Rabu, 12 Maret 2008

PERAIRAN SULAWESI TENGAH : TELUK TOMINI, TELUK TOLO DAN SELAT MAKASSAR (ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN)


Sulawesi Tengah adalah satu-satunya provinsi di Kepulauan Sulawesi yang memiliki 3 perairan sekaligus dan hal ini tidak dimiliki oleh provinsi-provinsi lainnya di Kepulauan Sulawesi, perairan-perairan itu terdiri atas Teluk Tomini, Teluk Tolo dan Selat Makassar/Laut Sulawesi. Jika dipandang dari keberadaan 3 wilayah perairan tersebut maka seharusnya Provinsi Sulawesi Tengah adalah termasuk daerah yang mengandalkan sumberdaya hasil perikanan sebagai aset pendapatan daerah.

Dari ketiga perairan tersebut luas total perairan Sulawesi Tengah yaitu 193.923,75 km2 atau sekitar 11 kali dari luas perairan provinsi tetangga Gorontalo yang hanya sekitar 10.500 km2. Panjang garis pantai Sulawesi Tengah sekitar 4.013 km dengan jumlah pulau sebanyak 1.142 buah (Bappeda Sulteng, 2010).
Dari data yang diperoleh bahwa potensi lestari hasil perikanan perairan Sulawesi Tengah baru dimanfaatkan mencapai 54,88% atau sebanyak 45,12% belum dimanfaatkan. Potensi perikanan tersebut meliputi berbagai jenis ikan laut ekonomis seperti ikan pelagis besar (tuna, cakalang dan tongkol), ikan pelagis kecil (layang, selar, teri, tembang dan kembung) dan non ikan seperti udang windu, rajungan, jenis udang lain, tiram, cumi-cumi, sotong dan teripang.
Penyebaran potensi perikanan untuk ketiga perairan adalah Teluk Tomini memiliki ikan tuna, cakalang, teripang, udang, tongkol, kerang mutiara, rumput laut dan cumi-cumi, Teluk Tolo memiliki ikan tuna, cakalang, tongkol, trace fish, udang laut, kerang mutiara dan merupakan daerah pengembangan budidaya rumput laut serta Selat Makassar memiliki ikan tuna, cakalang, tongkol, trace fish dan daerah pengembangan budidaya rumput laut.
Jika dipandang dari penyebaran kabupaten/kota se-Sulawesi Tengah, maka setiap kabupaten/kota memiliki kewenangan penuh untuk mengelola perairannya masing-masing. Atas dasar pengelolaan perairan Sulawesi Tengah, dibagi dalam 3 zona yaitu :
a. Zona I terdiri atas Selat Makassar/Laut Sulawesi (Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Toli-Toli dan Kabupaten Buol.
b. Zona II terdiri atas Teluk Tomini (Kabupaten Parigimoutong, Kabupaten Poso, Kabupaten Tojouna-una dan Kabupaten Banggai.
c. Zona III terdiri atas Teluk Tolo (Kabupaten Morowali, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan.
Pembagian zona-zona tersebut bertujuan untuk menciptakan interaksi dan sinergi antar wilayah dalam melakukan pengembangan perikanan secara menyeluruh dengan menerapkan asas Code of Conduct for Responsibility Fisheries yang akan diimplementasikan dalam setiap kebijakan pembangunan perikanan masing-masing kabupaten/kota dengan tetap mengacu pada asas kebersamaan pemanfaatan.
Dalam pembangunan perikanan di Sulawesi Tengah ada beberapa hal yang tampaknya ironis dengan potensi dan luas wilayah laut Sulawesi Tengah yaitu :
· Sulawesi Tengah tidak memiliki pabrik pengolahan hasil perikanan laut sebagai barometer ketersediaan potensi hasil laut di wilayahnya sehingga banyak hasil tangkapan nelayan skala besar/kecil justru dilarikan ke luar Sulawesi Tengah seperti ke Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Jika dibandingkan dengan Sulawesi Utara yang paling tidak memiliki 5 perusahaan pengolahan perikanan maka bisa jadi Sulawesi Tengah sangat tertinggal dalam pemanfaatan maksimal hasil tangkapan laut yang justru berasal dari wilayahnya sendiri. Perusahaan Daerah (PD) Sulawesi Tengah pernah berusaha mengelola 2 buah cold storage untuk menampung hasil perikanan nelayan tetapi kemudian berhenti beroperasi karena biaya perawatan yang dianggap tinggi.
· Tidak terdapatnya sentra-sentra pengolahan tradisional hasil perikanan seperti pengolahan ikan asin, pindang, terasi, kecap ikan, ikan asap dll, di Wilayah Sulawesi Tengah dan belum kelihatan ada upaya-upaya maksimal untuk membina masyarakat dalam mengelola usaha perikanan. Kalaupun ada hanya merupakan respon masyarakat sendiri terhadap kelimpahan hasil laut seperti pengolahan ikan asin di Pagimana Kab. Banggai (ikan yang diolah berasal dari ikan segar bukan berasal dari ikan sisa/hampir busuk seperti yang dilakukan di daerah lain) ini menunjukkan bahwa nelayan tidak memiliki tempat untuk menyalurkan ikan segar dengan harga yang memadai sehingga ikan hasil tangkapan langsung dikeringkan dan diolah menjadi ikan asin.
· Sarana dan prasarana perikanan masih sangat minim untuk menopang luasnya perairan seperti Pusat Pendaratan Ikan (PPI) hanya terdapat 4 (empat) buah dan itupun belum berfungsi secara maksimal, Tempat Pendaratan Ikan (TPI) sebanyak 7 (buah) buah tersebar di 9 kabupaten dan 1 kota. Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) hanya 1 buah terdapat di Dinas Perikanan dan Kelautan Prop. Di Kota Palu.
· Armada penangkapan ikan masih sangat minim dan tidak memadai terdiri atas jukung 14.215 unit, perahu papan 4.959 unit, motor tempel 1.706 unit dan kapal motor 1.362 unit (Bappeda Sulteng, 2009). Ini mengakibatkan daya jelajah dan kemampuan tangkapan masih sangat rendah. Ada upaya dari pemerintah daerah untuk membantu kelompok nelayan dengan melakukan pengadaan kapal fiberglass tetapi selalu terbentur dengan mekanisme manajemen operasi kapal seperti kepada kelompok nelayan mana yang diberikan, bagaimana biaya operasinya, dimana daerah tangkapannya dan pengembalian modal dari nelayan (seperti yang ditunjukkan oleh Pemkab Donggala tahun 2009).

