Oleh. Dr. Moh. Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si*
Presiden
Jokowi melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan/Bappenas mengeluarkan
kebijakan dengan pola atau skema baru khususnya mekanisme pembiayaan yang akan
digunakan untuk mendanai proyek-proyek strategis dan prioritas pusat yang
berlokasi di daerah. Skema baru ini,
akan mulai diterapkan meluas di seluruh Indonesia pada tahun 2018, yang sebenarnya
pola pembiayaan tersebut sudah dilaksanakan untuk beberapa proyek pada
tahun-tahun sebelumnya tetapi baru pada tahun 2016 pemerintah serius
melaksanakannya dengan mengeluarkan Perpres No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan Usaha (KPBU) Dalam Penyediaan Infrastruktur. Pemerintah menganggap bahwa ketersediaan
infrastruktur yang memadai dan berkesinambungan merupakan kebutuhan mendesak
untuk masa mendatang dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional,
menyejahterakan masyarakat dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam
persaingan global.
Pemerintah
menyadari bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membiayai infrastruktur tidak
sedikit dan tidak bisa dibebankan pada APBN apalagi APBD, sehingga perlu
dicarikan solusi dimana salah satunya adalah dengan skema integrasi
pembiayaan. Pada Perpres tersebut,
infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan skema integrasi pembiayaan
adalah infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. Saat ini, salah satu infrastruktur sosial yang
dikembangkan yaitu penyediaan infrastruktur lembaga pemasyarakatan
(Lapas). Pengembangan Lapas tidak saja
bergantung pada pembiayaan APBN tetapi juga dibutuhkan keterlibatan Badan
Usaha. Keterbatasan anggaran mendorong
pemerintah untuk menggandeng swasta dalam membangun Lapas dengan pola skema
KPBU.
Sebagai
pilot project pemerintah telah
menetapkan Lapas Nusakambangan sebagai Lapas industri pertanian dan Lapas industri manufaktur.
Hanya saja, pemerintah belum menetapkan badan usaha yang akan membangun
Lapas Industri Nusakambangan. Studi
pendahuluan dan konsultasi publik telah dijalankan. Penyediaan infastruktur Lapas industri
melalui pola KPBU di Indonesia masih memiliki potensi yang sangat besar. Keinginan pemerintah mengelola Lapas dengan
skema KPBU lebih mencontoh keberhasilan KPBU Lembaga Pemasyarakatan di Amerika
Serikat. Pemerintah Amerika Serikat
mulai menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha untuk membangun
dan mengelola lembaga pemasyarakatan sekitar tahun 1980-an. Ketika itu, banyak kalangan pesimis. Namun kini, kisah suskes pembangunan dan
pengelolaan lembaga pemasyarakatan justru dominan serta berasal dari banyak
Negara bagian.
Skema
integrasi pembiayaan atau kerjasama secara sederhana dapat diuraikan bahwa
sumber pembiayaan Lapas berasal dari pihak pemerintah melalui APBN dan pihak
swasta. Kedua pihak memiliki keuntungan
dimana pemerintah dapat melaksanakan pembangunan sesuai dengan tujuan Negara
dan pihak swasta mendapatkan keuntungan bisnis dari hasil kerjasama. Jika keuntungan pemerintah jelas karena
berorientasi pembangunan (development
oriented), bagaimanakah dengan pihak swasta? Darimanakah mereka mendapatkan
keuntungan, apalagi swasta bekerja dengan orientasi bisnis (business oriented)? Jawabannya adalah pada hasil pembinaan yang
diberikan kepada pada narapidana. Selain
pengembangan infrastruktur lapas, juga dikembangkan unit-unit usaha dibidang
pertanian dan manufaktur. Misalnya, program
lapas sebagai sentra industri peternakan dimana pelaku peternak berasal dari
narapidana sebagai Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) selain mendapatkan
keuntungan untuk kepentingan pihak swasta dari hasil peternakan, sentra
peternakan dapat dijadikan wahana untuk membina sekaligus tempat untuk mencari
nafkah WBP. Dengan bekerja di Lapas
industri peternakan, WBP diharapkan masih dapat bermanfaat bagi keluarga maupun
bagi bangsa dan negaranya meski terbatas kebebasannya. Skema ini juga sejalan dengan salah satu
prinsip pemasyarakatan bahwa dalam memberikan pekerjaan kepada WBP, tidak boleh
diberikan pekerjaan yang bersifat mengisi waktu luang atau hanya untuk memenuhi
kebutuhan kepentingan Negara saja.
