Selasa, 11 Desember 2018

MENANTI LAHIRNYA “MASTERPLAN” REKONSTRUKSI PASIGALA PASCA GEMPA BUMI, TSUNAMI DAN LIQUIFAKSI


Oleh. Dr. Moh. Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si*



Bencana alam gempa bumi, tsunami dan liquifaksi yang melanda Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) telah berlalu kurang lebih 1,5 bulan dan berada pada masa transisi darurat menuju pemulihan selama 60 hari sejak tanggal 27 Oktober 2018 hingga 25 Desember 2018 (sesuai Keputusan Gubernur No. 466/425/BPBD/2018) ini berarti masa tanggap darurat yang telah ditetapkan oleh Pemerintah telah selesai yang juga berarti taksiran kasar kerusakan dan kerugian Pasigala telah didapatkan sebagai bahan pertimbangan untuk tindakan rekonstruksi kota selanjutnya.
Salah satu perihal penting yang harus disiapkan di masa Transisi Darurat, yaitu masterplan yang digunakan sebagai rujukan untuk masa rekonstruksi setelah masa transisi berakhir, dan target perampungan masterplan seyogyanya pada akhir Desember tahun ini.  Masterplan rekonstruksi Pasigala merupakan janji pemerintah yang tercetus di sela rangkaian acara pertemuan tahunan Dana Moneter International-Bank Dunia (IMF-WBG Annual Meetings) pada tanggal 12 Oktober lalu dimana pemerintah pusat yang diwakili oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan pemerintah Jepang yang diwakili oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii dan Presiden Japan International Cooperation Agency (JICA) Shinichi Kitaoka telah sama-sama berkomitmen untuk melakukan percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi Pasigala dan untuk komitmen awal Pemerintah Jepang melalui JICA akan memberikan bantuan technical assistance penyusunan Masterplan (Rencana Induk) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasigala.
Sepekan kemudian, pada tanggal 19 Oktober 2018, pihak Bappenas, JICA dan Pemda Sulawesi Tengah, Pemkab Donggala dan Sigi serta Pemkot Palu menindaklanjuti komitmen tersebut dengan mengadakan pertemuan di Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah dengan agenda kesepakatan dan kesepahaman pembuatan masterplan untuk segera diselesaikan paling lambat 2 bulan dan diikuti dengan pembuatan Rencana Aksi oleh kabupaten/kota terdampak bencana.  Komitmen ini lebih diseriusi oleh pemerintah pusat dengan diadakannya lagi Rapat Internal Terbatas yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden RI Yusuf Kalla dengan beberapa menteri terkait, Gubernur Sulteng, Ketua DPRD Sulteng dan Walikota Palu bertempat di Istana Wakil Presiden tanggal 5 November 2018 dan selanjutnya dilanjutkan dengan kunjungan Wakil Presiden ke Palu tanggal 11 November untuk membahas kelanjutan penyelesaian Masterplan dan upaya rekrontruksi Pasigala.
Masterplan diharapkan dapat selesai tepat waktu sesuai dengan keinginan masyarakat, tetapi tentunya kualitas masterplan yang tepat sasaran untuk dijadikan arah pembangunan Pasigala kedepannya adalah jauh lebih penting.  Olehnya sebelum masterplan dirampungkan mungkin ada beberapa masukan yang dapat menjadi pertimbangan sebagai penguatan eksistensi masterplan tersebut.  Yaitu: pertama hendaknyaprogram-program yang termuat dalam Masterplan merupakan hasil dari computational thinking atau sebagai langkah-langkah solusi mengatasi permasalahan sehingga harus bersifat operasional dan bukan hanya sekedar identifikasi program.  Misalnya pada program pembuatan peta zona berbahaya (merah) dan zona aman harus diikuti dengan langkah-langkah yang sifatnya operasional atau tindakan yang harus dilakukan pada kawasan pemukiman penduduk apabila masuk dalam zona merah.  