Oleh : Dr. Moh. Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si
Nilai tukar
petani (NTP) merupakan salah satu indikator dari proxy kesejahteraan masyarakat
yang memiliki profesi di bidang usaha pertanian. NTP merupakan nilai perbandingan antara
indeks harga yang diterima oleh petani (It) dengan indeks harga yang dibayar
atau yang dikeluarkan oleh petani (Ib) yang dihitung dalam persen (%). It adalah produksi dari hasil usaha-usaha
sektor pertanian atau sub sektor pertanian yang dihasilkan oleh petani dan Ib
adalah segala konsumsi Rumah Tangga Petani (RTP), Biaya Produksi dan Penambahan
Barang Modal (BPPBM).
Apabila NTP
lebih dari 100 maka dapat dikatakan petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan
harga konsumsinya atau pendapatan petani naik, lebih besar dari
pengeluarannya. Dan apabila NTP sama
dengan 100, berarti petani mengalami impas, kenaikan atau penurunan harga
produksinya sama dengan kenaikan atau penurunan harga barang konsumsi, pendapatan
petani sama dengan pengeluarannya.
Sedangkan jika NTP kurang dari 100 berarti petani mengalami defisit,
kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga
barang konsumsinya, pendapatan petani turun dan lebih kecil dari
pengeluarannya. NTP digunakan sebagai
instrumen untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesejahteraan atau kemampuan
daya beli petani dalam satu wilayah yang diukur pada 5 (lima) sub sektor
pertanian yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan dan
perikanan.
Gambaran Umum Kondisi NTP Sulawesi Tengah
NTP Sulawesi
Tengah dari tahun 2008-2014 memberikan nilai yang fluktuatif tetapi mengalami
peningkatan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir (gambar 01).
Gambar 01. Perkembangan NTP Sulawesi Tengah dan NTP Nasional Tahun 2012-2014, Sumber BPS, 2015
Pada grafik
gambar 01 menunjukkan bahwa NTP Sulawesi Tengah semenjak tahun 2012 hingga tahun
2014 masih dibawah 100 tetapi mengalami peningkatan sebesar 102,18% pada tahun
2014 dan melebihi NTP secara nasional sebesar 102,03%. Hal ini setelah dilakukan penyesuaian tahun
dasar perhitungan yang sebelumnya menggunakan tahun dasar 2007 menjadi tahun
dasar 2012. Perhitungan di awali dari bulan
Desember 2013 dan NTP Sulawesi Tengah mengalami kenaikan sebesar 4,72%. Perbandingan antara NTP gabungan bulanan
Sulawesi Tengah sepanjang tahun 2013 dengan tahun 2014 dapat dilihat pada
gambar 02 yang memperlihatkan bahwa NTP gabungan bulanan Sulawesi Tengah
sepanjang tahun 2014 telah meningkat dari tahun 2013 yaitu diatas 100 kecuali
pada bulan Desember tahun 2014.
Gambar 02. Perkembangan NTP Gabungan Bulanan Sulawesi Tengah Tahun 2013-2014, Sumber : BPS, 2015
Perkembangan NTP gabungan
Sulawesi Tengah pada Bulan Desember 2014 hingga Bulan April 2015 menunjukkan
nilai yang relatif rendah. Kondisi ini terjadi
karena indeks yang diterima petani atau hasil produksi petani yang terjual
cenderung lebih kecil dari indeks yang harus dibayarkan petani dalam memenuhi
ongkos produksinya dan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Misalnya pada Bulan April 2015, Indeks Harga
Yang Diterima Petani (It) turun sebesar 1,26%, sedangkan Indeks Harga yang
Dibayar Petani (Ib) naik sebesar 0,10% dan mengindikasikan bahwa petani
mengalami defisit dalam usaha taninya.
Nilai tukar petani Sulawesi Tengah untuk sub sektor
pertanian pada bulan April 2015 mengalami variasi dalam perubahannya baik
peningkatan maupun penurunan. NTP tertinggi terjadi pada sub sektor
hortikultura sebesar 107,25%, sedangkan NTP terendah terjadi pada sub sektor
tanaman perkebunan rakyat sebesar 88,35%. Selanjutnya NTP subsektor tanaman
pangan sebesar 91,91%, NTP subsektor peternakan sebesar 106,39% dan subsektor
perikanan sebesar 104,61%. Dengan demikian
untuk 3 sub sektor yaitu hortikultura, peternakan dan perikanan memberikan
nilai lebih dari 100 yang berarti bahwa petani yang bergerak pada sektor-sektor
tersebut mengalami surplus.