Pekerjaan yang diberikan kepada warga binaan harus dapat menunjang usaha
peningkatan produksi bagi WBP, sehingga meski kebebasannya terbatas, WBP masih
dapat bermanfaat bagi diri dan keluarganya dan dari insentif yang dihasilkan
saat bekerja di Lapas. Demikian juga
untuk industri manufaktur, dimana lapas dapat dikembangkan menjadi industri
kerajinan, misalnya usaha kerajinan rotan dan bambu yang dilakukan oleh WBP
dimana keuntungan usaha dan hasil pemasaran produk dapat dikembalikan kepada
pihak swasta.
Selain
pembangunan dan pengembangan Lapas, skema integrasi pembiayaan KPBU dapat juga
dilakukan pada obyek pembangunan lainnya seperti, pembangunan jalan tol, fly over, rumah sakit, perguruan tinggi
dan pembangunan sarana vital lainnya seperti bandara dan pelabuhan. Untuk pembangunan rumah sakit, saat ini
sedang di jejaki untuk pembangunan rumah sakit Pirngadi Medan Sumatera
Utara. Tingginya angka kunjungan ke
Rumah Sakit Pirngadi, membuat Pemerintah Kota Medan berupaya untuk
merevitalisasi fasilitas dan sistem pelayanan kesehatan andalan Kota Medan. Dari hasil kajian Prastudi Kelayakan, RS
Pirngadi berpotensi dibangun dengan skema KPBU.
Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
tentang pembayaran availability payment
(AP) di daerah membantu pemkot Medan melakukan negosisasi dengan DPRD untuk
melanjutkan proses pelaksanaan pembangunannya.
Demikian juga, pembiayaan untuk infrastruktur Perguruan Tinggi yang
masih minim akan sarana dan prasarana memadai untuk menunjang proses
pembelajaran berkualitas.
KPBU di Sulawesi
Tengah
Bagaimanakah
dengan daerah Sulawesi Tengah terutama untuk pembangunan Proyek Strategis
Nasional (PSN), bisakah dilaksanakan dengan integrasi pembiayaan KPBU? Dalam Lampiran
Perpres RI No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN terdapat 4
proyek pembangunan PSN di Sulawesi Tengah yaitu: Jalan Palu-Parigi, Bandara
Mutira Sis Al-Jufrie, Pengembangan Pelabuhan Palu (Pantoloan, Teluk Palu),
Pengembangan Kapasitas Pelabuhan Parigi.
Pengembangan proyek-proyek strategis nasional tersebut dapat dilakukan
oleh pemerintah, pemerintah daerah dan badan usaha. Jawabannya jelas bahwa
Pemerintah Sulawesi Tengahpun dapat melaksanakan percepatan penyelesaian PSN
dengan skema KPBU yang tentunya dimediasi oleh pemerintah.
Apalagi
penguatan percepatan penyelesaian PSN di Sulawesi Tengah telah dibicarakan
dalam Rapat Terbatas Presiden RI pada Bulan Maret 2017 lalu dimana dalam
pembahasan Ratas disebutkan bahwa Sulawesi Tengah memiliki potensi pembangunan
dengan Skema KPBU yang didukung dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah 2016
sebesar 9,98%, Sulawesi Tengah memiliki core
business yaitu sektor pertambangan nikel yang tumbuh pesat, potensi sektor
perkebunan seperti kakao, kopi, kelapa dan cengkeh, potensi sektor kehutanan
seperti rotan, eboni dan meranti diharapkan dapat menjadi pemicu pengembalian
modal ke pihak bisnis usaha apabila dikelola secara bersama dengan Pemerintah
Daerah. Langkah yang paling penting adalah promosi, kepastian investasi dan
hukum kepada dunia bisnis usaha bahwa proyek strategis yang dibangun dapat
memberikan keuntungan bersama. Semoga
skema integrasi ini dapat berhasil mendorong pembangunan Indonesia khusunya di
Sulawesi Tengah untuk menjadi daerah yang maju, mandiri dan berdaya saing.
*Penulis adalah Kepala
Subbid Perencanaan Ekonomi II Bappeda Prov. Sulawesi Tengah