Apakah seluruh penduduk akan dievakuasi? Tentunya ini akan memberikan konsekuensi yang besar atau hanya dilakukan pembatasan pembangunan dengan memperketat keluarnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB).  Beberapa program prioritas yang diperlukan oleh Pasigala selain penentuan zona merah dan zona aman seperti pembangunan hunian tetap (huntap) sebagai lokasi evakuasi penduduk yang kehilangan tanah dan rumahnya, pembangunan fasilitas pemerintah terutama yang hancur akibat bencana dan program mitigasi bencana seperti peningkatan kapasitas dan kemampuan kesiapsiagaan masyarakat dan penguatan rantai peringatan dini terhadap gempa dan tsunami.  Masterplan ini akan menjadi acuan pembuatan Rencana Aksi atau penyusunan kegiatan yang lebih detail untuk pembangunan rekonstruksi dan upaya mitigasi bencana ke depannya.
Kedua, pembuatan masterplan harus bersifat teknokratik melalui metode berpikir dan kerangka ilmiah yang memperhatikan hasil-hasil penelitian yang lebih rinci terutama untuk lokasi-lokasi rawan gempa, tsunami dan liquifaksi baik yang diperoleh secara empiris maupun yang didasari pada validasi dan analisis data.  Jika hal ini dilakukan, maka masterplan secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.  Ketiga, masterplan yang ada harus di back up oleh payung hukum yang tepat.  Payung hukum yang dimaksud adalah bersifat mengikat dan sangat baik apabila dikeluarkan pada level pemerintah baik dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan presiden. Hal ini dikarenakan pelaksanaan program dan kegiatan pada masterplan juga merupakan dukungan dari kementerian dan lembaga.  Kementerian dan lembaga terkait memiliki dasar dalam melaksanakan program-program dan kegiatan-kegiatan yang tertuang pada masterplan baik dari sisi penganggaran maupun kesungguhan pencapaian sasaran yang diinginkan dari program dan kegiatan yang telah dicanangkan. Keempat, penyusunan masterplan karena bersifat darurat maka penyusunannya diharapkan tidak terlalu lama, minimal pada pertengahan November ini telah dihasilkan draf sebagai gambaran bentuk jadi masterplan, olehnya untuk menghindari sifat masterplan yang sangat top down karena dibuat oleh Bappenas dan kementerian terkait yang diasistensi oleh JICA, maka sangat perlu draf masterplan disosialisasikan dalam bentuk konsultasi publik.
Konsultasi publik dari penyusunan masterplan adalah melibatkan masyarakat dengan cara menampung aspirasi berupa kebutuhan dan secara transparansi mengetahui proses pengambilan keputusan serta merumuskan kebijakan yang terkait dengan mereka oleh pihak pengambil keputusan yaitu pemerintah.  Peristiwa bencana yang menimpa Pasigala adalah kondisi yang sangat luar biasa oleh karena itu masyarakat Pasigala  berhak untuk dimintai pendapatnya, memperoleh penjelasan, mengajukan usulan dan mengoreksi secara terus menerus setiap keputusan dan kebijakan yang tertuang dalam masterplan bahkan pada hal-hal yang sangat krusial seperti penentuan relokasi pemukiman untuk menghindari zona merah, masyarakat bisa ikut dalam pengambilan keputusan.  Selanjutnya kelima, biaya rekonstruksi Pasigala diperkirakan mencapai lebih dari 15 trilyun atau lebih besar dari bencana gempa Lombok yang 12,5 trilyun.  Biaya sebesar itu diperlukan untuk pembangunan fisik atau biaya rekonstruksi tetapi harus diingat bahwa penanganan masyarakat Pasigala harus kompherensif dengan tidak mementingkan pembangunan fisik fasilitas umum yang hancur saja tetapi juga pembangunan yang bersifat mitigasi bencana atau yang mempermudah masyarakat untuk menjadi tanggap dan lebih peka terhadap bencana-bencana yang diprediksi akan terjadi.
