Rabu, 06 September 2017

STRATEGI SWASEMBADA PANGAN BERKELANJUTAN DI SULAWESI TENGAH



Oleh. DR. Moh. Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si*



Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 bahwa untuk menuju sasaran jangka panjang dan tujuan hakiki dalam membangun Indonesia pada 5 (lima) tahun kedepan perlu memprioritaskan upaya mencapai kedaulatan pada 3 (tiga) sektor unggulan yaitu pangan, kecukupan energi dan pengelolaan sumber daya maritim dan kelautan.  Permasalahan mendasar dari perekonomian bangsa didasarkan pada belum terselesaikannya persoalan kemiskinan, kesenjangan sosial, kesenjangan antar wilayah, kerusakan lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan ketergantungan dalam hal pangan, energi, keuangan dan teknologi.
Permasalahan pangan masuk dalam salah satu agenda nasional yang harus diselesaikan dan tentunya diikuti dan didukung oleh daerah untuk melaksanakan program-program ketahanan pangan dalam upaya menghindarkan penyediaan pangan yang mengandalkan impor.  Bonus demografi yang akan dialami oleh Indonesia akan meningkatkan tekanan pada kebutuhan pangan.  Diproyeksikan penduduk Indonesia pada tahun 2035 akan mencapai 305,6 juta jiwa atau meningkat sebesar 28,6% (Buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035, Bappenas-BPS-UNPF, 2013).   Kondisi ini harus didukung dengan kebijakan pangan yang tepat untuk menghindarkan ketergantungan pangan dari Negara lain.
Upaya mencapai swasembada pangan berkelanjutan telah dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah seperti diantaranya program peningkatan Upaya Khusus (UPSUS) terdiri atas UPSUS PAJALA (Padi, Jagung dan Kedelai), UPSUS BABE (Bawang Merah dan Cabe), pembukaan lahan sawah baru, peningkatan kuantitas dan kualitas irigasi serta penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan dan terpadu untuk komoditas pertanian, UPSUS SIWAB (Sapi Indukan Wajib Bunting) dan Program Unggulan Sulteng Sejuta Sapi (S3) untuk komoditas perkebunan dan peternakan serta program Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN).  Urusan kedaulatan pangan termasuk dalam program-program Quickwins yaitu suatu hasil pembangunan yang dapat segera dilihat hasilnya untuk dapat dijadikan contoh dan acuan masyarakat tentang arah pembangunan yang sedang berjalan, sekaligus untuk meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah berpeluang menjadi daerah dengan swasembada untuk beberapa pangan berbasis pada potensi sektor agribisnis dan kelautan.  Sulawesi Tengah memiliki potensi pertanian dengan produksi padi sebesar 1.015.368 ton/thn GKG dengan kontribusi sebesar 1,34% padi Nasional dan untuk kawasan Intim Sulawesi Tengah menempati urutan ke-2 setelah Sulawesi Selatan.  Untuk palawija seperti jagung, Sulawesi Tengah memproduksi sebesar 131.123 ton/thn pipilan kering dan berada pada urutan ke-4 se-Intim dan untuk produksi kedelai sebesar 13.270 ton/thn biji kering dengan menempati urutan ke-2 se-Intim.  Demikian juga untuk hasil perkebunan seperti kakao dengan produksi lebih dari 118.337 ton/thn sebagai penghasil Kakao terbesar di Intim.  Untuk peternakan, jumlah populasi sapi potong menunjukkan hasil yang membaik setiap tahunnya dengan produksi tahun 2015 sebesar 311.328 ekor (BPS, 2016).  Oleh karena potensi SDA, pemerintah pusat melalui Kementan RI menetapkan Sulawesi Tengah sebagai Kawasan Pertanian Nasional untuk kakao, cengkeh, cabai, bawang merah, jeruk, jagung dan sapi potong.  Tiga komoditas unggulan seperti padi, jagung dan ikan mengalami surplus masing-masing 250.529 ton, 135.574 ton dan 1.388.163 ton (BKP Sulteng, 2016). 
Sulawesi Tengah dengan luas laut 193.923,75 Km2, garis pantai 4.013 km2, jumlah pulau 1.402 pulau yang meliputi 4 perairan Laut Sulawesi, Selat Makassar, Teluk Tomini dan Teluk Tolo maka Sulawesi Tengah dapat dikategorikan sebagai provinsi maritim.  Investasi kelautan diharapkan dapat berkembang di Sulawesi Tengah karena di dukung oleh potensi sumberdaya ikan sebanyak 330.000 ton per tahun dengan potensi lestari sekitar 214.000 ton per tahun yang berasal dari Teluk Tolo 68.000 ton, Teluk Tomini 78.000 ton, Selat Makassar dan Laut Sulawesi 68.000 ton.  Budidaya rumput laut dapat diproduksi hingga 1.159.929 ton basah yang didominasi jenis euchema cottoni, jumlah ini menjadikan Sulawesi Tengah sebagai penghasil rumput laut terbesar ke-2 setelah Sulawesi Selatan di Indonesia (BKPM, 2016). 
Pangan merupakan kebutuhan pokok dan mendapatkan pangan yang cukup merupakan hak asasi setiap manusia karena pangan merupakan sumber energi yang diperlukan manusia untuk mempertahankan hidup. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan  konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal.  Negara dan daerah juga harus menjamin ketahanan pangan yaitu suatu kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.  Negara berkewajiban mengatur dan menjamin kedaulatan pangan bagi rakyatnya yang dilakukan dengan kebijakan-kebijakan atau aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang menyangkut penentuan centra produksi, distribusi atau tata niaga produk pangan dan penyediaan infrastruktur.  Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk mencapai swasembada pangan yang berkelanjutan, yang dapat ditempuh dengan cara : (1) menentukan sentra-sentra produksi pangan di Provinsi Sulawesi Tengah; (2) menjaga ketersediaan dan kebutuhan pangan; (3) meningkatkan tingkat competitiveness (daya saing) komoditas pangan dan (4) mencari jenis pangan alternatif.

