Minggu, 23 Agustus 2015

NILAI TUKAR PETANI (NTP) SULAWESI TENGAH NAIK KESEJAHTERAAN PETANI MENINGKAT

Oleh : Dr. Moh. Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si

Nilai tukar petani (NTP) merupakan salah satu indikator dari proxy kesejahteraan masyarakat yang memiliki profesi di bidang usaha pertanian.  NTP merupakan nilai perbandingan antara indeks harga yang diterima oleh petani (It) dengan indeks harga yang dibayar atau yang dikeluarkan oleh petani (Ib) yang dihitung dalam persen (%).  It adalah produksi dari hasil usaha-usaha sektor pertanian atau sub sektor pertanian yang dihasilkan oleh petani dan Ib adalah segala konsumsi Rumah Tangga Petani (RTP), Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM).
Apabila NTP lebih dari 100 maka dapat dikatakan petani mengalami surplus.  Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya atau pendapatan petani naik, lebih besar dari pengeluarannya.  Dan apabila NTP sama dengan 100, berarti petani mengalami impas, kenaikan atau penurunan harga produksinya sama dengan kenaikan atau penurunan harga barang konsumsi, pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.  Sedangkan jika NTP kurang dari 100 berarti petani mengalami defisit, kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya, pendapatan petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya.  NTP digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesejahteraan atau kemampuan daya beli petani dalam satu wilayah yang diukur pada 5 (lima) sub sektor pertanian yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan.

Gambaran Umum Kondisi NTP Sulawesi Tengah
NTP Sulawesi Tengah dari tahun 2008-2014 memberikan nilai yang fluktuatif tetapi mengalami peningkatan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir (gambar 01). 

 Gambar 01. Perkembangan NTP Sulawesi Tengah dan NTP Nasional Tahun 2012-2014, Sumber BPS, 2015

Pada grafik gambar 01 menunjukkan bahwa NTP Sulawesi Tengah semenjak tahun 2012 hingga tahun 2014 masih dibawah 100 tetapi mengalami peningkatan sebesar 102,18% pada tahun 2014 dan melebihi NTP secara nasional sebesar 102,03%.  Hal ini setelah dilakukan penyesuaian tahun dasar perhitungan yang sebelumnya menggunakan tahun dasar 2007 menjadi tahun dasar 2012.  Perhitungan di awali dari bulan Desember 2013 dan NTP Sulawesi Tengah mengalami kenaikan sebesar 4,72%.  Perbandingan antara NTP gabungan bulanan Sulawesi Tengah sepanjang tahun 2013 dengan tahun 2014 dapat dilihat pada gambar 02 yang memperlihatkan bahwa NTP gabungan bulanan Sulawesi Tengah sepanjang tahun 2014 telah meningkat dari tahun 2013 yaitu diatas 100 kecuali pada bulan Desember tahun 2014.

Gambar 02. Perkembangan NTP Gabungan Bulanan Sulawesi Tengah Tahun 2013-2014, Sumber : BPS, 2015

Perkembangan NTP gabungan Sulawesi Tengah pada Bulan Desember 2014 hingga Bulan April 2015 menunjukkan nilai yang relatif rendah.  Kondisi ini terjadi karena indeks yang diterima petani atau hasil produksi petani yang terjual cenderung lebih kecil dari indeks yang harus dibayarkan petani dalam memenuhi ongkos produksinya dan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.  Misalnya pada Bulan April 2015, Indeks Harga Yang Diterima Petani (It) turun sebesar 1,26%, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) naik sebesar 0,10% dan mengindikasikan bahwa petani mengalami defisit dalam usaha taninya. 
            Nilai tukar petani Sulawesi Tengah untuk sub sektor pertanian pada bulan April 2015 mengalami variasi dalam perubahannya baik peningkatan maupun penurunan. NTP tertinggi terjadi pada sub sektor hortikultura sebesar 107,25%, sedangkan NTP terendah terjadi pada sub sektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 88,35%. Selanjutnya NTP subsektor tanaman pangan sebesar 91,91%, NTP subsektor peternakan sebesar 106,39% dan subsektor perikanan sebesar 104,61%.  Dengan demikian untuk 3 sub sektor yaitu hortikultura, peternakan dan perikanan memberikan nilai lebih dari 100 yang berarti bahwa petani yang bergerak pada sektor-sektor tersebut mengalami surplus.
            Bagaimanakah dengan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Sulawesi Tengah? Ternyata NTUP memberikan nilai di atas 100 dan relatif lebih tinggi pada akhir Triwulan I yaitu sebesar 103,97% dan awal Triwulan II yaitu 102,08% di tahun 2015.  NTUP diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), tanpa memperhitungkan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga.  Dengan demikian NTUP menggambarkan bahwa tingkat pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga petani, termasuk peternak dan nelayan di Sulawesi Tengah berperan cukup signifikan dalam menurunkan besaran nilai tukar (Tabel 01).