Bagaimanakah dengan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga
Pertanian (NTUP) Sulawesi Tengah? Ternyata NTUP memberikan nilai di atas 100
dan relatif lebih tinggi pada akhir Triwulan I yaitu sebesar 103,97% dan awal
Triwulan II yaitu 102,08% di tahun 2015.
NTUP diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima
petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), tanpa
memperhitungkan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga. Dengan demikian NTUP menggambarkan bahwa
tingkat pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga petani, termasuk peternak dan
nelayan di Sulawesi Tengah berperan cukup signifikan dalam menurunkan besaran
nilai tukar (Tabel 01).
Tabel 01. Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Menurut Sub Sektor dan Perkembangannya Maret-April 2015
Tabel 01. Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) Menurut Sub Sektor dan Perkembangannya Maret-April 2015
Nilai NTUP yang lebih dari 100
mengindikasikan bahwa penggantian biaya produksi petani tercukupi dan petani
memiliki keuntungan walaupun nilai keuntungan produksinya lebih rendah dari
nilai yang harus dibayarkan petani untuk biaya konsumsi dan penambahan barang
baru. Sehingga jika dipertimbangkan
nilai untuk penggantian biaya produksi tercukupi maka usaha petani dapat
dilakukan berkesinambungan atau dapat menjadi tumpuan mata sumber mata
pencaharian keluarga petani atau kemampuan daya tukar hasil produksi rumah
tangga petani di Sulawesi Tengah masih lebih tinggi dibandingkan pengeluaran
biaya selama proses produksinya.
Banyaknya nilai yang harus dibayarkan oleh petani atau
meningkatknya nilai Ib sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal pasar
yang bersifat global. Faktor-faktor
eksternal tersebut diantaranya :
- Harga bahan-bahan pokok yang cenderung naik dan tidak stabil yang memicu tingginya tingkat inflasi;
- Rantai pemasaran produk yang panjang hingga ke tangan konsumen mengakibatkan terjadinya penambahan harga di setiap mata rantai pemasaran;
- Menurunnya tingkat pendapatan atau income perkapita masyarakat secara umum yang disertai dengan daya beli rendah; dan
- Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar mengakibatkan sebagian bahan-bahan baku produksi yang berasal dari impor naik.
Upaya Pemerintah Sulawesi Tengah
Pemerintah
Sulawesi Tengah periode 2011-2016 telah berupaya untuk meningkatkan NTP
semenjak tahun 2012, dengan berkomitmen menambah
anggaran belanja daerah setiap tahunnya untuk mendorong pembangunan sektor
pertanian dalam arti luas. Tahun 2012,
alokasi anggaran untuk sub sektor yang tergabung dalam rumpun pertanian
meningkat sekitar 200% di banding tahun 2011 demikian juga tahun 2013 dari
alokasi anggaran tahun 2012 serta tahun 2015 yang meningkat sekitar 50% dari
tahun 2014. Walaupun dengan dukungan
anggaran, peningkatan NTP Sulawesi Tengah masih sangat fluktuatif dan belum
mencapai target-target tahunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD), dikarenakan faktor jumlah penduduk miskin yang masih tinggi terutama
yang berasal dari kalangan petani ditambah faktor-faktor eksternal yang
memberikan pengaruh luas terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
Capaian NTP
Gabungan Sulawesi Tengah 2012-2015 belum memenuhi NTP yang diharapkan dalam
RPJMD, tetapi NTP sub sektornya pada tahun 2014 seperti sub sektor hortikultura
dan peternakan telah melebihi target RPJMD.
Capaian NTP sub sektor hortikultura sebesar 109,81% melebihi target
RPJMD sebesar 105,68% dan sub sektor peternakan sebesar 107,75 melebihi target
RPJMD sebesar 100,02. Sedangkan NTP untuk
sub sektor perikanan telah melebihi angka 100 yaitu sebesar 101,92 walaupun
belum memenuhi target RPJMD sebesar 109,00.
Secara nasional NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Tengah menempati
peringkat ke-21 Nasional dan peringkat ke-5 se-Sulawesi.