Menentukan Sentra Produksi Pangan
Provinsi Sulawesi Tengah memiliki luas wilayah 63.305 km2 atau 6.330.466,82 ha, merupakan Provinsi terluas di Sulawesi (sekitar 37% dari luas kepulauan Sulawesi) dengan garis pantai tidak kurang dari 4100 km. Topografi wilayah didominasi kemiringan diatas 40o yaitu sekitar 60%, dan disusul antara 150 s.d 400 sekitar 20%. Selain topografi yang curam, Sulawesi Tengah memiliki wilayah dengan komposisi elevasi (ketinggian dari permukaan laut) antara dataran rendah, sedang dan tinggi yang hampir sama luasnya (wilayah 0-500 m 47,4% dan wilayah >501 m sebanyak 52.6%).  Dengan kespesifikan topografi dan elevasi yang dimiliki, dapat disimpulkan tidak semua wilayah Sulawesi Tengah akan menjadi tempat yang cocok untuk usaha tani.  Pertanaman dilaksanakan dengan memilih beragam jenis tanaman; sehingga usaha tani dikenal untuk bidang pangan, hortikultura dan perkebunan, bersamaan dengan bidang peternakan dan perikanan menghasilkan pangan yang berhubungan langsung dengan konsumsi. 
Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penentuan sentra produksi pangan dengan pendekatan pengembangan kawasan berbasis komoditas. Kawasan berbasis komoditas merupakan salah satu pendekatan yang dilaksanakan dalam rangka menjaga kualitas pemanfaatan ruang. Pemanfaatan ruang untuk tanaman pangan harus dengan cara mengoptimalkan sinergisitas intra dan atau antar wilayah yang memiliki kemiripan agroekosistem sehingga utuh secara ekonomis dan teknis. Hakikinya, kawasan pertanian merupakan gabungan dari sentra-sentra pertanian yang terkait secara fungsional baik dalam faktor sumber daya alam, sosial budaya, maupun infrastruktur, sedemikian rupa sehingga memenuhi batasan luasan minimal skala ekonomi dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah. Pengembangan kawasan untuk pertanian berdasarkan Permen Pertanian No. 50/2012 didasarkan pada 7 Gema Revitalisasi Pertanian, seperti pada Gambar 1.



Gambar 1.
Aktualisasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian

Penetapan pengembangan kawasan pertanian di Sulawesi Tengah telah dilakukan melalui survei dan studi terutama tentang ketersedian luas lahan, kemiringan dan kesuburan lahan yang telah tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 50/Permentan/or.140/8/2012 dimana wilayah sentra produksi padi, jagung kedelai dan sapi untuk Sulawesi Tengah sebagaimana pada Tabel 1 dan sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor 45/Kpts/PD.200/1/2015, kawasan nasional pengembangan hortikultura jeruk di Sulawesi Tengah berada di Kabupaten Poso, bawang merah di Kota Palu dan Cabai di Donggala.

