Oleh. DR. Moh.
Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si*
Sesuai dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 bahwa
untuk menuju sasaran jangka panjang dan tujuan hakiki dalam membangun Indonesia
pada 5 (lima) tahun kedepan perlu memprioritaskan upaya mencapai kedaulatan
pada 3 (tiga) sektor unggulan yaitu pangan,
kecukupan energi dan pengelolaan sumber daya maritim dan kelautan. Permasalahan mendasar dari perekonomian bangsa
didasarkan pada belum terselesaikannya persoalan kemiskinan, kesenjangan
sosial, kesenjangan antar wilayah, kerusakan lingkungan hidup akibat
eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan ketergantungan dalam hal
pangan, energi, keuangan dan teknologi.
Permasalahan
pangan masuk dalam salah satu agenda nasional yang harus diselesaikan dan
tentunya diikuti dan didukung oleh daerah untuk melaksanakan program-program
ketahanan pangan dalam upaya menghindarkan penyediaan pangan yang mengandalkan
impor. Bonus demografi yang akan dialami
oleh Indonesia akan meningkatkan tekanan pada kebutuhan pangan. Diproyeksikan penduduk Indonesia pada tahun
2035 akan mencapai 305,6 juta jiwa atau meningkat sebesar 28,6% (Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035,
Bappenas-BPS-UNPF, 2013). Kondisi ini
harus didukung dengan kebijakan pangan yang tepat untuk menghindarkan
ketergantungan pangan dari Negara lain.
Upaya mencapai
swasembada pangan berkelanjutan telah dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah
daerah seperti diantaranya program peningkatan Upaya Khusus (UPSUS) terdiri
atas UPSUS PAJALA (Padi, Jagung dan Kedelai), UPSUS BABE (Bawang Merah dan
Cabe), pembukaan lahan sawah baru, peningkatan kuantitas dan kualitas irigasi
serta penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan terpadu untuk
komoditas pertanian, UPSUS SIWAB (Sapi Indukan Wajib Bunting) dan Program
Unggulan Sulteng Sejuta Sapi (S3) untuk komoditas perkebunan dan peternakan
serta program Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN). Urusan kedaulatan pangan termasuk dalam
program-program Quickwins yaitu suatu
hasil pembangunan yang dapat segera dilihat hasilnya untuk dapat dijadikan
contoh dan acuan masyarakat tentang arah pembangunan yang sedang berjalan,
sekaligus untuk meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah
berpeluang menjadi daerah dengan swasembada untuk beberapa pangan berbasis pada
potensi sektor agribisnis dan kelautan.
Sulawesi Tengah memiliki potensi pertanian dengan produksi padi sebesar
1.015.368 ton/thn GKG dengan kontribusi sebesar 1,34% padi Nasional dan untuk
kawasan Intim Sulawesi Tengah menempati urutan ke-2 setelah Sulawesi
Selatan. Untuk palawija seperti jagung,
Sulawesi Tengah memproduksi sebesar 131.123 ton/thn pipilan kering dan berada
pada urutan ke-4 se-Intim dan untuk produksi kedelai sebesar 13.270 ton/thn
biji kering dengan menempati urutan ke-2 se-Intim. Demikian juga untuk hasil perkebunan seperti
kakao dengan produksi lebih dari 118.337 ton/thn sebagai penghasil Kakao
terbesar di Intim. Untuk peternakan,
jumlah populasi sapi potong menunjukkan hasil yang membaik setiap tahunnya
dengan produksi tahun 2015 sebesar 311.328 ekor (BPS, 2016). Oleh karena potensi SDA, pemerintah pusat
melalui Kementan RI menetapkan Sulawesi Tengah sebagai Kawasan Pertanian
Nasional untuk kakao, cengkeh, cabai, bawang merah, jeruk, jagung dan sapi
potong. Tiga komoditas unggulan seperti
padi, jagung dan ikan mengalami surplus masing-masing 250.529 ton, 135.574 ton
dan 1.388.163 ton (BKP Sulteng, 2016).