Analisa Indikator NTP
Indikator
NTP dapat dianalisa secara nasional maupun regional (tingkat provinsi). NTP nasional berasal dari agregasi NTP
regional dan sub sektor serta komoditinya.
Selain dapat diketahui NTP nasional dan turunannya, dapat juga diketahui
perbandingan tingkat kesejahteraan petani antar regional provinsi, perbandingan
tingkat kesejahteraan antar sub sektor dan antar komoditinya. Sehingga kemudian dikenal NTP menurut
provinsi (NTP Aceh, NTP Jambi, NTP Sulawesi Utara dan seterusnya), NTP menurut
sub sektor (NTP sub sektor tanaman pangan, NTP sub sektor hortikultura, NTP sub
sektor perikanan dan seterusnya) serta NTP komoditas penyusun sub sektornya
(NTP padi, NTP sayur-sayuran, NTP unggas dan seterusnya).
NTP dapat
juga diperoleh dari masing-masing komponen seperti nilai tukar padi terhadap
pupuk, nilai tukar sayuran terhadap sewa lahan, nilai tukar unggas terhadap
upah dan seterusnya. Disamping sebagai komponen penyusun NTP, nilai tukar
komponen penyusun NTP itu sendiri merupakan parameter penting kebijakan
pembangunan pertanian. Sebagai contoh,
nilai tukar padi terhadap pupuk (NTPadi-Pupuk) yang didefinisikan sebagai rasio
antara harga padi terhadap harga pupuk atau yang dikenal dengan Rumus Tani merupakan parameter yang
digunakan dalam kebijakan pengelolaan harga pangan. Penurunan NTPadi-Pupuk berarti penurunan daya
beli padi terhadap pupuk. Contoh
lainnya, nilai tukar padi terhadap sandang yang merupakan rasio antara harga
padi terhadap harga sandang menggambarkan perkembangan daya beli petani padi
terhadap sandang. Setiap nilai tukar
komponen NTP dapat dipelajari pembentukan dan prilakunya dan metode ini yang
menjadi keunggulan pada konsep NTP.
Konsep NTP
dengan metode keunggulannya sebagai rasio harga antara yang diterima petani dan
dibayar petani ternyata tidak dapat sepenuhnya menjadi satu-satunya indikator
kesejahteraan petani karena perkembangan NTP selalu bertumpu pada perubahan
harga (Indeks Laspeyres). Pada pasar komoditas pertanian yang
kompetitif, harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Kenaikan harga bisa saja terjadi karena
adanya kekurangan pasokan dibanding permintaan.
Penurunan pasokan dapat terjadi karena penurunan produksi atau
permintaan naik lebih tinggi dibandingkan penawaran (produksi). Pada skala nasional atau regional, kenaikan
harga produk justru menunjukkan adanya kelangkaan pasokan untuk mengimbangi
permintaan dan mendorong terjadinya kenaikan inflasi. Pada sisi lain, struktur tata niaga produk
pertanian yang rumit menyebabkan kenaikan harga produk yang diterima petani
tidak identik dengan peningkatan pendapatan petani. Peningkatan harga produk pertanian yang
berakibat NTP naik tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi yang diinginkan atau
kenaikan NTP tidak berarti serta merta terjadi peningkatan pendapatan atau
kesejahteraan petani.
Bagaimanapun,
berdasarkan pertimbangan bahwa mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah hal
yang sulit, maka NTP masih menjadi metode yang realistis. Karena konsep NTP menggambarkan kemampuan
daya beli petani ataupun daya tukar hasil produk pertanian terhadap komoditas
lainnya dan menunjukkan apakah tingkat kehidupan petani lebih baik dari tingkat
dasar yang digunakan (tahun dasar perhitungan 2012). NTP tidak dapat digunakan sebagai
satu-satunya indikator untuk membandingkan tingkat kesejahteraan petani pada
dua atau lebih wilayah yang berbeda.
Misalnya meskipun NTP provinsi A lebih rendah dari NTP provinsi B, tidak
berarti bahwa petani di provinsi A lebih rendah tingkat kesejahteraannya
dibandingkan dengan petani di provinsi B karena banyak faktor-faktor lainnya
yang dapat dijadikan patokan untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu daerah.