Demikian gambaran singkat tentang potensi laut Sulawesi Tengah yang sangat tidak berimbang dengan ketersediaan sarana/prasarana pendukung. Sudah saatnya Pemerintah Daerah/Kab./Kota se-Sulawesi Tengah lebih memfokuskan program-program daerah kepada sektor perikanan dan kelautan sekaligus bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat nelayan yang sampai saat ini masih diketahui sebagai kelompok masyarakat miskin.

Perairan Sulawesi Tengah : Teluk Tomini, Teluk Tolo dan Selat Makassar

Sulawesi Tengah adalah satu-satunya provinsi di Kepulauan Sulawesi yang memiliki 3 perairan sekaligus dan hal ini tidak dimiliki oleh provinsi-provinsi lainnya di Kepulauan Sulawesi, perairan-perairan itu terdiri atas Teluk Tomini, Teluk Tolo dan Selat Makassar/Laut Sulawesi. Jika dipandang dari keberadaan 3 wilayah perairan tersebut maka seharusnya Provinsi Sulawesi Tengah adalah termasuk daerah yang mengandalkan sumberdaya hasil perikanan sebagai aset pendapatan daerah.
Dari ketiga perairan tersebut luas total perairan Sulawesi Tengah yaitu 120.986 km2 atau sekitar 11 kali dari luas perairan provinsi tetangga Gorontalo yang hanya sekitar 10.500 km2. Panjang garis pantai Sulawesi Tengah sekitar 4.013 km dengan jumlah pulau sebanyak 150 buah (Bappeda Sulteng, 2002).
Dari data yang diperoleh bahwa potensi lestari hasil perikanan perairan Sulawesi Tengah baru dimanfaatkan mencapai 54,88% atau sebanyak 45,12% belum dimanfaatkan. Potensi perikanan tersebut meliputi berbagai jenis ikan laut ekonomis seperti ikan pelagis besar (tuna, cakalang dan tongkol), ikan pelagis kecil (layang, selar, teri, tembang dan kembung) dan non ikan seperti udang windu, rajungan, jenis udang lain, tiram, cumi-cumi, sotong dan teripang.
Penyebaran potensi perikanan untuk ketiga perairan adalah Teluk Tomini memiliki ikan tuna, cakalang, teripang, udang, tongkol, kerang mutiara, rumput laut dan cumi-cumi, Teluk Tolo memiliki ikan tuna, cakalang, tongkol, trace fish, udang laut, kerang mutiara dan merupakan daerah pengembangan budidaya rumput laut serta Selat Makassar memiliki ikan tuna, cakalang, tongkol, trace fish dan daerah pengembangan budidaya rumput laut.
Jika dipandang dari penyebaran kabupaten/kota se-Sulawesi Tengah, maka setiap kabupaten/kota memiliki kewenangan penuh untuk mengelola perairannya masing-masing. Atas dasar pengelolaan perairan Sulawesi Tengah, dibagi dalam 3 zona yaitu :
a. Zona I terdiri atas Selat Makassar/Laut Sulawesi (Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Toli-Toli dan Kabupaten Buol.
b. Zona II terdiri atas Teluk Tomini (Kabupaten Parigimoutong, Kabupaten Poso, Kabupaten Tojouna-una dan Kabupaten Banggai.
c. Zona III terdiri atas Teluk Tolo (Kabupaten Morowali, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan.
Pembagian zona-zona tersebut bertujuan untuk menciptakan interaksi dan sinergi antar wilayah dalam melakukan pengembangan perikanan secara menyeluruh dengan menerapkan asas Code of Conduct for Responsibility Fisheries yang akan diimplementasikan dalam setiap kebijakan pembangunan perikanan masing-masing kabupaten/kota dengan tetap mengacu pada asas kebersamaan pemanfaatan.