Tabel. 1
Komoditas dan Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian di Sulawesi Tengah*

Kabupaten/Kota
Padi
Jagung
Kedelai
Sapi
Bawang Merah
Banggai Kepulauan





Banggai

Morowali

Poso



Donggala


Toli-Toli



Buol



Parigi Moutong

Tojo Una-Una

Sigi


Banggai Laut





Morowali Utara





Palu




*Sumber : Lampiran 4.  Permentan No. 50/Permentan/OT.140/8/2012

Konsekuensi dari penetapan kawasan yaitu bahwa pengembangan kawasan menjadi prioritas, untuk mewujudkan sentra-sentra produksi seperti yang diinginkan.  Di saat yang sama, karena luas agregat kawasan pangan harus memenuhi ketentuan maka penting untuk diperhatikan keberlanjutan lahan untuk sentra-sentra tersebut.  Di dalam Permentan 50 tahun 2012 juga disebutkan kriteria luas agregat kawasan yang dimaksud untuk jagung dan ubi kayu adalah minimal 5000 ha, kedelai minimal 2000 ha, kacang tanah minimal 1000 ha, kacang hijau dan ubi jalar 500 ha, dan ternak sapi minimal 2000 ekor per sentra kawasan.

Menjaga Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan
Mencapai swasembada pangan diperlukan komitmen untuk menjaga ketersediaan dan kebutuhan pangan sebagai jaminan untuk mencukupi kebutuhan atau konsumsi sendiri.  Konsumsi memegang peranan penting dalam memacu peningkatan produksi dan keanekaragaman produksi.  Misalnya konsumsi produk hortikultura yang terdiri dari sayuran dan buah (juga bunga) masih cukup rendah di Sulawesi Tengah, data yang tercantum dalam Riskesdas, 2013, yaitu sekitar 95% jumlah penduduk ≥10 tahun kurang makan sayur dan buah, hampir 4% lebih buruk dibandingkan hasil Riskesdas 2007. Peningkatan konsumsi buah dan sayur (5 porsi per hari) akan berkontribusi pada kecukupan mineral dan serat, yang akhirnya berpengaruh pada tingkat kesehatan dan kecerdasan. Jumlah total kalori per orang per hari yang dikonsumsi di tahun 2011 hingga 2014 terjadi penurunan; konsumsi rata-rata desa & kota adalah 2014,43 pada tahun 2011 dan hanya 1793,47 Kkal pada tahun 2014.
Perkembangan produksi pangan utama di Sulawesi Tengah dan tingkat pertumbuhannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel. 2
Perekembangan Produksi Pangan Utama di Sulawesi Tengah*


2013
2014
2015
Pertumbuhan (%)
Keterangan
Padi-padian
13-14’
14-15’

Beras
647.078
641.237
637.036
-0.9
-0.7
Sawah & ladang
Jagung
139.265
170.203
131.123
18.2
-29.8

Terigu
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
-
-
Tidak diproduksi
Umbi-umbian



Singkong
100.950
84688
47.294,99
-19.2
-79.1

Ubi Jalar
21.549
20452
16.650,21
-5.4
-22.8

Kentang
30
39
58
23.1
32.8

Sagu
699
812
691,08
13.9
-17.5

Pangan Hewani



Daging ruminansia
6.498,47
6.710,88
6.657,132
3.2
-0.8
Sapi, kerbau, domba, kambing
Daging unggas
16.045,29
18.376,4
18.117,88
12.7
-1.4
Ras, kampung & itik
Telur
12.758,37
14.863.35
14.848,84
14.2
-0.1
Ras, kampung & Itik
Susu
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
-
-

Ikan
341.481,1
348.298,6
391.535,3
2.0
11.0
Tangkap dan budidaya
Kacang-kacangan



Kedelai
12.654
16.399
13.270
22.8
-23.6

Kacang tanah
7.303
5.853
4.942,76
-24.8
-18.4

Kacang hijau
839
721
628
-16.4
-14.8

Sayur-sayuran
37491
44.467,3
45.687,3
15.7
2.7
Daun bawang,kubis, sawi, terung, tomat, buncis, kacang panjang, labu siam, kangkung, bayam
Buah-buahan

1.152,71
1.072,85

-7.4
Alpukat, duku, durian, jeruk, mangga, nangka, pisang, rambutan
*Sumber : Dokumen Pencapaian Swasembada Pangan Berkelanjutan, Bappeda, 2016

