Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi
Tengah pada semester I tahun 2016, mencapai 2 digit yaitu 14,38 persen. Angka ini menjadikan Sulawesi Tengah sebagai
daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Indonesia atau
satu-satunya daerah dengan pertumbuhan ekonomi daerah diatas 10%. Peringkat pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah diatas Nusa Tenggara Barat
(9,97 persen) dan Sulawesi Selatan (7,75 persen), sedangkan tingkat pertumbuhan
ekonomi Indonesia berada pada kisaran 5,04 persen (BPS, 2016). Peningkatan pertumbuhan ekonomi menunjukkan
bahwa kapasitas produksi suatu perekonomian daerah lebih besar dengan jumlah
pendapatan daerah meningkat dan menjadi indikasi bahwa kinerja pembangunan
daerah semakin baik.
Sektor ekonomi terbesar yang
memberikan andil terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yaitu berasal
dari sektor pertambangan dan penggalian dengan kisaran kontribusi antara 25
persen hingga 30 persen per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 2,73
persen (sumber pertumbuhan tahun 2015).
Angka 2,73 persen adalah yang tertinggi dibandingkan sektor ekonomi
lainnya walaupun sektor pertambangan dan penggalian pernah mengalami konstraksi
pertumbuhan negatif pada tahun 2014 sebagai konsekuensi dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Pertambagan Mineral dan Batubara (Minerba).
Jika faktor-faktor pertumbuhan ekonomi terdiri atas kemampuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, modal, kondisi sosial dan budaya, daya saing
sumberdaya manusia (SDM) dan sumberdaya alam (SDA), maka faktor peningkatan
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah lebih dipengaruhi oleh faktor sumberdaya
alam bawaan (resources endowment) yang
melimpah diantaranya sumberdaya hasil tambang dan mineral.
Pertimbangan yang kemudian
muncul, apakah angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dipertahankan secara
berkesinambungan sehubungan dengan andil sektor ekonomi terbesar berasal dari
pengelolaan sumberdaya alam non hayati yang bersifat habis. Maka perlu dipikirkan selanjutnya bahwa
sektor-sektor pertanian, pertanian, kelautan dan perikanan yang berbasis
sumberdaya hayati dengan potensi yang juga berlimpah dapat menjadi sektor
unggulan untuk meningkatkan andil terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Sebenarnya pada tahun-tahun yang lalu seperti
pada tahun 2011 untuk daerah Sulawesi Tengah andil sektor-sektor pertanian,
perikanan dan kelautan cukup tinggi, pada saat pertumbuhan ekonomi berkisar 7
persen- 7,5 persen, sektor pertanian, perikanan dan kelautan adalah penyumbang
terbesar terhadap pembentukan PDRB (harga konstan 2000) yaitu rata-rata 42
persen disusul sektor jasa-jasa sebesar 16 persen dan sektor perdagangan,
restoran dan hotel sebesar 13 persen.
Pertumbuhan positif sektor
pertambangan dan mineral menyebabkan terjadinya perubahan pada struktur ekonomi
daerah. Sektor lainnya dapat dianggap menjadi
tidak menarik, karena pertambangan dan mineral dianggap lebih menjanjikan. Tenaga kerja yang semula berada pada sektor
lain akan beralih ke sektor pertambangan dan mineral termasuk beralihnya para
tenaga kerja sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. Perubahan komposisi tenaga kerja akan
menyebabkan terjadinya pergeseran pertumbuhan sektor produksi dan secara
bersamaan mempengaruhi pembentukan PDRB dan selanjutnya memberikan perubahan
pada struktur ekonomi, dimana salah satu sektor akan menggeser posisi sektor
lainnya atau proses pergeseran pertumbuhan sektor produksi yang semula
mengandalkan sektor primer menuju sektor sekunder (transformasi struktural).
Hal menarik yang dapat kita
perhatikan bahwa distribusi PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan
usaha Sulawesi Tengah berkisar antara 33 persen hingga 35 persen (BPS, 2015).
Distribusi menunjukkan bahwa sektor pertanian, kehutanan dan perikanan adalah
yang tertinggi diantara sektor-sektor lainnya seperti pertambangan dan
penggalian yang hanya 9 persen hingga 10 persen. Nilai PDRB yang tinggi mengindikasikan bahwa
jenis produksi lebih banyak dan jumlah produksi (output) yang dihasilkan lebih
beragam dan dikerjakan oleh banyak tenaga kerja. Tetapi mengapa kemudian andil
terhadap pertumbuhan ekonomi masih rendah.
Permasalahan yang ditemukan terletak pada rendahnya kualitas produk yang
dihasilkan atau nilai daya saing (competitiveness)
masih rendah. Untuk itu, peningkatan
daya saing produk dapat dilakukan melalui upaya-upaya penambahan nilai tambah (add value) pada produk yang akan
dihasilkan.
