Pada tanggal 27 Januari
2012 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Dirjen
Pendidikan Tingginya telah mengeluarkan sebuah surat edaran yang ditujukan
kepada seluruh rektor dan pimpinan PTN dan PTS seluruh Indonesia. Surat edaran yang bernomor 152/E/T/2012
perihal publikasi karya ilmiah ini ternyata dalam implementasinya dianggap dapat
menimbulkan kontroversi dikalangan mahasiswa dan dosen di perguruan tinggi di
Indonesia.
Kontroversi itu berasal dari ketentuan yang diberikan
melalui surat edaran tersebut dimana mengharuskan kepada seluruh mahasiswa yang
akan lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah,
untuk lulus program Magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada
jurnal ilmiah nasional diutamakan yang terakreditasi dikti dan untuk lulus
program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada
jurnal internasional. Ketentuan yang
mulai diberlakukan bagi calon wisudawan yang lulus setelah bulan Agustus 2012
ini dipandang memberatkan karena banyaknya kendala yang harus dihadapi
nantinya.
Dasar
pembuatan surat memang berasal dari ‘keprihatinan’ tentang jumlah karya ilmiah
dari PT Indonesia yang masih teramat rendah.
Dicontohkan bahwa jumlah karya ilmiah Indonesia jika dibandingkan dengan
Malaysia hanya sekitar sepertujuh. Lalu
apakah dengan strategi ini akan mendorong banyak mahasiswa untuk melakukan penelitian
dan menghasilkan karya-karya ilmiah atau justru menjadi hambatan bagi prasyarat
jumlah kelulusan PT atau malah menjadi syarat administrasi belaka yang
menghasilkan karya-karya ilmiah yang tidak memandang kualitas.
Hambatan
Hambatan
yang ditemui dikala ketentuan diterapkan yaitu ketersediaan media jurnal ilmiah
yang memenuhi syarat dan dapat menampung karya ilmiah dari seluruh mahasiswa
Indonesia PTN/PTS, karena setiap perguruan tinggi di propinsi, kabupaten dan kota rata-rata
hanya memiliki 1 buah jurnal terakreditasi nasional untuk setiap fakultasnya
sedangkan jumlah lulusan yang akan dihasilkan melebihi dari kapasitas jumlah
halaman jurnal ilmiah. Hambatan lainnya
yaitu kemauan dan kemampuan menulis mahasiswa masih sangat rendah karena
keterampilan untuk menulis ilmiah memang tidak diajarkan khusus disamping harus
menyiapkan tugas akhir seperti skripsi, tesis ataupun disertasi sehingga
dianggap akan menjadi hambatan pada pencapaian target tahun penyelesaian
studi. Selain itu, proses dalam pemuatan
hasil karya ilmiah dalam sebuah jurnal memerlukan waktu yang lama karena setiap
penerbitan memerlukan proses yang disebut peer
review dimana apabila dalam proses review tersebut ditemukan kesalahan
penulisan atau dianggap plagiat maka dapat dikembalikan untuk diperbaiki
kembali sampai kesempurnaannya. Khusus
untuk jurnal internasional dipandang lebih memberatkan lagi karena mengharuskan
karya ilmiah untuk dituliskan dalam Bahasa Inggris. Gaya penulisan dengan bahasa inggris tentunya
berbeda dengan berbahasa Indonesia sehingga diperlukan lagi tata cara
penulisannya yang diajarkan di kampus tentunya dalam meningkatkan kualitas
mahasiswanya setara dengan mahasiswa skala dunia.
Memang
dibenarkan bahwa budaya penelitian dan menulis seharusnya tumbuh dan merupakan
akar dari dunia kampus, tetapi pada kenyataannya tidak bisa dipungkiri bahwa
munculnya permasalahan ini akibat dari rendahnya hasil penelitian dan tulisan
yang dilakukan oleh para dosen sebagai komponen inti dunia kampus. Dan dengan adanya ketentuan ini, maka tugas
dosen selaku pengajar dimunculkan lagi yaitu bagaimana mendorong dan
mengarahkan setiap mahasiswa bimbingannya untuk dapat menghasilkan sebuah karya
ilmiah disamping dirinya untuk melakukannya.
Kemampuan dari mahasiswa amat tergantung dari kemampuan dosennya.
Perhatian Dikti dan Universitas
Sedikit kritis kita mengatakan bahwa pemenuhan jurnal
ilmiah seyogyanya dilakukan oleh para staf pengajar di perguruan tinggi yang
notabene secara rutin mengadakan dan menampung hasil-hasil penelitian secara
aktif sebagai bukti pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi. Dimana dosen wajib untuk melaksanakan
kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana
yang diamanatkan dalam UU Nomor 14
Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen pada Bab 1 Pasal
1 ayat 2 yang menyatakan bahwa Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas
utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat. Realitanya dari tiga tugas
pokok tersebut maka kegiatan penelitian adalah paling sulit untuk dilaksanakan,
dan mengakibatkan kemampuan mahasiswa juga akan rendah. Dua kelemahan yang sering dimiliki oleh
mahasiswa umumnya yaitu kemampuan research
method (metode penelitian) dan kemampuan berbahasa asing yang ternyata
merupakan modal utama untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah.