Sulawesi Tengah dengan luas laut
193.923,75 Km2, garis pantai 4.013 km2, jumlah pulau
1.402 pulau yang meliputi 4 perairan Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Tomini
dan Teluk Tolo maka Sulawesi Tengah dapat dikategorikan sebagai provinsi
maritim. Investasi kelautan diharapkan
dapat berkembang di Sulawesi Tengah karena di dukung oleh potensi sumberdaya
ikan sebanyak 330.000 ton per tahun dengan potensi lestari sekitar 214.000 ton
per tahun yang berasal dari Teluk Tolo 68.000 ton, Teluk Tomini 78.000 ton,
Selat Makassar dan Laut Sulawesi 68.000 ton.
Budidaya rumput laut dapat diproduksi hingga 1.159.929 ton basah yang
didominasi jenis euchema cottoni,
jumlah ini menjadikan Sulawesi Tengah sebagai penghasil rumput laut terbesar
ke-2 setelah Sulawesi Selatan di Indonesia (BKPM, 2016).
Pangan
merupakan kebutuhan pokok
dan mendapatkan pangan
yang
cukup
merupakan hak asasi
setiap manusia karena pangan
merupakan sumber energi
yang
diperlukan
manusia untuk
mempertahankan
hidup.
Menurut
Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2012 negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan
konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi
seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara
merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang
waktu dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal. Negara dan daerah juga harus menjamin
ketahanan pangan yaitu suatu kondisi terpenuhinya
Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau
serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan. Negara
berkewajiban mengatur dan menjamin kedaulatan pangan bagi rakyatnya yang
dilakukan dengan kebijakan-kebijakan atau aturan yang dikeluarkan oleh
pemerintah yang menyangkut penentuan centra produksi, distribusi atau tata
niaga produk pangan dan penyediaan infrastruktur. Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk
mencapai swasembada pangan yang berkelanjutan, yang dapat
ditempuh dengan cara : (1) menentukan sentra-sentra produksi pangan di Provinsi
Sulawesi Tengah; (2) menjaga ketersediaan dan kebutuhan pangan; (3) meningkatkan
tingkat competitiveness (daya saing) komoditas pangan dan (4) mencari jenis
pangan alternatif.
Menentukan
Sentra Produksi Pangan
Provinsi Sulawesi Tengah memiliki luas
wilayah 63.305 km2 atau 6.330.466,82 ha, merupakan Provinsi terluas
di Sulawesi (sekitar 37% dari luas kepulauan Sulawesi) dengan garis pantai
tidak kurang dari 4100 km. Topografi wilayah didominasi kemiringan diatas 40o
yaitu sekitar 60%, dan disusul antara 150 s.d 400 sekitar
20%. Selain topografi yang curam, Sulawesi Tengah memiliki wilayah dengan
komposisi elevasi (ketinggian dari permukaan laut) antara dataran rendah,
sedang dan tinggi yang hampir sama luasnya (wilayah 0-500 m 47,4% dan wilayah
>501 m sebanyak 52.6%). Dengan
kespesifikan topografi dan elevasi yang dimiliki, dapat disimpulkan tidak semua
wilayah Sulawesi Tengah akan menjadi tempat yang cocok untuk usaha tani. Pertanaman dilaksanakan dengan memilih
beragam jenis tanaman; sehingga usaha tani dikenal untuk bidang pangan,
hortikultura dan perkebunan, bersamaan dengan bidang peternakan dan perikanan
menghasilkan pangan yang berhubungan langsung dengan konsumsi.
Berdasarkan hal tersebut, diperlukan
penentuan sentra produksi pangan dengan pendekatan pengembangan kawasan
berbasis komoditas. Kawasan berbasis komoditas merupakan salah satu pendekatan
yang dilaksanakan dalam rangka menjaga kualitas pemanfaatan ruang. Pemanfaatan
ruang untuk tanaman pangan harus dengan cara mengoptimalkan sinergisitas intra
dan atau antar wilayah yang memiliki kemiripan agroekosistem sehingga utuh
secara ekonomis dan teknis. Hakikinya, kawasan pertanian merupakan gabungan
dari sentra-sentra pertanian yang
terkait secara fungsional baik dalam faktor sumber daya alam, sosial budaya, maupun
infrastruktur, sedemikian rupa sehingga memenuhi batasan luasan minimal skala
ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah. Pengembangan kawasan
untuk pertanian berdasarkan Permen Pertanian No. 50/2012 didasarkan pada 7 Gema
Revitalisasi Pertanian, seperti pada Gambar 1.