Tabel 01. Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Menurut Sub Sektor dan Perkembangannya Maret-April 2015


Nilai NTUP yang lebih dari 100 mengindikasikan bahwa penggantian biaya produksi petani tercukupi dan petani memiliki keuntungan walaupun nilai keuntungan produksinya lebih rendah dari nilai yang harus dibayarkan petani untuk biaya konsumsi dan penambahan barang baru.  Sehingga jika dipertimbangkan nilai untuk penggantian biaya produksi tercukupi maka usaha petani dapat dilakukan berkesinambungan atau dapat menjadi tumpuan mata sumber mata pencaharian keluarga petani atau kemampuan daya tukar hasil produksi rumah tangga petani di Sulawesi Tengah masih lebih tinggi dibandingkan pengeluaran biaya selama proses produksinya.
            Banyaknya nilai yang harus dibayarkan oleh petani atau meningkatknya nilai Ib sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal pasar yang bersifat global.  Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya :
  1. Harga bahan-bahan pokok yang cenderung naik dan tidak stabil yang memicu tingginya tingkat inflasi;
  2. Rantai pemasaran produk yang panjang hingga ke tangan konsumen mengakibatkan terjadinya penambahan harga di setiap mata rantai pemasaran;
  3. Menurunnya tingkat pendapatan atau income perkapita masyarakat secara umum yang disertai dengan daya beli rendah; dan
  4. Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar mengakibatkan sebagian bahan-bahan baku produksi yang berasal dari impor naik.
Upaya Pemerintah Sulawesi Tengah

Pemerintah Sulawesi Tengah periode 2011-2016 telah berupaya untuk meningkatkan NTP semenjak tahun 2012,  dengan berkomitmen menambah anggaran belanja daerah setiap tahunnya untuk mendorong pembangunan sektor pertanian dalam arti luas.  Tahun 2012, alokasi anggaran untuk sub sektor yang tergabung dalam rumpun pertanian meningkat sekitar 200% di banding tahun 2011 demikian juga tahun 2013 dari alokasi anggaran tahun 2012 serta tahun 2015 yang meningkat sekitar 50% dari tahun 2014.  Walaupun dengan dukungan anggaran, peningkatan NTP Sulawesi Tengah masih sangat fluktuatif dan belum mencapai target-target tahunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dikarenakan faktor jumlah penduduk miskin yang masih tinggi terutama yang berasal dari kalangan petani ditambah faktor-faktor eksternal yang memberikan pengaruh luas terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
Capaian NTP Gabungan Sulawesi Tengah 2012-2015 belum memenuhi NTP yang diharapkan dalam RPJMD, tetapi NTP sub sektornya pada tahun 2014 seperti sub sektor hortikultura dan peternakan telah melebihi target RPJMD.  Capaian NTP sub sektor hortikultura sebesar 109,81% melebihi target RPJMD sebesar 105,68% dan sub sektor peternakan sebesar 107,75 melebihi target RPJMD sebesar 100,02.  Sedangkan NTP untuk sub sektor perikanan telah melebihi angka 100 yaitu sebesar 101,92 walaupun belum memenuhi target RPJMD sebesar 109,00.  Secara nasional NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Tengah menempati peringkat ke-21 Nasional dan peringkat ke-5 se-Sulawesi.