Berfokus pada penambahan
nilai tambah produk yang dihasilkan harus berorientasi pada aspek nilai jual
atau harga produk. Yang berarti seberapa
besar nilai harga produk yang akan dijual atau dinilai oleh pasar. Semakin
besar nilai harga produk maka semakin tinggi pula nilai daya saing produk. Daya saing produk tergambarkan pada
peningkatan nilai ekspor daerah baik secara kuantitas maupun kualitas. Menurut data BPS Sulteng (2016), pada Bulan
September total ekspor Sulawesi Tengah senilai US$ 165,58 juta dengan
peningkatan sebesar US$ 16,15 juta atau 10,81 persen dibandingkan bulan
sebelumnya dimana kontribusi terbesar terhadap ekspor berasal dari besi dan baja
senilai US$ 90,14 juta atau 54,44 persen dari total ekspor. Selanjutnya perdagangan ekspor berasal dari
produk-produk pertanian seperti udang, ikan, buah-buahan, getah, damar dan
kakao. Jika dilihat dari per subsektor
pertanian, maka produk ekspor masih mengalami kendala dalam hal meningkatkan
produktivitas dan nilai tambah. Misalnya
untuk sub sektor perikanan memberikan sumbangan nilai ekspor masih sebesar 0,87
persen dari total ekspor, meskipun wilayah Sulawesi Tengah memiliki potensi
perikanan dan kelautan tetapi masih mengalami kendala dalam meningkatkan
produktivitas dan nilai tambahnya.
Produk perikanan yang diekspor lebih banyak dalam bentuk segar beku
tanpa melalui perlakuan tambahan, seperti pengolahan lanjutan dalam bentuk lainnya
yang dapat memberikan nilai tambah harga.
Produk ekspor dalam bentuk mentah memiliki nilai yang lebih rendah dari
hasil olahan, selain itu selama proses pengangkutan atau distribusinya apabila
tidak ditangani dengan baik maka akan menyebabkan susutnya fisik produk dan
menurunkan nilai harganya. Upaya
peningkatan nilai tambah produk akan mendorong tumbuhnya industri yang dapat
menyerap tenaga kerja lebih banyak (agro industry).
Komoditas udang, ikan, coklat, kelapa sawit dan cengkeh dapat menjadi
komoditas strategis Sulawesi Tengah yang juga dapat menjadi andalan produk
ekspor.
Produk pertanian yang
bernilai tambah yaitu pertambahan nilai suatu komoditas pertanian karena mengalami
proses penanganan, pengolahan, pengawetan, pengemasan dengan mengubah atau
tidak mengubah bentuk asli mentahnya dalam suatu sistem produksi. Nilai tambah komoditas pertanian yang semakin
tinggi akan memberikan andil bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui
penciptaan lapangan usaha, peningkatan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan
peningkatan nilai tambah dan harga produk sebaiknya dimulai dari proses hulu
hingga hilir atau mulai proses pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pra panen,
pasca panen, pemasaran hingga konsumen.
Tetapi sasaran dari kebijakan lebih berfokus pada proses pasca panen
yaitu saat pengolahan dan pemasaran dengan menempuh beberapa strategi yaitu :
(i) strategi pengembangan kelembagaan yaitu menstimulus dan memfasilitasi berkembangnya
unit-unit pengolahan produk-produk pangan pertanian yang dimulai dari skala
rumah tangga (home industry) hingga skala yang lebih besar dalam bentuk
industrial; (ii) strategi peningkatan SDM melalui pelatihan dan pendidikan
kepada para pelaku pengolah produk pertanian tentang manajemen usaha pengolahan
dan pengelolaan keuangan; (iii) Aspek pengolahan dan pemasaran ditempuh dengan
upaya mengubah bentuk mentah produk menjadi bentuk setengah jadi atau bentuk
jadi serta memperpendek rantai pemasaran produk dari produsen ke konsumen; (iv)
mengurangi impor bahan-bahan produk pertanian dan meningkatkan ekspor
produk-produk pertanian. Strategi
dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan terdefinisikan dalam program
dan kegiatan seperti penerapan manajemen mutu produk, pembangunan unit-unit
pengolahan di tingkat Gapoktan, kelompok nelayan dan petani budidaya, penguatan
modal masyarakat, Alsintan yang menyentuh kebutuhan masyarakat, peningkatan
sistem informasi dan promosi hasil-hasil pertanian dan pengembangan industri
rakyat berbasis produk-produk pertanian.
Keseluruhan kegiatan adalah
proses pembangunan agribisnis pertanian dan kelautan yang semoga dapat
meningkatkan kompetensi daya saing, andil terhadap pertumbuhan ekonomi dan
memberikan dampak terhadap kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
*Ka.Subbid Ekonomi I
Bappeda Prov. Sulteng