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan pangan yang positif pada tahun 2013-2015 ada pada kentang, ikan dan sayur-sayuran. Sedangkan padi-padian, umbi-umbian,  ruminansia dan unggas perlu ditingkatkan lagi produksinya dengan upaya-upaya yang lebih maksimal. Ketersediaan pangan berbagai jenis menjadikan setiap orang dapat mengkonsumsi keanekaragaman pangan dan dapat meningkatkan Pola Pangan Harapan (PPH) dan sekaligus meningkatkan jumlah asupan gizi dan energi yang memungkinkan setiap orang dapat hidup sehat dan dapat beraktivitas dengan baik.

Meningkatkan Tingkat daya saing (competitiveness) komoditas pangan
Salah satu indikator daya saing produk pangan dapat dilihat dari produksi dan produktivitas dari komoditas pangan tersebut. Untuk komoditas tanaman pangan di kawasan regional Sulawesi, Sulawesi Tengah menjadi produsen padi kedua terbesar setelah lumbung padi Sulawesi yaitu Sulawesi Selatan. Bergulirnya Program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, Kedele (UPSUS PAJALA) yang dibarengi dengan berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah seperti penerapan subsidi pupuk dan peningkatan harga dasar gabah, diyakini mampu mempertahankan gairah petani untuk terus meningkatkan produksi padi sekaligus upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup para petani selaku produsen beras.
Perkembangan produksi padi di Sulawesi Tengah selama kurun waktu lima tahun terakhir tidak semata-mata ditunjang oleh peningkatan luas panen seperti periode sebelumnya, tetapi juga ditentukan oleh peningkatan produktivitas. Kondisi ini menunjukkan bahwa antara program ekstensifikasi dan intensifikasi telah bersinergi dengan lebih baik.  Komparasi jumlah produksi dan produkstivitas padi dan palawija provinsi se-Sulawesi dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel. 3
Produksi dan Produktivitas Padi, Jagung dan Kedelai 
Provinsi se-Sulawesi Tahun 2015*

Provinsi
Padi
Jagung
Kedelai
Produksi
Produktivitas (Ku/Ha)
Produksi
Produktivitas (Ku/Ha)
Produksi
Produktivitas (Ku/Ha)
Gorontalo
331.220
165,00
643.512
143,00
3.203
42,00
Sulawesi Tengah
1.015.368
48,57
131.123
40,34
13.270
18,71
Sulawesi Tenggara
660.720
47,07
68.141
28,46
12.799
16,23
Sulawesi Barat
461.844
49,41
100.811
48,58
4.218
10,27
Sulawesi Utara
674.169
49,05
300.490
37,15
6.685
13,06
Sulawesi Selatan
5.471.806
52,41
1.528.414
51,79
67.192
17,67
Sumber: BPS Prov. Sulawesi Tengah, BPS Prov. Sulawesi Utara, BPS Prov. Sulawesi Selatan, BPS Prov. Sulawesi Tenggara, BPS Prov. Gorontalo, BPS Prov. Sulawesi Barat.
 
Tabel. 4
Produksi dan Produktivitas Palawija se-Sulawesi Tahun 2015*

Provinsi
Kacang Tanah
Kacang Hijau
Ubi Kayu
Ubi Jalar
Pro
Pas (Ku/Ha)
Pro
Pas (Ku/Ha)
Pro
Pas (Ku/Ha)
Pro
Pas (Ku/Ha)
Gorontalo
749
27,00
137
40,00
2.653
408,00
1.434
309,00
Sulawesi Tengah
4.943
16,88
628
8,22
47.295
211,99
16.650
108,61
Sulawesi Tenggara
3.471
7,14
1.036
8,05
175.095
208,50
25.740
101,94
Sulawesi Barat
329
3,29
360
13,64
24.984
-
2.689
-
Sulawesi Utara
3.971
11,55
969
11,47
44.123
122,77
25.705
96,74
Sulawesi Selatan
19.024
9,91
40.787
12,89
565.958
211,30
78.275
151,90
Sumber: BPS Prov. Sulawesi Tengah, BPS Prov. Sulawesi Utara, BPS Prov. Sulawesi Selatan, BPS Prov. Sulawesi Tenggara, BPS Prov. Gorontalo, BPS Prov. Sulawesi Barat.