Perbedaan pola pendidikan di
Indonesia dan di luar negeri adalah pada pembagian tugas dosen untuk
pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi tersebut. Jika di luar negeri maka dosen tugas
pengabdian akan berbeda dengan dosen tugas pendidikan demikian juga dengan
dosen tugas penelitian, sharing ilmu
akan dilakukan di forum diskusi untuk saling melengkapi. Hal ini berbeda dengan di Indonesia dimana
dosen menerima beban untuk sekaligus melakukan tiga aktivitas tersebut ditambah
dengan kecenderungan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan di luar kampus seperti
di swasta dan pemerintahan. Alhasil
tugas pokok akan terbengkalai apalagi ingin memberikan perhatian, memotivasi
dan membimbing mahasiswa dalam menghasilkan sebuah karya ilmiah.
Untuk itu, diperlukan perhatian dari Kemendikbud lewat
dikti untuk menetapkan sebuah sistem yang bersifat penyeimbang dalam
menyelesaikan ketertinggalan kita tentang karya ilmiah ini dan memang hendaknya
apabila sebuah kebijakan diterapkan maka harus diikuti dengan perubahan sistem
dari yang mengeluarkan kebijakan itu karena menjadi patokan dan ukuran untuk
terselesaikannya permasalahan yang ada.
Demikian juga perhatian dari PT untuk menerapkan sistem
yang lebih disiplin kepada setiap staf pengajarnya untuk melakukan tugas
pokoknya atau beban kerja dosen dan mengevaluasi pelaksanaan tri dharma
perguruan tingginya. Yang menarik dan
patut untuk dicontohi yaitu pola pendidikan yang diterapkan di institusi
pendidikan AS yang memandang tentang pentingnya suatu hasil penelitian dari
kalangan kampus oleh karena itu PT menerapkan aturan yang disebut “publish or
perish” terbitkan atau binasakan.
Seorang dosen atau professor harus mampu mengajar dan juga
mempublikasikan karya ilmiah pada waktu tertentu dan jika kualitas itu tidak
terpenuhi maka pihak PT dapat memberhentikan pengajar tersebut kapan saja
(Mutohar, A. 2012).
Kegunaan Karya Ilmiah
Bagaimanapun kita menyambut positif, kebijakan yang
dikeluarkan oleh Dikti sebagai suatu stimulant
(perangsang) bagi tumbuhnya minat dan budaya menulis di kalangan dosen dan
seluruh mahasiswa di Indonesia. Paling
tidak ini dapat berfungsi sebagai “jaring” yang selektif untuk menghasilkan
sarjana-sarjana yang berkualitas dan mumpuni di dalam bidangnya dan menghindari
bentuk pola pendidikan yang tidak berasaskan pada keilmuan dan teknologi.
Hasil karya ilmiah yang memiliki kegunaan metodologis dan
pengembangan pembangunan dan masyarakat ternyata sangat berdampak pada kemajuan
ekonomi suatu bangsa, dari data UNESCO dan OECD menyebutkan bahwa budaya
penelitian sebuah Negara berbanding lurus terhadap kemajuan ekonomi sebuah
Negara. Dan memberikan dampak pada
perluasan jutaan lapangan kerja. Ini
terjadi apabila karya ilmiah yang dihasilkan adalah berkualitas dan menjadi
rujukan dalam pengambilan kebijakan.
Sebagai contoh, The University of Texas at Austin dari hasil penelitian dan inisiatif pihak
universitas untuk membuka pusat penelitian dan pabrik baru yang bisa membuka
jutaan lapangan kerja dapat memberikan dampak 7,4 miliar dolar amerika terhadap
ekonomi lokal dan nasional (Mutohar, A.
2012).
Rewards
Untuk memacu motivasi meneliti dan menulis dikalangan mahasiswa hendaknya
tidak terbatas pada prasyarat kelulusan saja tetapi dapat diberikan rewards atau penghargaan terhadap apa
yang sudah dilakukan misalnya dengan memasukkanya keberhasilan karya ilmiah
sebagai kategori untuk menjadi mahasiswa berprestasi. Bahkan jika bisa pihak universitas dapat
memfasilitasi pengurusan royalti sebagai bentuk HaKI (Hak Kekayaan Intelektual)
atas hasil-hasil penelitian yang telah dipublikasi dan bernilai terapan dan
teknologi tepat guna.
Demikian juga untuk para staf pengajar yang memiliki
produktifitas tinggi dalam menghasilkan karya-karya ilmiah hendaknya menjadi
perhatian pihak PT dengan memberikan fasilitas penelitian dan
penghargaan-penghargaan yang bersifat lebih memotivasi dan bahkan mendorong
tingkat kesejahteraan para staf pengajar tersebut.
Atas dasar tersebut, semoga ratusan perguruan tinggi di
Indonesia baik negeri maupun swasta dapat melakukan berbagai penelitian dan
menghasilkan karya-karya ilmiah yang berkualitas dan dapat menjadi pijakan
rekomendasi teknologi dan kebijakan untuk pengembangan pembangunan di Negeri
Indonesia tercinta ini yang tepat sasaran menjawab semua kebutuhan masyarakat.