Oleh. Dr. Moh. Saleh
N. Lubis, S.Pi, M.Si*
Keinginan yang sama ketika melakukan
perencanaan yaitu mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang direncanakan,
baik itu dilakukan oleh individu maupun organisasi atau lembaga. Walaupun keberhasilan perencanaan sangat
tergantung pada banyak faktor, tindakan optimisme tetap dikedepankan sebagai
“pemicu” success story pada
tahapan-tahapan perencanaan. Keberhasilan
perencanaan dan pembangunan salah satunya ditentukan oleh koordinasi dan
kerjasama yang apik dari semua pihak pelaksana pembangunan. Misalnya perencanaan pembangunan tidak hanya
bertumpu pada pemerintah daerah tetapi juga melibatkan elemen-elemen
pembangunan lainnya dan akhirnya berlanjut pada tahapan pembangunan yang
terpadu antara pihak pemerintah dan pihak pelaku pembangunan lainnya seperti
BUMD, perbankan, Kadinda, asosiasi konstruksi, himpunan pengusaha, kelompok
penyedia jasa keuangan dan lembaga non pemerintah lainnya. Peran pembangunan tidak hanya bertumpu pada
pemerintah daerah tetapi semua elemen pembangunan dapat mengambil perannya
masing-masing.
Pada Peraturan Menteri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi
Ranperda tentang RPJPD, dan RPJMD serta Tata Cara Perubahan RPJPD, RPJMD dan
RKPD telah mengisyaratkan dua hal pokok tentang pelibatan perencanaan dan
pembangunan yang tidak hanya terletak pada pemerintah dan pemerintah
daerah. Pada pasal 7 dinyatakan bahwa
perencanaan pembangunan daerah berorientasi pada proses dengan menggunakan
pendekatan partisipatif yang berarti melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Di Sulawesi Tengah sudah dilakukan dengan
melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang dibuktikan dengan tahapan
perencanaan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga
nasional. Hanya saja, jika diperhatikan
pada Pasal 9 yang menyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah berorientasi
pada substansi harus menggunakan pendekatan integratif dengan menyatukan
beberapa kewenangan ke dalam satu proses terpadu dan fokus yang jelas dalam
upaya pencapaian tujuan pembangunan daerah, masih belum dirasakan sepenuhnya dalam
pelaksanaan. Penyatuan berbagai
kewenangan memberikan arti keterpaduan kewenangan baik yang berasal dari pemerintah,
pemerintah daerah maupun organisasi kemasyarakatan, lembaga profit dan non
profit, perbankan, lembaga keuangan mikro serta lembaga non pemerintah lainnya
yang memiliki kemampuan finansial, pengetahuan, teknologi dan juga sumberdaya
manusia.
Pasal 7 lebih menekankan pada keterlibatan
masyarakat paling bawah dalam proses perencanaan sedangkan pada pasal 9
memberikan peluang terbuka pada proses pelibatan pembangunan dari setiap
stakeholder, sehingga permendagri ini mengisyaratkan bahwa peran masyarakat
bukan hanya terbatas pemberi usulan kebutuhan dalam perencanaan tetapi yang
terpenting juga yaitu keterlibatan dalam pembangunan.
Mengapa kemudian diberikan peran secara
terbuka bagi partisipasi masyarakat khususnya di Sulawesi Tengah? Beberapa
asumsi yang dapat diutarakan adalah sebagai berikut : pertama, seyogyanya sasaran
perencanaan dan pembangunan itu tepat sasaran dan tidak overleapping. Untuk memastikan efisiensi dan efektifnya pembangunan,
diperlukan sebuah koordinasi dan kerjasama antara pelaku pembangunan tentang
bagaimana pola arahan pembangunan termasuk ketepatan membangun yang didasarkan
pada kebutuhan dan lokasi untuk menghindari tumpang tindih, kedua,
permasalahan krusial dari setiap perencanaan yaitu kurangnya anggaran
untuk mendanai semua usulan kebutuhan yang bersumber dari pembiayaan pemerintah
sehingga diperlukan langkah terobosan baru sebagai sumber pembiayaan lain. Sumber pembiayaan yang dimaksud memiliki
perbedaan dengan sumber pemasukan anggaran pemerintah daerah. Jika sumber pemasukan adalah menggali
potensi-potensi pendapatan daerah maka sumber pembiayaan lain yaitu mencari
alternatif pembiayaan yang bukan saja berasal dari pemerintah daerah.
