Selasa, 03 Januari 2017

ANDIL SEKTOR PERTANIAN, KELAUTAN DAN PERIKANAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

Oleh. Dr. Moh. Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si*


Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tengah pada semester I tahun 2016, mencapai 2 digit yaitu 14,38 persen.  Angka ini menjadikan Sulawesi Tengah sebagai daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Indonesia atau satu-satunya daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah diatas 10%.  Peringkat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah diatas Nusa Tenggara Barat (9,97 persen) dan Sulawesi Selatan (7,75 persen), sedangkan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 5,04 persen (BPS, 2016).  Peningkatan pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa kapasitas produksi suatu perekonomian daerah lebih besar dengan jumlah pendapatan daerah meningkat dan menjadi indikasi bahwa kinerja pembangunan daerah semakin baik.
Sektor ekonomi terbesar yang memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yaitu berasal dari sektor pertambangan dan penggalian dengan kisaran kontribusi antara 25 persen hingga 30 persen per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,73 persen (sumber pertumbuhan tahun 2015).  Angka 2,73 persen adalah yang tertinggi dibandingkan sektor ekonomi lainnya walaupun sektor pertambangan dan penggalian pernah mengalami konstraksi pertumbuhan negatif pada tahun 2014 sebagai konsekuensi dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambagan Mineral dan Batubara (Minerba).  Jika faktor-faktor pertumbuhan ekonomi terdiri atas kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, modal, kondisi sosial dan budaya, daya saing sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya alam (SDA), maka faktor peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah lebih dipengaruhi oleh faktor sumberdaya alam bawaan (resources endowment) yang melimpah diantaranya sumberdaya hasil tambang dan mineral. 
Pertimbangan yang kemudian muncul, apakah angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dipertahankan secara berkesinambungan sehubungan dengan andil sektor ekonomi terbesar berasal dari pengelolaan sumberdaya alam non hayati yang bersifat habis.  Maka perlu dipikirkan selanjutnya bahwa sektor-sektor pertanian, pertanian, kelautan dan perikanan yang berbasis sumberdaya hayati dengan potensi yang juga berlimpah dapat menjadi sektor unggulan untuk meningkatkan andil terhadap laju pertumbuhan ekonomi.  Sebenarnya pada tahun-tahun yang lalu seperti pada tahun 2011 untuk daerah Sulawesi Tengah andil sektor-sektor pertanian, perikanan dan kelautan cukup tinggi, pada saat pertumbuhan ekonomi berkisar 7 persen- 7,5 persen, sektor pertanian, perikanan dan kelautan adalah penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB (harga konstan 2000) yaitu rata-rata 42 persen disusul sektor jasa-jasa sebesar 16 persen dan sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 13 persen.
Pertumbuhan positif sektor pertambangan dan mineral menyebabkan terjadinya perubahan pada struktur ekonomi daerah.  Sektor lainnya dapat dianggap menjadi tidak menarik, karena pertambangan dan mineral dianggap lebih menjanjikan.  Tenaga kerja yang semula berada pada sektor lain akan beralih ke sektor pertambangan dan mineral termasuk beralihnya para tenaga kerja sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.  Perubahan komposisi tenaga kerja akan menyebabkan terjadinya pergeseran pertumbuhan sektor produksi dan secara bersamaan mempengaruhi pembentukan PDRB dan selanjutnya memberikan perubahan pada struktur ekonomi, dimana salah satu sektor akan menggeser posisi sektor lainnya atau proses pergeseran pertumbuhan sektor produksi yang semula mengandalkan sektor primer menuju sektor sekunder (transformasi struktural).
Hal menarik yang dapat kita perhatikan bahwa distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha Sulawesi Tengah berkisar antara 33 persen hingga 35 persen (BPS, 2015). Distribusi menunjukkan bahwa sektor pertanian, kehutanan dan perikanan adalah yang tertinggi diantara sektor-sektor lainnya seperti pertambangan dan penggalian yang hanya 9 persen hingga 10 persen.  Nilai PDRB yang tinggi mengindikasikan bahwa jenis produksi lebih banyak dan jumlah produksi (output) yang dihasilkan lebih beragam dan dikerjakan oleh banyak tenaga kerja. Tetapi mengapa kemudian andil terhadap pertumbuhan ekonomi masih rendah.  Permasalahan yang ditemukan terletak pada rendahnya kualitas produk yang dihasilkan atau nilai daya saing (competitiveness) masih rendah.  Untuk itu, peningkatan daya saing produk dapat dilakukan melalui upaya-upaya penambahan nilai tambah (add value) pada produk yang akan dihasilkan.
