Rabu, 14 Juni 2017

KONSEKUENSI INTEGRASI PEMBIAYAAN DALAM SISTEM PERENCANAAN BISAKAH SKEMA KPBU DI SULAWESI TENGAH?

Oleh. Dr. Moh. Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si*

Presiden Jokowi melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas mengeluarkan kebijakan dengan pola atau skema baru khususnya mekanisme pembiayaan yang akan digunakan untuk mendanai proyek-proyek strategis dan prioritas pusat yang berlokasi di daerah.  Skema baru ini, akan mulai diterapkan meluas di seluruh Indonesia pada tahun 2018, yang sebenarnya pola pembiayaan tersebut sudah dilaksanakan untuk beberapa proyek pada tahun-tahun sebelumnya tetapi baru pada tahun 2016 pemerintah serius melaksanakannya dengan mengeluarkan Perpres No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) Dalam Penyediaan Infrastruktur.  Pemerintah menganggap bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai dan berkesinambungan merupakan kebutuhan mendesak untuk masa mendatang dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional, menyejahterakan masyarakat dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global.
Pemerintah menyadari bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membiayai infrastruktur tidak sedikit dan tidak bisa dibebankan pada APBN apalagi APBD, sehingga perlu dicarikan solusi dimana salah satunya adalah dengan skema integrasi pembiayaan.  Pada Perpres tersebut, infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan skema integrasi pembiayaan adalah infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial.  Saat ini, salah satu infrastruktur sosial yang dikembangkan yaitu penyediaan infrastruktur lembaga pemasyarakatan (Lapas).  Pengembangan Lapas tidak saja bergantung pada pembiayaan APBN tetapi juga dibutuhkan keterlibatan Badan Usaha.  Keterbatasan anggaran mendorong pemerintah untuk menggandeng swasta dalam membangun Lapas dengan pola skema KPBU.
Sebagai pilot project pemerintah telah menetapkan Lapas Nusakambangan sebagai Lapas industri pertanian dan Lapas industri manufaktur.  Hanya saja, pemerintah belum menetapkan badan usaha yang akan membangun Lapas Industri Nusakambangan.  Studi pendahuluan dan konsultasi publik telah dijalankan.  Penyediaan infastruktur Lapas industri melalui pola KPBU di Indonesia masih memiliki potensi yang sangat besar.  Keinginan pemerintah mengelola Lapas dengan skema KPBU lebih mencontoh keberhasilan KPBU Lembaga Pemasyarakatan di Amerika Serikat.  Pemerintah Amerika Serikat mulai menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha untuk membangun dan mengelola lembaga pemasyarakatan sekitar tahun 1980-an.  Ketika itu, banyak kalangan pesimis.  Namun kini, kisah suskes pembangunan dan pengelolaan lembaga pemasyarakatan justru dominan serta berasal dari banyak Negara bagian. 
Skema integrasi pembiayaan atau kerjasama secara sederhana dapat diuraikan bahwa sumber pembiayaan Lapas berasal dari pihak pemerintah melalui APBN dan pihak swasta.  Kedua pihak memiliki keuntungan dimana pemerintah dapat melaksanakan pembangunan sesuai dengan tujuan Negara dan pihak swasta mendapatkan keuntungan bisnis dari hasil kerjasama.  Jika keuntungan pemerintah jelas karena berorientasi pembangunan (development oriented), bagaimanakah dengan pihak swasta? Darimanakah mereka mendapatkan keuntungan, apalagi swasta bekerja dengan orientasi bisnis (business oriented)? Jawabannya adalah pada hasil pembinaan yang diberikan kepada pada narapidana.  Selain pengembangan infrastruktur lapas, juga dikembangkan unit-unit usaha dibidang pertanian dan manufaktur.  Misalnya, program lapas sebagai sentra industri peternakan dimana pelaku peternak berasal dari narapidana sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) selain mendapatkan keuntungan untuk kepentingan pihak swasta dari hasil peternakan, sentra peternakan dapat dijadikan wahana untuk membina sekaligus tempat untuk mencari nafkah WBP.  Dengan bekerja di Lapas industri peternakan, WBP diharapkan masih dapat bermanfaat bagi keluarga maupun bagi bangsa dan negaranya meski terbatas kebebasannya.  Skema ini juga sejalan dengan salah satu prinsip pemasyarakatan bahwa dalam memberikan pekerjaan kepada WBP, tidak boleh diberikan pekerjaan yang bersifat mengisi waktu luang atau hanya untuk memenuhi kebutuhan kepentingan Negara saja.  Pekerjaan yang diberikan kepada warga binaan harus dapat menunjang usaha peningkatan produksi bagi WBP, sehingga meski kebebasannya terbatas, WBP masih dapat bermanfaat bagi diri dan keluarganya dan dari insentif yang dihasilkan saat bekerja di Lapas.  Demikian juga untuk industri manufaktur, dimana lapas dapat dikembangkan menjadi industri kerajinan, misalnya usaha kerajinan rotan dan bambu yang dilakukan oleh WBP dimana keuntungan usaha dan hasil pemasaran produk dapat dikembalikan kepada pihak swasta.
Selain pembangunan dan pengembangan Lapas, skema integrasi pembiayaan KPBU dapat juga dilakukan pada obyek pembangunan lainnya seperti, pembangunan jalan tol, fly over, rumah sakit, perguruan tinggi dan pembangunan sarana vital lainnya seperti bandara dan pelabuhan.  Untuk pembangunan rumah sakit, saat ini sedang di jejaki untuk pembangunan rumah sakit Pirngadi Medan Sumatera Utara.  Tingginya angka kunjungan ke Rumah Sakit Pirngadi, membuat Pemerintah Kota Medan berupaya untuk merevitalisasi fasilitas dan sistem pelayanan kesehatan andalan Kota Medan.  Dari hasil kajian Prastudi Kelayakan, RS Pirngadi berpotensi dibangun dengan skema KPBU.  Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang pembayaran availability payment (AP) di daerah membantu pemkot Medan melakukan negosisasi dengan DPRD untuk melanjutkan proses pelaksanaan pembangunannya.  Demikian juga, pembiayaan untuk infrastruktur Perguruan Tinggi yang masih minim akan sarana dan prasarana memadai untuk menunjang proses pembelajaran berkualitas.

