Jumat, 13 April 2012

Ketimpangan Jurnal Ilmiah (Sebuah Desakan Bagi Institusi Pendidikan?)


Pada tanggal 27 Januari 2012 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Dirjen Pendidikan Tingginya telah mengeluarkan sebuah surat edaran yang ditujukan kepada seluruh rektor dan pimpinan PTN dan PTS seluruh Indonesia.  Surat edaran yang bernomor 152/E/T/2012 perihal publikasi karya ilmiah ini ternyata dalam implementasinya dianggap dapat menimbulkan kontroversi dikalangan mahasiswa dan dosen di perguruan tinggi di Indonesia.
            Kontroversi itu berasal dari ketentuan yang diberikan melalui surat edaran tersebut dimana mengharuskan kepada seluruh mahasiswa yang akan lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah, untuk lulus program Magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal ilmiah nasional diutamakan yang terakreditasi dikti dan untuk lulus program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima untuk terbit pada jurnal internasional.  Ketentuan yang mulai diberlakukan bagi calon wisudawan yang lulus setelah bulan Agustus 2012 ini dipandang memberatkan karena banyaknya kendala yang harus dihadapi nantinya.
Dasar pembuatan surat memang berasal dari ‘keprihatinan’ tentang jumlah karya ilmiah dari PT Indonesia yang masih teramat rendah.  Dicontohkan bahwa jumlah karya ilmiah Indonesia jika dibandingkan dengan Malaysia hanya sekitar sepertujuh.  Lalu apakah dengan strategi ini akan mendorong banyak mahasiswa untuk melakukan penelitian dan menghasilkan karya-karya ilmiah atau justru menjadi hambatan bagi prasyarat jumlah kelulusan PT atau malah menjadi syarat administrasi belaka yang menghasilkan karya-karya ilmiah yang tidak memandang kualitas.

Hambatan
Hambatan yang ditemui dikala ketentuan diterapkan yaitu ketersediaan media jurnal ilmiah yang memenuhi syarat dan dapat menampung karya ilmiah dari seluruh mahasiswa Indonesia PTN/PTS, karena setiap perguruan tinggi  di propinsi, kabupaten dan kota rata-rata hanya memiliki 1 buah jurnal terakreditasi nasional untuk setiap fakultasnya sedangkan jumlah lulusan yang akan dihasilkan melebihi dari kapasitas jumlah halaman jurnal ilmiah.  Hambatan lainnya yaitu kemauan dan kemampuan menulis mahasiswa masih sangat rendah karena keterampilan untuk menulis ilmiah memang tidak diajarkan khusus disamping harus menyiapkan tugas akhir seperti skripsi, tesis ataupun disertasi sehingga dianggap akan menjadi hambatan pada pencapaian target tahun penyelesaian studi.  Selain itu, proses dalam pemuatan hasil karya ilmiah dalam sebuah jurnal memerlukan waktu yang lama karena setiap penerbitan memerlukan proses yang disebut peer review dimana apabila dalam proses review tersebut ditemukan kesalahan penulisan atau dianggap plagiat maka dapat dikembalikan untuk diperbaiki kembali sampai kesempurnaannya.  Khusus untuk jurnal internasional dipandang lebih memberatkan lagi karena mengharuskan karya ilmiah untuk dituliskan dalam Bahasa Inggris.  Gaya penulisan dengan bahasa inggris tentunya berbeda dengan berbahasa Indonesia sehingga diperlukan lagi tata cara penulisannya yang diajarkan di kampus tentunya dalam meningkatkan kualitas mahasiswanya setara dengan mahasiswa skala dunia.
Memang dibenarkan bahwa budaya penelitian dan menulis seharusnya tumbuh dan merupakan akar dari dunia kampus, tetapi pada kenyataannya tidak bisa dipungkiri bahwa munculnya permasalahan ini akibat dari rendahnya hasil penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh para dosen sebagai komponen inti dunia kampus.  Dan dengan adanya ketentuan ini, maka tugas dosen selaku pengajar dimunculkan lagi yaitu bagaimana mendorong dan mengarahkan setiap mahasiswa bimbingannya untuk dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah disamping dirinya untuk melakukannya.  Kemampuan dari mahasiswa amat tergantung dari kemampuan dosennya.