Berfokus pada penambahan nilai tambah produk yang dihasilkan harus berorientasi pada aspek nilai jual atau harga produk.  Yang berarti seberapa besar nilai harga produk yang akan dijual atau dinilai oleh pasar. Semakin besar nilai harga produk maka semakin tinggi pula nilai daya saing produk.  Daya saing produk tergambarkan pada peningkatan nilai ekspor daerah baik secara kuantitas maupun kualitas.  Menurut data BPS Sulteng (2016), pada Bulan September total ekspor Sulawesi Tengah senilai US$ 165,58 juta dengan peningkatan sebesar US$ 16,15 juta atau 10,81 persen dibandingkan bulan sebelumnya dimana kontribusi terbesar terhadap ekspor berasal dari besi dan baja senilai US$ 90,14 juta atau 54,44 persen dari total ekspor.  Selanjutnya perdagangan ekspor berasal dari produk-produk pertanian seperti udang, ikan, buah-buahan, getah, damar dan kakao.  Jika dilihat dari per subsektor pertanian, maka produk ekspor masih mengalami kendala dalam hal meningkatkan produktivitas dan nilai tambah.  Misalnya untuk sub sektor perikanan memberikan sumbangan nilai ekspor masih sebesar 0,87 persen dari total ekspor, meskipun wilayah Sulawesi Tengah memiliki potensi perikanan dan kelautan tetapi masih mengalami kendala dalam meningkatkan produktivitas dan nilai tambahnya.  Produk perikanan yang diekspor lebih banyak dalam bentuk segar beku tanpa melalui perlakuan tambahan, seperti pengolahan lanjutan dalam bentuk lainnya yang dapat memberikan nilai tambah harga.  Produk ekspor dalam bentuk mentah memiliki nilai yang lebih rendah dari hasil olahan, selain itu selama proses pengangkutan atau distribusinya apabila tidak ditangani dengan baik maka akan menyebabkan susutnya fisik produk dan menurunkan nilai harganya.  Upaya peningkatan nilai tambah produk akan mendorong tumbuhnya industri yang dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak (agro industry).  Komoditas udang, ikan, coklat, kelapa sawit dan cengkeh dapat menjadi komoditas strategis Sulawesi Tengah yang juga dapat menjadi andalan produk ekspor.
Produk pertanian yang bernilai tambah yaitu pertambahan nilai suatu komoditas pertanian karena mengalami proses penanganan, pengolahan, pengawetan, pengemasan dengan mengubah atau tidak mengubah bentuk asli mentahnya dalam suatu sistem produksi.  Nilai tambah komoditas pertanian yang semakin tinggi akan memberikan andil bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan usaha, peningkatan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat.  Oleh karena itu, kebijakan peningkatan nilai tambah dan harga produk sebaiknya dimulai dari proses hulu hingga hilir atau mulai proses pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pra panen, pasca panen, pemasaran hingga konsumen.  Tetapi sasaran dari kebijakan lebih berfokus pada proses pasca panen yaitu saat pengolahan dan pemasaran dengan menempuh beberapa strategi yaitu : (i) strategi pengembangan kelembagaan yaitu menstimulus dan memfasilitasi berkembangnya unit-unit pengolahan produk-produk pangan pertanian yang dimulai dari skala rumah tangga (home industry) hingga skala yang lebih besar dalam bentuk industrial; (ii) strategi peningkatan SDM melalui pelatihan dan pendidikan kepada para pelaku pengolah produk pertanian tentang manajemen usaha pengolahan dan pengelolaan keuangan; (iii) Aspek pengolahan dan pemasaran ditempuh dengan upaya mengubah bentuk mentah produk menjadi bentuk setengah jadi atau bentuk jadi serta memperpendek rantai pemasaran produk dari produsen ke konsumen; (iv) mengurangi impor bahan-bahan produk pertanian dan meningkatkan ekspor produk-produk pertanian.  Strategi dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan terdefinisikan dalam program dan kegiatan seperti penerapan manajemen mutu produk, pembangunan unit-unit pengolahan di tingkat Gapoktan, kelompok nelayan dan petani budidaya, penguatan modal masyarakat, Alsintan yang menyentuh kebutuhan masyarakat, peningkatan sistem informasi dan promosi hasil-hasil pertanian dan pengembangan industri rakyat berbasis produk-produk pertanian.
Keseluruhan kegiatan adalah proses pembangunan agribisnis pertanian dan kelautan yang semoga dapat meningkatkan kompetensi daya saing, andil terhadap pertumbuhan ekonomi dan memberikan dampak terhadap kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
*Ka.Subbid Ekonomi I Bappeda Prov. Sulteng

KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN

Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...