Analisa Indikator NTP
Indikator NTP dapat dianalisa secara nasional maupun regional (tingkat provinsi).  NTP nasional berasal dari agregasi NTP regional dan sub sektor serta komoditinya.  Selain dapat diketahui NTP nasional dan turunannya, dapat juga diketahui perbandingan tingkat kesejahteraan petani antar regional provinsi, perbandingan tingkat kesejahteraan antar sub sektor dan antar komoditinya.  Sehingga kemudian dikenal NTP menurut provinsi (NTP Aceh, NTP Jambi, NTP Sulawesi Utara dan seterusnya), NTP menurut sub sektor (NTP sub sektor tanaman pangan, NTP sub sektor hortikultura, NTP sub sektor perikanan dan seterusnya) serta NTP komoditas penyusun sub sektornya (NTP padi, NTP sayur-sayuran, NTP unggas dan seterusnya).
NTP dapat juga diperoleh dari masing-masing komponen seperti nilai tukar padi terhadap pupuk, nilai tukar sayuran terhadap sewa lahan, nilai tukar unggas terhadap upah dan seterusnya. Disamping sebagai komponen penyusun NTP, nilai tukar komponen penyusun NTP itu sendiri merupakan parameter penting kebijakan pembangunan pertanian.  Sebagai contoh, nilai tukar padi terhadap pupuk (NTPadi-Pupuk) yang didefinisikan sebagai rasio antara harga padi terhadap harga pupuk atau yang dikenal dengan Rumus Tani merupakan parameter yang digunakan dalam kebijakan pengelolaan harga pangan.  Penurunan NTPadi-Pupuk berarti penurunan daya beli padi terhadap pupuk.  Contoh lainnya, nilai tukar padi terhadap sandang yang merupakan rasio antara harga padi terhadap harga sandang menggambarkan perkembangan daya beli petani padi terhadap sandang.  Setiap nilai tukar komponen NTP dapat dipelajari pembentukan dan prilakunya dan metode ini yang menjadi keunggulan pada konsep NTP.
Konsep NTP dengan metode keunggulannya sebagai rasio harga antara yang diterima petani dan dibayar petani ternyata tidak dapat sepenuhnya menjadi satu-satunya indikator kesejahteraan petani karena perkembangan NTP selalu bertumpu pada perubahan harga (Indeks Laspeyres).  Pada pasar komoditas pertanian yang kompetitif, harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.  Kenaikan harga bisa saja terjadi karena adanya kekurangan pasokan dibanding permintaan.  Penurunan pasokan dapat terjadi karena penurunan produksi atau permintaan naik lebih tinggi dibandingkan penawaran (produksi).  Pada skala nasional atau regional, kenaikan harga produk justru menunjukkan adanya kelangkaan pasokan untuk mengimbangi permintaan dan mendorong terjadinya kenaikan inflasi.  Pada sisi lain, struktur tata niaga produk pertanian yang rumit menyebabkan kenaikan harga produk yang diterima petani tidak identik dengan peningkatan pendapatan petani.  Peningkatan harga produk pertanian yang berakibat NTP naik tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi yang diinginkan atau kenaikan NTP tidak berarti serta merta terjadi peningkatan pendapatan atau kesejahteraan petani.
Bagaimanapun, berdasarkan pertimbangan bahwa mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah hal yang sulit, maka NTP masih menjadi metode yang realistis.  Karena konsep NTP menggambarkan kemampuan daya beli petani ataupun daya tukar hasil produk pertanian terhadap komoditas lainnya dan menunjukkan apakah tingkat kehidupan petani lebih baik dari tingkat dasar yang digunakan (tahun dasar perhitungan 2012).  NTP tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya indikator untuk membandingkan tingkat kesejahteraan petani pada dua atau lebih wilayah yang berbeda.  Misalnya meskipun NTP provinsi A lebih rendah dari NTP provinsi B, tidak berarti bahwa petani di provinsi A lebih rendah tingkat kesejahteraannya dibandingkan dengan petani di provinsi B karena banyak faktor-faktor lainnya yang dapat dijadikan patokan untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu daerah.