Perhatian Dikti dan Universitas
            Sedikit kritis kita mengatakan bahwa pemenuhan jurnal ilmiah seyogyanya dilakukan oleh para staf pengajar di perguruan tinggi yang notabene secara rutin mengadakan dan menampung hasil-hasil penelitian secara aktif sebagai bukti pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi.  Dimana dosen wajib untuk melaksanakan kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana yang diamanatkan dalam UU  Nomor  14  Tahun  2005  tentang  Guru  dan Dosen pada Bab  1 Pasal  1 ayat  2 yang menyatakan bahwa Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.   Realitanya dari tiga tugas pokok tersebut maka kegiatan penelitian adalah paling sulit untuk dilaksanakan, dan mengakibatkan kemampuan mahasiswa juga akan rendah.  Dua kelemahan yang sering dimiliki oleh mahasiswa umumnya yaitu kemampuan research method (metode penelitian) dan kemampuan berbahasa asing yang ternyata merupakan modal utama untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah.
            Perbedaan pola pendidikan di Indonesia dan di luar negeri adalah pada pembagian tugas dosen untuk pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi tersebut.  Jika di luar negeri maka dosen tugas pengabdian akan berbeda dengan dosen tugas pendidikan demikian juga dengan dosen tugas penelitian, sharing ilmu akan dilakukan di forum diskusi untuk saling melengkapi.  Hal ini berbeda dengan di Indonesia dimana dosen menerima beban untuk sekaligus melakukan tiga aktivitas tersebut ditambah dengan kecenderungan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan di luar kampus seperti di swasta dan pemerintahan.  Alhasil tugas pokok akan terbengkalai apalagi ingin memberikan perhatian, memotivasi dan membimbing mahasiswa dalam menghasilkan sebuah karya ilmiah.
            Untuk itu, diperlukan perhatian dari Kemendikbud lewat dikti untuk menetapkan sebuah sistem yang bersifat penyeimbang dalam menyelesaikan ketertinggalan kita tentang karya ilmiah ini dan memang hendaknya apabila sebuah kebijakan diterapkan maka harus diikuti dengan perubahan sistem dari yang mengeluarkan kebijakan itu karena menjadi patokan dan ukuran untuk terselesaikannya permasalahan yang ada.
            Demikian juga perhatian dari PT untuk menerapkan sistem yang lebih disiplin kepada setiap staf pengajarnya untuk melakukan tugas pokoknya atau beban kerja dosen dan mengevaluasi pelaksanaan tri dharma perguruan tingginya.  Yang menarik dan patut untuk dicontohi yaitu pola pendidikan yang diterapkan di institusi pendidikan AS yang memandang tentang pentingnya suatu hasil penelitian dari kalangan kampus oleh karena itu PT menerapkan aturan yang disebut “publish or perish” terbitkan atau binasakan.  Seorang dosen atau professor harus mampu mengajar dan juga mempublikasikan karya ilmiah pada waktu tertentu dan jika kualitas itu tidak terpenuhi maka pihak PT dapat memberhentikan pengajar tersebut kapan saja (Mutohar, A.  2012).

Kegunaan Karya Ilmiah
            Bagaimanapun kita menyambut positif, kebijakan yang dikeluarkan oleh Dikti sebagai suatu stimulant (perangsang) bagi tumbuhnya minat dan budaya menulis di kalangan dosen dan seluruh mahasiswa di Indonesia.  Paling tidak ini dapat berfungsi sebagai “jaring” yang selektif untuk menghasilkan sarjana-sarjana yang berkualitas dan mumpuni di dalam bidangnya dan menghindari bentuk pola pendidikan yang tidak berasaskan pada keilmuan dan teknologi.
            Hasil karya ilmiah yang memiliki kegunaan metodologis dan pengembangan pembangunan dan masyarakat ternyata sangat berdampak pada kemajuan ekonomi suatu bangsa, dari data UNESCO dan OECD menyebutkan bahwa budaya penelitian sebuah Negara berbanding lurus terhadap kemajuan ekonomi sebuah Negara.  Dan memberikan dampak pada perluasan jutaan lapangan kerja.  Ini terjadi apabila karya ilmiah yang dihasilkan adalah berkualitas dan menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan.  Sebagai contoh, The University of Texas at Austin  dari hasil penelitian dan inisiatif pihak universitas untuk membuka pusat penelitian dan pabrik baru yang bisa membuka jutaan lapangan kerja dapat memberikan dampak 7,4 miliar dolar amerika terhadap ekonomi lokal dan nasional (Mutohar, A.  2012).

Rewards
            Untuk memacu motivasi meneliti  dan menulis dikalangan mahasiswa hendaknya tidak terbatas pada prasyarat kelulusan saja tetapi dapat diberikan rewards atau penghargaan terhadap apa yang sudah dilakukan misalnya dengan memasukkanya keberhasilan karya ilmiah sebagai kategori untuk menjadi mahasiswa berprestasi.  Bahkan jika bisa pihak universitas dapat memfasilitasi pengurusan royalti sebagai bentuk HaKI (Hak Kekayaan Intelektual) atas hasil-hasil penelitian yang telah dipublikasi dan bernilai terapan dan teknologi tepat guna.  
            Demikian juga untuk para staf pengajar yang memiliki produktifitas tinggi dalam menghasilkan karya-karya ilmiah hendaknya menjadi perhatian pihak PT dengan memberikan fasilitas penelitian dan penghargaan-penghargaan yang bersifat lebih memotivasi dan bahkan mendorong tingkat kesejahteraan para staf pengajar tersebut.
            Atas dasar tersebut, semoga ratusan perguruan tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta dapat melakukan berbagai penelitian dan menghasilkan karya-karya ilmiah yang berkualitas dan dapat menjadi pijakan rekomendasi teknologi dan kebijakan untuk pengembangan pembangunan di Negeri Indonesia tercinta ini yang tepat sasaran menjawab semua kebutuhan masyarakat.  

KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN

Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...