Umumnya pemerintah daerah sangat bergantung
pada dana transfer pusat ke daerah karena kemampuan finansial untuk membiayai
kebutuhan daerah masih rendah. Dana
transfer pun, sangat terbatas hingga diperlukan alternatif lain sumber
pembiayaan non pemerintah. Alternatif
lain yang mungkin bisa dilakukan yaitu mengikutsertakan peran dari BUMD,
Perbankan dan lembaga non pemerintah daerah dengan sistem corporate (kerjasama)
pada rembug sasaran pembangunan.
Kerjasama yang dimaksud disini yaitu melangkah
bersama untuk membangun daerah dengan sasaran pembangunan yang jelas dan
tepat. Maksud penulis pada gagasan
kerjasama ini bukan sebagaimana yang dimaksud pada Permen Dalam Negeri Nomor 96
tahun 2016 tentang pembayaran ketersediaan layanan dalam rangka kerjasama
pemerintah daerah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur di daerah,
dimana terdapat kerjasama Pemerintah Daerah dan Badan Usaha (KPDBU) dalam
Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi
yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Kepala Daerah selaku Penanggung Jawab
Proyek Kerjasama (PJPK), yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya
Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak. Jikalau
yang dimaksud kerjasama pada Permen tersebut, masih sulit untuk diterapkan di
daerah karena diperuntukkan bagi proyek dengan skala yang besar seperti
infrastruktur jalan tol, fly over, jembatan dan pelabuhan yang memerlukan
mekanisme yang rumit, sedangkan di daerah lebih pada permasalahan koordinasi
antara pemerintah dengan mitra pembangunan mengenai lokasi, program dan
kegiatan yang tumpang tindih serta sasaran objek pembangunan.
Kerjasama pembangunan kedepannya itu harus
digagas pada awal perencanaan yaitu tepatnya pada kegiatan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Daerah (Musrenbangda).
Berdasarkan UU No. 25 tahun 2004, proses perencanaan pembangunan
meliputi 4 tahapan yaitu penyiapan rancangan awal rencana pembangunan,
rancangan rencana kerja, musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) dan
penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
Selanjutnya pada Permendagri no 86 tahun 2016 pasal 16 menyebutkan bahwa
tahapan penyusunan Rencana Pembangunan Daerah (RPJPD, RPJMD dan RKPD) meliputi
persiapan penyusunan, penyusunan rancangan awal, penyusunan rancangan,
pelaksanaan Musrenbang, Perumusan rancangan akhir dan penetapan.
Dari keseluruhan tahapan perencanaan
pembangunan tersebut dimaksud, maka pelaksanaan Musrenbang adalah yang paling
krusial karena pada tahapan ini melibatkan seluruh stakeholder strategis
terkait untuk memberikan penajaman, penyelarasan, klarifikasi dan kesepakatan
terhadap tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, dan program pembangunan
Daerah. Kesepakatan tersebut dibuatkan
berita acara kesepakatan dan ditandatangani oleh unsur yang mewakili
stakeholder strategis tersebut. Oleh
karena itu, tahapan Musrenbang adalah yang paling menentukan, apakah suatu
usulan perencanaan akan berhasil tertuang dalam dokumen perencanaan dan
diimplementasikan oleh semua pihak yang berkepentingan ataukah mengalami
penundaan dan tidak dilaksanakan.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) di daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota telah melibatkan
beberapa mitra pembangunan terkait tetapi belum melibatkan pihak BUMD,
Perbankan dan lembaga non pemerintah yang kemungkinannya dapat berkerjasama
untuk saling menguntungkan dalam penyelenggaraan pembangunan. Kesepakatan kerjasama yang dilakukan di awal
perencanaan akan menjadi landasan moral atau jaminan komitmen pada tataran
implementasi program dan kegiatan di tahun perencanaan.
Latar belakang kerjasama dikarenakan
keterbatasan anggaran daerah jika dibandingkan dengan kebutuhan pembiayaan
sehingga adanya upaya melibatkan mitra pembangunan lainnya. Manfaat yang diperoleh yaitu dapat mengurangi
beban keterbatasan anggaran pemerintah daerah serta ketergantungan dari
anggaran pemerintah bersumber APBN (DAK, TP) sekaligus mengurangi beban
pembangunan yang selama ini hanya bertumpu pada pemerintah daerah. Adapun tujuan dari kerjasama yaitu mempercepat
pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat serta pemerintah daerah lebih fokus pada pelayanan
publik yang memenuhi SPM karena sebagian beban pembangunan dapat digarap
bersama dengan mitra pembangunan. Semoga
cita-cita Sulawesi Tengah untuk maju, mandiri dan berdaya saing dapat terwujud
diakhir-akhir periodisasi perencanaan 5 tahunan ini melalui membangun bersama
Sulawesi Tengah dari tahapan awal perencanaan yang sinergis dan terpadu.
*Kepala
Sub Bidang Perencanaan Ekonomi II BAPPEDA Prov. Sulteng