Hal yang paling penting yang juga harus masuk dalam Masterplan Pasigala adalah pembangunan infastruktur penyedia sumberdaya air.  Seperti Irigasi Gumbasa yang merupakan sumber utama air bagi kawasan pertanian hancur oleh gempa 7,4 skala Richter, sehingga perlu pembangunan irigasi gumbasa beserta saluran sekunder menjadi prioritas dalam masterplan untuk tujuan agar kebutuhan air untuk area persawahan terpenuhi kembali.  Disamping itu, daerah-daerah yang masuk dalam kawasan yang diairi oleh daerah Gumbasa juga mengalami dampak gempa yang cukup hebat, sehingga diperlukan penanganan dan pengolahan lahan pertanian kembali untuk bisa ditanami.  Permasalahan yang muncul yaitu perbaikan irigasi Gumbasa tidak bisa berlangsung singkat tetapi diperkirakan bisa mencapai 2 tahun untuk bisa normal kembali.  Di dalam masterplan pun, perlu dimunculkan program-program yang bersifat antisipatif terhadap pembangunan infrastruktur yang memakan waktu yang lama dalam rekonstruksinya.
Pada saat ini, Inisiatif masyarakat dan petani untuk pengarian lahan sawah yaitu mengandalkan sistem pompanisasi tetapi apakah ini mampu untuk mengairi area persawahan yang begitu luas atau berapa unit pompa yang harus disiapkan segera.  Daerah-daerah terdampak gempa seperti Kawasan Biromaru diketahui sebagai sentra pengembangan palawija dan komoditas hortikultura, desa Jono Oge dan Sidera diketahui juga sebagai penghasil hortikultura dan petani pada kawasan-kawasan tersebut sangat tergantung pada Irigasi Gumbasa untuk penanaman kembali komoditas padi, jagung, kedelai, ubi dan tanaman hortikultura lainnya seperti bawang merah, cabai, terong, kacang panjang dan sayur mayur.  Sebelumnya Kawasan Biromaru dan sekitarnya sebagai pemasok palawija dan komoditas hortikultura yang bukan saja untuk daerah Sulawesi Tengah tetapi juga daerah lainnya seperti Kalimantan, Manado, Gorontalo bahkan sampai Pulau Jawa.  Karena kondisi sistem pengairan yang rusak maka di dalam Masterplan harus mencantumkan program-program yang bersifat pada ketahanan pangan yang diikuti dengan mambangun komitmen dengan provinsi tetangga yang akan bertindak sebagai penyanggah pangan Pasigala terdampak bencana.
Mengenai ketahanan pangan ada inisitatif dari Pihak FAO yang dimediasi oleh Bappenas untuk menghidupkan kembali Food Security and Livelihood – FSLSC sub cluster atau ketahanan pangan dan mata pencaharian tingkat Sulawesi Tengah.  Sub cluster ini berada dibawah struktur klaster nasional yang dikoordinasikan oleh Bappenas dan bekerja sama erat dengan institusi pemerintah lainnya, khususnya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kementerian teknis yang terkait dengan ketahanan pangan dan mata pencaharian seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Sosial dan Kementerian Ketenagakerjaan serta organisasi lain yang bekerja di bidang Ketahanan Pangan dan mata pencaharian.  Sangat diharapkan bahwa penanganan oleh berbagai pihak baik dalam dan luar daerah dapat berkolaborasi dengan baik bahkan jika bisa semua penanganan dan rehabilitasi pasca gempa Pasigala dapat terintegrasi pada satu Masterplan yang merupakan rujukan pembangunan Sulawesi Tengah kedepannya dan akhirnya dengan semboyan #sultengbangkit #palukuat memberikan semangat baru untuk membangun daerah yang kita cintai bersama ini.
*Kepala Sub Bidang Perencanaan Ekonomi II BAPPEDA Prov. Sulteng

KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN

Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...