KPBU di Sulawesi Tengah
Bagaimanakah dengan daerah Sulawesi Tengah terutama untuk pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN), bisakah dilaksanakan dengan integrasi pembiayaan KPBU? Dalam Lampiran Perpres RI No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN terdapat 4 proyek pembangunan PSN di Sulawesi Tengah yaitu: Jalan Palu-Parigi, Bandara Mutira Sis Al-Jufrie, Pengembangan Pelabuhan Palu (Pantoloan, Teluk Palu), Pengembangan Kapasitas Pelabuhan Parigi.  Pengembangan proyek-proyek strategis nasional tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan badan usaha. Jawabannya jelas bahwa Pemerintah Sulawesi Tengahpun dapat melaksanakan percepatan penyelesaian PSN dengan skema KPBU yang tentunya dimediasi oleh pemerintah. 
Apalagi penguatan percepatan penyelesaian PSN di Sulawesi Tengah telah dibicarakan dalam Rapat Terbatas Presiden RI pada Bulan Maret 2017 lalu dimana dalam pembahasan Ratas disebutkan bahwa Sulawesi Tengah memiliki potensi pembangunan dengan Skema KPBU yang didukung dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah 2016 sebesar 9,98%, Sulawesi Tengah memiliki core business yaitu sektor pertambangan nikel yang tumbuh pesat, potensi sektor perkebunan seperti kakao, kopi, kelapa dan cengkeh, potensi sektor kehutanan seperti rotan, eboni dan meranti diharapkan dapat menjadi pemicu pengembalian modal ke pihak bisnis usaha apabila dikelola secara bersama dengan Pemerintah Daerah. Langkah yang paling penting adalah promosi, kepastian investasi dan hukum kepada dunia bisnis usaha bahwa proyek strategis yang dibangun dapat memberikan keuntungan bersama.  Semoga skema integrasi ini dapat berhasil mendorong pembangunan Indonesia khusunya di Sulawesi Tengah untuk menjadi daerah yang maju, mandiri dan berdaya saing.

*Penulis adalah Kepala Subbid Perencanaan Ekonomi II Bappeda Prov. Sulawesi Tengah

KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN

Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...