Gambar
1.
|
Aktualisasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun
2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian
|
Penetapan
pengembangan kawasan pertanian di Sulawesi Tengah telah dilakukan melalui
survei dan studi terutama tentang ketersedian luas lahan, kemiringan dan
kesuburan lahan yang telah tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 50/Permentan/or.140/8/2012
dimana wilayah sentra produksi padi, jagung kedelai dan sapi untuk Sulawesi
Tengah sebagaimana pada Tabel 1 dan sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor
45/Kpts/PD.200/1/2015, kawasan nasional pengembangan hortikultura jeruk di
Sulawesi Tengah berada di Kabupaten Poso, bawang merah di Kota Palu dan Cabai
di Donggala.
Tabel. 1
|
Komoditas dan
Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian di Sulawesi Tengah*
|
Kabupaten/Kota
|
Padi
|
Jagung
|
Kedelai
|
Sapi
|
Bawang Merah
|
Banggai Kepulauan
|
|||||
Banggai
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
Morowali
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
Poso
|
√
|
√
|
|||
Donggala
|
√
|
√
|
√
|
||
Toli-Toli
|
√
|
√
|
|||
Buol
|
√
|
√
|
|||
Parigi Moutong
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
Tojo Una-Una
|
√
|
√
|
√
|
√
|
|
Sigi
|
√
|
√
|
√
|
||
Banggai Laut
|
|||||
Morowali Utara
|
|||||
Palu
|
√
|
*Sumber
: Lampiran 4. Permentan No.
50/Permentan/OT.140/8/2012
Konsekuensi dari penetapan kawasan yaitu bahwa
pengembangan kawasan menjadi prioritas, untuk mewujudkan sentra-sentra produksi
seperti yang diinginkan. Di saat yang
sama, karena luas agregat kawasan pangan harus memenuhi ketentuan maka penting
untuk diperhatikan keberlanjutan lahan untuk sentra-sentra tersebut. Di dalam Permentan 50 tahun 2012 juga
disebutkan kriteria luas agregat kawasan yang dimaksud untuk jagung dan ubi
kayu adalah minimal 5000 ha, kedelai minimal 2000 ha, kacang tanah minimal 1000
ha, kacang hijau dan ubi jalar 500 ha, dan ternak sapi minimal 2000 ekor per
sentra kawasan.
Menjaga
Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan
Mencapai swasembada pangan diperlukan
komitmen untuk menjaga ketersediaan dan kebutuhan pangan sebagai jaminan untuk mencukupi
kebutuhan atau konsumsi sendiri.
Konsumsi memegang peranan penting dalam memacu peningkatan produksi dan
keanekaragaman produksi. Misalnya
konsumsi produk hortikultura yang terdiri dari sayuran dan buah (juga bunga)
masih cukup rendah di Sulawesi Tengah, data yang tercantum dalam Riskesdas,
2013, yaitu sekitar 95% jumlah penduduk ≥10 tahun kurang makan sayur dan buah,
hampir 4% lebih buruk dibandingkan hasil Riskesdas 2007. Peningkatan konsumsi
buah dan sayur (5 porsi per hari) akan berkontribusi pada kecukupan mineral dan
serat, yang akhirnya berpengaruh pada tingkat kesehatan dan kecerdasan. Jumlah
total kalori per orang per hari yang dikonsumsi di tahun 2011 hingga 2014
terjadi penurunan; konsumsi rata-rata desa & kota adalah 2014,43 pada tahun
2011 dan hanya 1793,47 Kkal pada tahun 2014.