Indikator Kesejahteraan Pelengkap NTP
Beberapa metode tingkat kesejahteraan dalam suatu wilayah
atau provinsi dapat menjadi pertimbangan selain metode NTP. Misalnya untuk provinsi Sulawesi Tengah, tingkat
kesejahteraan masyarakatnya termasuk petani dapat dikatakan terus mengalami
peningkatan seiring dengan berkurangnya jumlah masyarakat miskin. Pada tahun terakhir 2014, kemiskinan Sulawesi
Tengah sebesar 13,61% atau berhasil diturunkan hingga sebesar 2,43%. Penurunan angka kemiskinan ini, menjadikan
Provinsi Sulawesi Tengah mendapatkan penghargaan terbaik kedua dalam Millenium
Development Goals (MDG’s) Tahun 2015 sebagai salah satu daerah tercepat dalam
upaya penurunan angka kemiskinan dan indeks kedalaman kemiskinan di Indonesia.
Selain
penurunan angka kemiskinan, Provinsi Sulawesi Tengah juga telah berhasil dalam
capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup
yang dihitung melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM dihitung berdasarkan data dari 3 komponen
yaitu : (1) angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang mengukur capaian
pembangunan di bidang pendidikan; (2) angka harapan hidup yang menggambarkan
bidang kesehatan; dan (3) kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah
kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita
sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup
layak. IPM Sulawesi Tengah pada tahun
2013 sebesar 72,54 yang masuk kategori Menengah
Atas dan menempati peringkat ke-3 se-Sulawesi.
Upaya Peningkatan NTP
Nilai Tukar Petani Sulawesi Tengah perlu untuk
dipertahankan pada nilai 100 atau lebih walaupun sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor-faktor eksternal dan internal yang telah dibahas diatas. Oleh karena itu, perlu dirumuskan beberapa langkah-langkah
upaya untuk peningkatan NTP di Sulawesi Tengah sebagai berikut :
- Meningkatkan produktivitas dan produksi hasil komoditi pertanian melalui dukungan sarana dan prasarana pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
- Menata rantai pemasaran produk (tata niaga) tingkat daerah dengan menciptakan sasaran pasar yang tepat.
- Mengatur dan menyesuaikan standar harga produk pertanian dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir.
- Memperlancar distribusi bahan-bahan penunjang produksi pertanian di tingkat daerah seperti: distribusi pupuk, pestisida, benih, pakan ternak dan ikan.
- Meningkatkan kapasitas petani, pekebun dan nelayan melalui pelatihan dan bimbingan usaha.
- Membentuk dan memaksimalkan fungsi lembaga penjamin mutu dan stock produksi pertanian untuk menghindari kelangkaan komoditi yang dapat memicu inflasi.
- Membentuk kelompok tani yang difasilitasi oleh pemerintah daerah untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani, kelompok tani dengan kelompok tani lainnya dan kelompok tani dengan pihak lainnya.
- Melakukan analisis kebutuhan usaha dan kebutuhan rumah tangga petani untuk menjadi rujukan kemampuan daya beli rumah tangga berdasarkan kemampuan produksi komoditi pertaniannya.
- Melatih dan membimbing penyuluh pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan yang handal dan berkualitas sebagai jaminan tersampaikannya ilmu dan teknologi pertanian kepada petani.
- Memfasilitasi penyediaan atau peminjaman modal usaha dengan pengembalian lunak bagi petani sebagai stimulan (rangsangan) peningkatan nilai produksi.
Peningkatan
kesejahteraan petani bagi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah merupakan
serangkaian upaya relevan untuk mendapat perhatian karena beberapa hal yaitu:
(a) bahwa kehidupan yang sejahtera merupakan hak dari setiap anggota
masyarakat, (b) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah mendukung sepenuhnya
pencapaian Millennium Development Goals
(MDGs) dan (c) kesejahteraan masyarakat menjadi agenda prioritas daerah yang
men-support prioritas pembangunan
nasional. Dan akhirnya upaya-upaya peningkatan
NTP ini hanya dapat dilakukan dengan baik dan efisien jika melibatkan seluruh
peran stakeholder dan meningkatkan koordinasi serta komunikasi antar sektor,
kementerian, lembaga, SKPD di Provinsi maupun kabupaten. Semoga NTP Sulawesi
Tengah pada tahun-tahun mendatang dapat menjadi lebih baik dan kesejahteraan
petani terus meningkat.