa
Indonesia tentang perbatasan laut telah dimulai semenjak tahun 1957 yaitu
tepatnya pada tanggal 13 Desember dengan keluarnya Deklarasi Djuanda. Ia merupakan pernyataan resmi Pemerintah Indonesia
tentang Wilayah Perairan Indonesia melalui Pemerintahan Kabinet Ir. Djuanda
Kartawidjaja dan pernyataan sepihak menentang pemberlakuan Ordonansi Hindia
Belanda yaitu Territoriale Zee Maritiem
Kringen Ordonantie (TZMKO) 1939 yang mengakui batas laut 3 mil di setiap
pulau, sehingga antara satu pulau dengan lainnya dipisahkan oleh alur laut
bebas yang dapat mengancam kemanan wilayah Indonesia, regulasi kelautan
domestik dan pemanfaatan hasil laut.
Oleh karena itu, dengan tegas
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa “semua perairan disekitar, diantara dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang masuk daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah bagian-bagian yang tak terpisahkan dari wilayah yurisdiksi
Republik Indonesia”. Konsep deklarasi
inilah yang kemudian mendasari perjuangan Bangsa Indonesia untuk menjadi regim
Negara Kepulauan (Archipelagic State)
atau kalau dipandang dari konsep kewilayahan maka deklarasi Djuanda ini yang
kemudian menjelma menjadi ‘Wawasan Nusantara’.
Bentuk penghargaan dari perjuangan
diplomasi itu, kemudian ditetapkan tanggal 13 Desember sebagai Hanus yang merupakan
even nasional semenjak pemerintahan Presiden RI Abdurrahman Wahid tahun 1999
dan secara resmi pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah melalui Keppres No.
126 tahun 2001.
Penting
untuk disoroti yang berkaitan dengan Bangsa Maritim yaitu masih sangat
rendahnya kesadaran sebagai bangsa berdaulat yang memiliki kekayaan lautan
dengan adanya kasus-kasus sering terjadi baik diketahui maupun tidak. Seperti : illegal
fishing; pengambilan Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) oleh pihak asing,
privatisasi pulau-pulau kecil dan terluar, pelanggaran lintas Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI) dan penyelundupan manusia dan barang-barang illegal lewat laut.
Pada tahun 2014 ini, pelaksaanaan Hanus
dilaksanakan di Kotabaru Kalimantan Selatan yang salah satu tujuannya yaitu
memberikan pemahaman terhadap pentingnya pembangunan terinterigasi untuk
kepulauan terluar atau terpencil. Pembangunan
pulau terluar dan terpencil harus diperhatikan sebagai Bangsa Indonesia yang menganut
sistem regim kepulauan yang berdaulat atas wilayah daratan, laut dan
pulau-pulaunya. Tentang regim kepulauan,
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum
Laut melalui UU No. 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law of The Sea (UNCLOS). Di dalam penjelasan UNCLOS dinyatakan dengan
tegas bahwa pulau-pulau yang berada di bagian terluar atau terdepan memiliki
peran geostrategis sebagai penentu luas
wilayah perairan negara karena dijadikan titik dasar (base line) pengukuran garis pangkal lurus kepulauan untuk
menetapkan laut territorial 12 mil, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) 200 mil dan
Landasan Kontinental 350 mil. Dengan
demikian pulau-pulau kecil dan terluar Indonesia dapat dijadikan sebagai pagar
eksistensi keutuhan NKRI.
Walaupun demikian, perlu untuk diketahui bahwa keberadaan pulau-pulau kecil dan terluar berdasarkan pemahaman UNCLOS tersebut tidak secara mutlak dapat menentukan batas-batas wilayah perairan tersebut. Karena pulau yang dimaksud yaitu pulau yang terjaga oleh Negara, memiliki sumberdaya pulau yang terkonservasi dan mendukung kehidupan manusia atau kehidupan ekonominya sendiri. Pada UNCLOS Artikel 121 Bagian VIII tentang Regime Of Islands menyebutkan bahwa “Rocks which cannot sustain human habitation or economic life of their own shall have no exclusive economic zone or continental shelf”. Yang diartikan dalam UU No. 17 Tahun 1985 bahwa “pulau atau karang yang tidak dapat mendukung habitat manusia atau kehidupan ekonominya sendiri, tidak mempunyai zona ekonomi ekslusif atau landas kontinen sendiri dan hanya berhak mempunyai laut Teritorial saja”. Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa pulau-pulau kecil dan terluar yang ada di Indonesia harus diperhatikan kondisi sumberdayanya yang meliputi sumberdaya pesisir, laut dan pulaunya, kesejahteraan penduduknya ditingkatkan dan menjaga abrasi atau pengikisan daratan pulau oleh gelombang laut yang dapat melenyapkan pulau untuk menjaga peran geostrategisnya tetap ada sebagai penentu batas-batas wilayah perairan.
Indonesia memiliki 92 pulau-pulau kecil terluar yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden RI No. 78 Tahun 2005. Pulau-pulau kecil terluar tersebut ibarat
pagar yang mengelilingi perairan Indonesia dengan batas-batas perairan yang
berhadapan secara langsung dengan Negara tetangga. Hanya sangat disayangkan bahwa keberadaan
pulau-pulau kecil terluar tersebut belum sepenuhnya tersentuh oleh pembangunan
yang terintegrasi dan terpadu. Tentunya, kita tidak menginginkan hilangnya
batas-batas perairan Negara atau bahkan sampai tindakan pengklaiman kepemilikan
oleh Negara lain hanya akibat tidak adanya upaya perhatian dari pemerintah.
Syarat mutlak yang harus dilakukan yaitu melakukan pemberdayaan dan peningkatan
kesejahteraan penduduk yang mendiami pulau-pulau kecil dan terluar serta
membina rasa nasionalisme (bela negara) yang harus setara dengan
penduduk-penduduk lainnya di mainland
(dataran utama). Selain itu, untuk
setiap pulau kecil dan terluar lainnya yang tidak berpenduduk harus dijadikan
bagian dari zona konservasi untuk menjaga keberlangsungan pemanfaatan
sumberdayanya yang berkelanjutan. Semoga
setiap peringatan Hanus yang kita lakukan setiap tahunnya dapat meningkatkan
pemahaman kepada kita sebagai Bangsa Maritim terbesar di dunia yang berdaulat.