Perkembangan produksi pangan utama di
Sulawesi Tengah dan tingkat pertumbuhannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel. 2
|
Perekembangan
Produksi Pangan Utama di Sulawesi Tengah*
|
2013
|
2014
|
2015
|
Pertumbuhan (%)
|
Keterangan
|
||
Padi-padian
|
13-14’
|
14-15’
|
||||
Beras
|
647.078
|
641.237
|
637.036
|
-0.9
|
-0.7
|
Sawah & ladang
|
Jagung
|
139.265
|
170.203
|
131.123
|
18.2
|
-29.8
|
|
Terigu
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
-
|
-
|
Tidak diproduksi
|
Umbi-umbian
|
||||||
Singkong
|
100.950
|
84688
|
47.294,99
|
-19.2
|
-79.1
|
|
Ubi
Jalar
|
21.549
|
20452
|
16.650,21
|
-5.4
|
-22.8
|
|
Kentang
|
30
|
39
|
58
|
23.1
|
32.8
|
|
Sagu
|
699
|
812
|
691,08
|
13.9
|
-17.5
|
|
Pangan Hewani
|
||||||
Daging
ruminansia
|
6.498,47
|
6.710,88
|
6.657,132
|
3.2
|
-0.8
|
Sapi, kerbau, domba, kambing
|
Daging
unggas
|
16.045,29
|
18.376,4
|
18.117,88
|
12.7
|
-1.4
|
Ras, kampung & itik
|
Telur
|
12.758,37
|
14.863.35
|
14.848,84
|
14.2
|
-0.1
|
Ras, kampung & Itik
|
Susu
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
-
|
-
|
|
Ikan
|
341.481,1
|
348.298,6
|
391.535,3
|
2.0
|
11.0
|
Tangkap dan budidaya
|
Kacang-kacangan
|
||||||
Kedelai
|
12.654
|
16.399
|
13.270
|
22.8
|
-23.6
|
|
Kacang
tanah
|
7.303
|
5.853
|
4.942,76
|
-24.8
|
-18.4
|
|
Kacang
hijau
|
839
|
721
|
628
|
-16.4
|
-14.8
|
|
Sayur-sayuran
|
37491
|
44.467,3
|
45.687,3
|
15.7
|
2.7
|
Daun bawang,kubis, sawi, terung, tomat, buncis,
kacang panjang, labu siam, kangkung, bayam
|
Buah-buahan
|
1.152,71
|
1.072,85
|
-7.4
|
Alpukat, duku, durian, jeruk,
mangga, nangka, pisang, rambutan
|
*Sumber : Dokumen
Pencapaian Swasembada Pangan Berkelanjutan, Bappeda, 2016
Dari tabel diatas dapat
dilihat bahwa pertumbuhan pangan yang positif pada tahun 2013-2015 ada pada
kentang, ikan dan sayur-sayuran. Sedangkan padi-padian, umbi-umbian, ruminansia dan unggas perlu ditingkatkan lagi
produksinya dengan upaya-upaya yang lebih maksimal. Ketersediaan
pangan berbagai jenis menjadikan setiap orang dapat mengkonsumsi keanekaragaman
pangan dan dapat meningkatkan Pola Pangan Harapan (PPH) dan sekaligus
meningkatkan jumlah asupan gizi dan energi yang memungkinkan setiap orang dapat
hidup sehat dan dapat beraktivitas dengan baik.
Meningkatkan
Tingkat daya saing (competitiveness)
komoditas pangan
Salah satu indikator daya saing produk
pangan dapat dilihat dari produksi dan produktivitas dari komoditas pangan
tersebut. Untuk komoditas tanaman pangan di kawasan regional Sulawesi, Sulawesi
Tengah menjadi produsen padi kedua terbesar setelah lumbung padi Sulawesi yaitu
Sulawesi Selatan. Bergulirnya Program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi,
Jagung, Kedele (UPSUS PAJALA) yang dibarengi dengan berbagai regulasi yang
dikeluarkan oleh pemerintah seperti penerapan subsidi pupuk dan peningkatan
harga dasar gabah, diyakini mampu mempertahankan gairah petani untuk terus
meningkatkan produksi padi sekaligus upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf
hidup para petani selaku produsen beras.
