Sabtu, 27 Mei 2017

MENYANDINGKAN PERENCANAAN INDIKATIF DAN IMPERATIF DALAM PROSES PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Oleh. Dr. Moh. Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si*

“Planning is one of the success keys of preventing stalled project”  atau perencanaan adalah salah satu kunci sukses untuk mencegah gagalnya pelaksanaan suatu proyek.  Demikian pernyataan yang selalu diikrarkan oleh Bappenas dalam mengawali suatu proses perencanaan pembangunan baik yang berjangka tahunan, menengah dan panjang. John Friedmann (1996), seorang profesor ahli perencanaan regional dan community di University of British Columbia dan UCLA berpendapat bahwa perencanaan adalah suatu cara berpikir untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dan ekonomi dan berorientasi pada sesuatu yang akan dihasilkan pada masa yang akan datang dengan cara menuju pada sasaran yang diinginkan serta mengusahakan langkah-langkah menyeluruh pada kebijakan dan program (compherensiveness in policy and program).
Dari pendapat Friedman, dapat dipahami bahwa inti dari perencanaan yaitu menghubungkan antara kebijakan dengan program (istilah lain: proyek).  Apakah kebijakan yang dikeluarkan akan menyelesaikan persoalan di masa datang melalui implementasi proyek yang direncanakan? Atau sebaliknya proyek tidak tepat sasaran atau bahkan macet.  Oleh karena itu, sangat penting untuk menterjemahkan kebijakan selama proses perencanaan menuju proyek yang akan dijalankan atau dengan kata lain penting untuk memperhatikan outcome dari suatu proyek tetapi lebih penting lagi memperhatikan proses perencanaan itu sendiri, untuk menjamin terwakilinya keinginan dan aspirasi dari masyarakat.
Sesuai PP No. 8 tahun 2008 dijelaskan bahwa proses perencanaan yang dimaksud meliputi penyusunan kebijakan, penyusunan program, penyusunan alokasi pembiayaan serta monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan kebijakan, rencana program, alokasi pembiayaan dan program.  Selanjutnya penyelenggaraan tahapan dan tata cara penyusunan rencana daerah dilakukan dengan pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up) dengan tujuan untuk mengefektifkan proses pemerintahan yang baik melalui pemanfaatan sumberdaya publik yang berdampak pada percepatan proses perubahan sosial bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, atau terarahnya proses pengembangan ekonomi dan kemampuan masyarakat, dan tercapaianya tujuan pelayanan publik.
Pada saat ini, perencanaan tahunan telah dilaksanakan yang dimulai dari musrenbang tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kebupaten/kota serta akan memasuki musrenbang tingkat provinsi dan tingkat nasional di akhir bulan April.  Pengaturan jadwal pelaksanaan musrenbang telah diatur oleh Kementerian PPN dan diikuti oleh seluruh daerah untuk menyeragamkan usulan-usulan proyek yang mendukung Prioritas Nasional bersumber APBN, APBD, KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Bisnis Usaha) dan PINA (Pembiayaan Investasi Non-APBN).
Memperhatikan proses perencanaan atau melaksanakan setiap tahapan perencanaan dengan baik adalah perencanaan yang bersifat imperatif atau perencanaan yang mengatur baik sasaran, prosedur, pelaksana, waktu pelaksanaan, bahan-bahan, serta alat-alat yang dapat dipakai untuk menjalankan rencana tersebut, sedangkan perencanaan yang menginginkan outcome dan tujuan yang hendak dicapai hanya dinyatakan dalam bentuk indikasi adalah perencanaan yang bersifat indikatif.  Proses perencanaan harus ditempuh dengan cara-cara indikatif dan imperatif,  kedua cara tersebut harus dilakukan dengan cara bersamaan tanpa meninggalkan salah satunya.  Ketidaksuksesan hasil yang diperoleh dikarenakan perencanaan yang dilakukan hanya terfokus atau memperhatikan apa tujuan yang akan dicapai atau hanya bersifat indikatif dengan melupakan pentingnya tahapan proses menuju hasil yang akan dicapai.