Indikator Kesejahteraan Pelengkap NTP
            Beberapa metode tingkat kesejahteraan dalam suatu wilayah atau provinsi dapat menjadi pertimbangan selain metode NTP.  Misalnya untuk provinsi Sulawesi Tengah, tingkat kesejahteraan masyarakatnya termasuk petani dapat dikatakan terus mengalami peningkatan seiring dengan berkurangnya jumlah masyarakat miskin.  Pada tahun terakhir 2014, kemiskinan Sulawesi Tengah sebesar 13,61% atau berhasil diturunkan hingga sebesar 2,43%.  Penurunan angka kemiskinan ini, menjadikan Provinsi Sulawesi Tengah mendapatkan penghargaan terbaik kedua dalam Millenium Development Goals (MDG’s) Tahun 2015 sebagai salah satu daerah tercepat dalam upaya penurunan angka kemiskinan dan indeks kedalaman kemiskinan di Indonesia. 
            Selain penurunan angka kemiskinan, Provinsi Sulawesi Tengah juga telah berhasil dalam capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup yang dihitung melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM).  IPM dihitung berdasarkan data dari 3 komponen yaitu : (1) angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang mengukur capaian pembangunan di bidang pendidikan; (2) angka harapan hidup yang menggambarkan bidang kesehatan; dan (3) kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak.  IPM Sulawesi Tengah pada tahun 2013 sebesar 72,54 yang masuk kategori Menengah Atas dan menempati peringkat ke-3 se-Sulawesi.

Upaya Peningkatan NTP
            Nilai Tukar Petani Sulawesi Tengah perlu untuk dipertahankan pada nilai 100 atau lebih walaupun sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor eksternal dan internal yang telah dibahas diatas.  Oleh karena itu, perlu dirumuskan beberapa langkah-langkah upaya untuk peningkatan NTP di Sulawesi Tengah sebagai berikut :

  1. Meningkatkan produktivitas dan produksi hasil komoditi pertanian melalui dukungan sarana dan prasarana pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
  2. Menata rantai pemasaran produk (tata niaga) tingkat daerah dengan menciptakan sasaran pasar yang tepat.
  3. Mengatur dan menyesuaikan standar harga produk pertanian dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir.
  4. Memperlancar distribusi bahan-bahan penunjang produksi pertanian di tingkat daerah seperti: distribusi pupuk, pestisida, benih, pakan ternak dan ikan.
  5. Meningkatkan kapasitas petani, pekebun dan nelayan melalui pelatihan dan bimbingan usaha.
  6. Membentuk dan memaksimalkan fungsi lembaga penjamin mutu dan stock produksi pertanian untuk menghindari kelangkaan komoditi yang dapat memicu inflasi.
  7. Membentuk kelompok tani yang difasilitasi oleh pemerintah daerah untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani, kelompok tani dengan kelompok tani lainnya dan kelompok tani dengan pihak lainnya.
  8. Melakukan analisis kebutuhan usaha dan kebutuhan rumah tangga petani untuk menjadi rujukan kemampuan daya beli rumah tangga berdasarkan kemampuan produksi komoditi pertaniannya.
  9. Melatih dan membimbing penyuluh pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan yang handal dan berkualitas sebagai jaminan tersampaikannya ilmu dan teknologi pertanian kepada petani.
  10. Memfasilitasi penyediaan atau peminjaman modal usaha dengan pengembalian lunak bagi petani sebagai stimulan (rangsangan) peningkatan nilai produksi.

Peningkatan kesejahteraan petani bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah merupakan serangkaian upaya relevan untuk mendapat perhatian karena beberapa hal yaitu: (a) bahwa kehidupan yang sejahtera merupakan hak dari setiap anggota masyarakat, (b) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mendukung sepenuhnya pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) dan (c) kesejahteraan masyarakat menjadi agenda prioritas daerah yang men-support prioritas pembangunan nasional.  Dan akhirnya upaya-upaya peningkatan NTP ini hanya dapat dilakukan dengan baik dan efisien jika melibatkan seluruh peran stakeholder dan meningkatkan koordinasi serta komunikasi antar sektor, kementerian, lembaga, SKPD di Provinsi maupun kabupaten. Semoga NTP Sulawesi Tengah pada tahun-tahun mendatang dapat menjadi lebih baik dan kesejahteraan petani terus meningkat. 




KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN

Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...