Produksi perikanan Sulawesi Tengah baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya juga cukup besar dibandingkan produksi perikanan provinsi lainnya di Sulawesi. Produksi perikanan tangkap Sulawesi Tengah tahun 2015 sebesar 267.135 ton, sedikit lebih kecil dibandingkan produksi perikanan tangkap Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara yang berturut-turut sebesar 302.193 ton dan 296.367 ton (Gambar 2).



Gambar 2.
Produksi Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya Provinsi 
di Sulawesi Tahun 2015 (BPS, 2016)

Untuk mengoptimalkan potensi perikanan Sulawesi Tengah, Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) mutlak perlu diimplementasikan sehubungan dengan meningkatnya hasil tangkapan nelayan sebagai dampak dari kebijakan moratorium yang diambil Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti. Kebijakan moratorium penggunaan pukat harimau dan operasional kapal-kapal berbendera asing di perairan Indonesia, telah mengakibatkan naiknya secara signifikan hasil produksi nelayan, baik ikan pelagis maupun tuna, yang semuanya memiliki pasar ekspor yang sangat besar.

Mencari Jenis Pangan Alternatif
            Salah satu cara untuk mencapai swasembada pangan yaitu dengan mencari jenis pangan alternatif pengganti beras, jagung dan terigu.  Konsumsi penduduk Sulawesi Tengah mencapai 1.793,47 kkal/kapita/hari (Susenas 2015), dengan sumber karbohidrat didominasi oleh kelompok pangan padi-padian (beras, jagung, dan terigu) sebanyak 1.179,00 kkal/kapita/hari. Berdasarkan pola pangan harapan untuk angka kecukupan energi kelompok padi-padian sebesar 1.000 kkal/kapita/hari, sehingga perlu diturunkan sebesar 179 kkal/kapita/hari khususnya dari konsumsi beras dan terigu. Sedangkan kelompok pangan umbi-umbian sebesar 128 kkal/kapita/hari dengan angka kecukupan energi umbi-umbian sebesar 120 kkal/kapita/hari, sehingga untuk keragaman konsumsi pangan sebagai sumber karbohidrat sudah ideal.
Usaha diversifikasi pangan dapat dimulai dengan mengenalkan kembali berbagai macam tumbuhan lokal penghasil pangan alternatif sumber karbohidrat yaitu umbi-umbian. Umbi-umbian sudah lama dikenal sebagai salah satu pangan sumber karbohidrat (energi). Jenis umbi-umbian yang selama ini dikenal masyakat sebagai pengganti beras adalah ubi kayu dan ubi jalar yang dibudidayakan secara intensif.  Banyak umbi-umbian lain yang berpotensi untuk dikembangkan tetapi belum dikelola dengan baik dan dibiarkan hidup liar dijalan dan dihutan, ada beberapa ditanam dipekarangan sekitar rumah, dibawah pohon dan pinggiran sawah. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, alih fungsi lahan pertanian, ketergantungan konsumsi beras dan import terigu maka perlu dikembangkannya pangan lokal yang ada disekitar rumah yaitu umbi-umbian seperti: ubi banggai, talas dan sebagainya.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan kedepannya untuk mencapai swasembada pangan berkelanjutan di Sulawesi Tengah yaitu dengan melakukan (i) peningkatan produktivitas pangan; (ii) menyokong secara sistematis terbentuknya sentra sentra produksi pangan; (iii) melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim; (iv) integrasi teknologi pertanian dan teknologi informasi; (v) program pemberdayaan masyarakat tidak mampu; (vi) pengetahuan gizi, kuantitas dan kualitas gizi; (vii) pengembangan petani pemula; (viii) akses modal; (ix) tata kelola agribisnis; (x) pengelolaan berkelanjutan dan (xi) tata pamong pada bidang pertanian.
Dan akhirnya, untuk mencapai swasembada pangan berkelanjutan dan membangun ketahanan pangan tidak dapat dilaksanakan secara sektoral tetapi harus dikoordinasikan dan dilaksanakan secara lintas sektor, lintas wilayah, lintas pemangku kepentingan (stakeholder) dan lintas disiplin ilmu.  Oleh karena itu, pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) memobilisasi peran aktif dinas terkait dan stakeholder daerah dengan menyiapkan sebuah konsep, dasar kebijakan, strategi dan langkah-langkah operasional serta peran dari OPD terkait untuk mewujudkan swasembada pangan yang berkelanjutan.

*Penulis: Kepala Sub Bidang Perencanaan Ekonomi II.  Bappeda Prov. Sulteng

KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN

Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...