Perkembangan produksi padi di Sulawesi
Tengah selama kurun waktu lima tahun terakhir tidak semata-mata ditunjang oleh
peningkatan luas panen seperti periode sebelumnya, tetapi juga ditentukan oleh
peningkatan produktivitas. Kondisi ini menunjukkan bahwa antara program
ekstensifikasi dan intensifikasi telah bersinergi dengan lebih baik. Komparasi jumlah produksi dan produkstivitas
padi dan palawija provinsi se-Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Tabel. 3
|
Produksi dan
Produktivitas Padi, Jagung dan Kedelai
Provinsi se-Sulawesi Tahun 2015*
|
Provinsi
|
Padi
|
Jagung
|
Kedelai
|
|||
Produksi
|
Produktivitas
(Ku/Ha)
|
Produksi
|
Produktivitas
(Ku/Ha)
|
Produksi
|
Produktivitas
(Ku/Ha)
|
|
Gorontalo
|
331.220
|
165,00
|
643.512
|
143,00
|
3.203
|
42,00
|
Sulawesi
Tengah
|
1.015.368
|
48,57
|
131.123
|
40,34
|
13.270
|
18,71
|
Sulawesi
Tenggara
|
660.720
|
47,07
|
68.141
|
28,46
|
12.799
|
16,23
|
Sulawesi
Barat
|
461.844
|
49,41
|
100.811
|
48,58
|
4.218
|
10,27
|
Sulawesi
Utara
|
674.169
|
49,05
|
300.490
|
37,15
|
6.685
|
13,06
|
Sulawesi
Selatan
|
5.471.806
|
52,41
|
1.528.414
|
51,79
|
67.192
|
17,67
|
Sumber:
BPS Prov. Sulawesi Tengah, BPS Prov. Sulawesi Utara, BPS Prov. Sulawesi
Selatan, BPS Prov. Sulawesi Tenggara, BPS Prov. Gorontalo, BPS Prov. Sulawesi
Barat.
Tabel. 4
|
Produksi dan Produktivitas
Palawija se-Sulawesi Tahun 2015*
|
Provinsi
|
Kacang Tanah
|
Kacang Hijau
|
Ubi Kayu
|
Ubi Jalar
|
||||
Pro
|
Pas (Ku/Ha)
|
Pro
|
Pas (Ku/Ha)
|
Pro
|
Pas (Ku/Ha)
|
Pro
|
Pas (Ku/Ha)
|
|
Gorontalo
|
749
|
27,00
|
137
|
40,00
|
2.653
|
408,00
|
1.434
|
309,00
|
Sulawesi
Tengah
|
4.943
|
16,88
|
628
|
8,22
|
47.295
|
211,99
|
16.650
|
108,61
|
Sulawesi
Tenggara
|
3.471
|
7,14
|
1.036
|
8,05
|
175.095
|
208,50
|
25.740
|
101,94
|
Sulawesi
Barat
|
329
|
3,29
|
360
|
13,64
|
24.984
|
-
|
2.689
|
-
|
Sulawesi
Utara
|
3.971
|
11,55
|
969
|
11,47
|
44.123
|
122,77
|
25.705
|
96,74
|
Sulawesi
Selatan
|
19.024
|
9,91
|
40.787
|
12,89
|
565.958
|
211,30
|
78.275
|
151,90
|
Sumber:
BPS Prov. Sulawesi Tengah, BPS Prov. Sulawesi Utara, BPS Prov. Sulawesi
Selatan, BPS Prov. Sulawesi Tenggara, BPS Prov. Gorontalo, BPS Prov. Sulawesi
Barat.
Produksi perikanan Sulawesi Tengah baik perikanan
tangkap maupun perikanan budidaya juga cukup besar dibandingkan produksi
perikanan provinsi lainnya di Sulawesi. Produksi perikanan tangkap Sulawesi
Tengah tahun 2015 sebesar 267.135 ton, sedikit lebih kecil dibandingkan
produksi perikanan tangkap Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara yang
berturut-turut sebesar 302.193 ton dan 296.367 ton (Gambar 2).