Permasalahan yang sering terlihat dalam proses perencanaan yaitu terlaksananya tahapan perencanaan yang bersifat seremonial (baca: yang penting terlaksana) seperti moment-moment musyawarah perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan sampai tingkat nasional, pelaksanaan lebih terlihat hanyalah pertemuan formalitas antara pihak pelaku kebijakan, pelaksana pemerintahan, lembaga swasta dan organisasi kemasyarakatan.  Tidak ada yang salah pada tahapan proses perencanaan hanya saja kualitas pertemuan yang lebih ditingkatkan baik dalam bentuk bilateral meeting, trilateral meeting maupun multilateral meeting.  Kualitas yang dimaksud yaitu pembahasan usulan dan kegiatan adalah yang benar-benar merupakan representase dari bawah yang disinkronkan dengan kemampuan dari atas, waktu yang cukup, ruang yang dapat menampung jumlah peserta dan mekanisme meeting yang terarah, jelas dan memiliki kesepahaman dan kesepakatan bersama (dibuktikan dengan berita acara).  Proses perencanaan hendaklah tidak sekedar mengutamakan koordinasi antar berbagai jenjang yang ada (secara vertikal) tetapi juga mengedepankan kebutuhan atau aspirasi dari bawah.
Perencanaan imperatif juga mempertimbangkan akan keberhasilan dari perencanaan melalui data-data pendukung yang seharusnya tersedia seperti: ketersediaan lahan, pengarian atau irigasi, kemiringan lahan, jumlah CPCL untuk proyek cetak sawah, sehingga perencanaan memiliki capaian target yang jelas.  Pada perencanaan yang bersifat indikatif menentukan capaian target pembangunan dengan bertumpu pada data-data makro yang ada atau keberhasilan yang sudah diperoleh sebelumnya.  Oleh karena itu, perencanaan indikatif cocok dilakukan bagi proyek-proyek yang sudah sering dilakukan dengan keberhasilan yang sudah bisa diperkirakan karena didukung oleh sarana yang sudah ada.  Tetapi bagi program dan kegiatan yang baru atau masih dalam penjajakan, maka proses imperatif sangat diperlukan untuk memberikan keyakinan bahwa pembangunan nantinya dapat dilaksanakan dan berhasil.
Pada awal April, pemerintah melalui Bappenas melaksanakan kegiatan Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional (Rakorbangpus), dimana salah satu agendanya adalah menentukan mekanisme pelaksanaan musrenbangnas 2017.  Pembahasan akan dilakukan dalam bentuk forum multilateral antara penanggungjawab prioritas nasional (PN), kementerian/lembaga dan Bappeda Provinsi.  Alokasi APBN yang telah dipatok untuk masing-masing kementerian (pagu indikatif) akan dibahas untuk pembiayaan PN dan Program Prioritas berdasarkan usulan daerah.  Program prioritas yang dulunya berjumlah 23 kini ditajamkan menjadi 10 PN dengan maksud agar pelaksanaan pembangunan lebih fokus dan terarah dengan pembiayaan yang lebih efisien.  Selain itu, musrenbangnas juga akan membahas tentang rencana pengembangan wilayah se-Indonesia pada tahun 2018 yang meliputi Kawasan Strategis Prioritas Nasional dan Kawasan Strategis Prioritas RPJMN 2015-2019 termasuk rencana pengembangan wilayah Pulau Sulawesi yang meliputi pembangunan jalur kereta api Manado-Bitung dan Makassar-Parepare segmen 2 (Barru-Parepare), Pengembangan Pariwisata Wakatobi dan Tana Toraja serta khusus di Sulawesi Tengah yaitu Kawasan Industri Morowali yang meliputi pelebaran jalan pelabuhan Bungku ke KI Morowali sepanjang 42 km dan pembangunan gedung politeknik tahap 4 seluas 3.600 m2
            Segala tahapan proses perencanaan harus dilaksanakan dengan memperhatikan proses perencanaan itu sendiri dan apa output serta outcome yang nantinya diperoleh.  Perencanaan dilakukan untuk mendapatkan kesenangan atau apa yang dicita-citakan, semoga perencanaan yang dibuat bukanlah perencanaan yang gagal dengan memastikan bahwa perencanaan pendekatan imperatif dan indikatif adalah mutlak diperlukan.


*Penulis adalah Kepala Subbid Perencanaan Ekonomi II Bappeda Prov. Sulawesi Tengah

KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN

Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...