Dalam pembangunan perikanan di Sulawesi Tengah ada beberapa hal yang tampaknya ironis dengan potensi dan luas wilayah laut Sulawesi Tengah yaitu :
· Sulawesi Tengah tidak memiliki pabrik pengolahan hasil perikanan laut sebagai barometer ketersediaan potensi hasil laut di wilayahnya sehingga banyak hasil tangkapan nelayan skala besar/kecil justru dilarikan ke luar Sulawesi Tengah seperti ke Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Jika dibandingkan dengan Sulawesi Utara yang paling tidak memiliki 5 perusahaan pengolahan perikanan maka bisa jadi Sulawesi Tengah sangat tertinggal dalam pemanfaatan maksimal hasil tangkapan laut yang justru berasal dari wilayahnya sendiri. Perusahaan Daerah (PD) Sulawesi Tengah pernah berusaha mengelola 2 buah cold storage untuk menampung hasil perikanan nelayan tetapi kemudian berhenti beroperasi karena biaya perawatan yang dianggap tinggi.
· Tidak terdapatnya sentra-sentra pengolahan tradisional hasil perikanan seperti pengolahan ikan asin, pindang, terasi, kecap ikan, ikan asap dll, di Wilayah Sulawesi Tengah dan belum kelihatan ada upaya-upaya maksimal untuk membina masyarakat dalam mengelola usaha perikanan. Kalaupun ada hanya merupakan respon masyarakat sendiri terhadap kelimpahan hasil laut seperti pengolahan ikan asin di Pagimana Kab. Banggai (ikan yang diolah berasal dari ikan segar bukan berasal dari ikan sisa/hampir busuk seperti yang dilakukan di daerah lain) ini menunjukkan bahwa nelayan tidak memiliki tempat untuk menyalurkan ikan segar dengan harga yang memadai sehingga ikan hasil tangkapan langsung dikeringkan dan diolah menjadi ikan asin.
· Sarana dan prasarana perikanan masih sangat minim untuk menopang luasnya perairan seperti Pusat Pendaratan Ikan (PPI) hanya terdapat 4 (empat) buah dan itupun belum berfungsi secara maksimal, Tempat Pendaratan Ikan (TPI) sebanyak 7 (buah) buah tersebar di 9 kabupaten dan 1 kota. Laboratorium Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) hanya 1 buah terdapat di Dinas Perikanan dan Kelautan Prop. Di Kota Palu.
· Armada penangkapan ikan masih sangat minim dan tidak memadai terdiri atas jukung 14.215 unit, perahu papan 4.959 unit, motor tempel 1.706 unit dan kapal motor 1.362 unit (Bappeda Sulteng, 2002). Ini mengakibatkan daya jelajah dan kemampuan tangkapan masih sangat rendah. Ada upaya dari pemerintah daerah untuk membantu kelompok nelayan dengan melakukan pengadaan kapal fiberglass tetapi selalu terbentur dengan mekanisme manajemen operasi kapal seperti kepada kelompok nelayan mana yang diberikan, bagaimana biaya operasinya, dimana daerah tangkapannya dan pengembalian modal dari nelayan (seperti yang ditunjukkan oleh Pemkab Donggala tahun 2006).

Demikian gambaran singkat tentang potensi laut Sulawesi Tengah yang sangat tidak berimbang dengan ketersediaan sarana/prasarana pendukung. Sudah saatnya Pemerintah Daerah/Kab./Kota se-Sulawesi Tengah lebih memfokuskan program-program daerah kepada sektor perikanan dan kelautan sekaligus bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat nelayan yang sampai saat ini masih diketahui sebagai kelompok masyarakat miskin.

Tiga Perairan Sulawesi Tengah


KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN

Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...