Gambar
2.
|
Produksi Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya
Provinsi
di Sulawesi Tahun 2015 (BPS, 2016) |
Untuk
mengoptimalkan potensi perikanan Sulawesi Tengah, Sistem Logistik Ikan Nasional
(SLIN) mutlak perlu diimplementasikan sehubungan dengan meningkatnya hasil
tangkapan nelayan sebagai dampak dari kebijakan moratorium yang diambil Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti. Kebijakan moratorium penggunaan pukat
harimau dan operasional kapal-kapal berbendera asing di perairan Indonesia,
telah mengakibatkan naiknya secara signifikan hasil produksi nelayan, baik ikan
pelagis maupun tuna, yang semuanya memiliki pasar ekspor yang sangat besar.
Mencari Jenis
Pangan Alternatif
Salah satu cara untuk mencapai
swasembada pangan yaitu dengan mencari jenis pangan alternatif pengganti beras,
jagung dan terigu. Konsumsi penduduk
Sulawesi Tengah mencapai 1.793,47 kkal/kapita/hari (Susenas 2015), dengan
sumber karbohidrat didominasi oleh kelompok pangan padi-padian (beras, jagung,
dan terigu) sebanyak 1.179,00 kkal/kapita/hari. Berdasarkan pola pangan harapan
untuk angka kecukupan energi kelompok padi-padian sebesar 1.000
kkal/kapita/hari, sehingga perlu diturunkan sebesar 179 kkal/kapita/hari
khususnya dari konsumsi beras dan terigu. Sedangkan kelompok pangan umbi-umbian
sebesar 128 kkal/kapita/hari dengan angka kecukupan energi umbi-umbian sebesar
120 kkal/kapita/hari, sehingga untuk keragaman konsumsi pangan sebagai sumber
karbohidrat sudah ideal.
Usaha diversifikasi pangan dapat dimulai
dengan mengenalkan kembali berbagai macam tumbuhan lokal penghasil pangan
alternatif sumber karbohidrat yaitu umbi-umbian. Umbi-umbian sudah lama dikenal
sebagai salah satu pangan sumber karbohidrat (energi). Jenis umbi-umbian yang
selama ini dikenal masyakat sebagai pengganti beras adalah ubi kayu dan ubi
jalar yang dibudidayakan secara intensif.
Banyak umbi-umbian lain yang berpotensi untuk dikembangkan tetapi belum dikelola
dengan baik dan dibiarkan hidup liar dijalan dan dihutan, ada beberapa ditanam
dipekarangan sekitar rumah, dibawah pohon dan pinggiran sawah. Seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk, alih fungsi lahan pertanian, ketergantungan
konsumsi beras dan import terigu maka perlu dikembangkannya pangan lokal yang
ada disekitar rumah yaitu umbi-umbian seperti: ubi banggai, talas dan
sebagainya.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan
kedepannya untuk mencapai swasembada pangan berkelanjutan di Sulawesi Tengah
yaitu dengan melakukan (i) peningkatan produktivitas pangan; (ii) menyokong secara
sistematis terbentuknya sentra sentra produksi pangan; (iii)
melakukan adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim; (iv) integrasi teknologi pertanian dan teknologi
informasi; (v) program pemberdayaan masyarakat tidak mampu; (vi) pengetahuan gizi,
kuantitas dan kualitas gizi; (vii) pengembangan petani pemula; (viii) akses
modal; (ix) tata kelola agribisnis; (x) pengelolaan berkelanjutan dan (xi) tata
pamong pada bidang pertanian.
Dan akhirnya, untuk mencapai swasembada pangan
berkelanjutan dan membangun
ketahanan pangan tidak dapat dilaksanakan secara sektoral tetapi harus
dikoordinasikan dan dilaksanakan secara lintas sektor, lintas wilayah, lintas
pemangku kepentingan (stakeholder)
dan lintas disiplin ilmu. Oleh karena
itu, pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) memobilisasi peran aktif dinas terkait dan stakeholder daerah dengan menyiapkan
sebuah konsep, dasar kebijakan, strategi dan langkah-langkah operasional serta
peran dari OPD terkait untuk
mewujudkan swasembada pangan yang berkelanjutan.
*Penulis: Kepala Sub Bidang Perencanaan Ekonomi II. Bappeda Prov. Sulteng