BLOG INI BERISI TENTANG OPINI DAN TULISAN, DIANTARANYA TELAH DIMUAT DI DALAM SURAT KABAR SUARA MERDEKA JAWA TENGAH, RADAR SULTENG, MERCUSUAR POST SULTENG, MAJALAH PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SULAWESI TENGAH
Rabu, 26 Desember 2007
MENYAMBUT LAHIRNYA PP No. 41 TAHUN 2007
Pada tanggal 27 Juli 2007 yang lalu, pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru lagi yaitu PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Keluarnya PP ini dikarenakan PP No 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah dianggap belum cukup memberikan pedoman yang menyeluruh bagi penyusunan dan pengendalian organisasi perangkat daerah yang dapat menangani seluruh urusan pemerintahan, sehingga perlu dicabut dan dibentuk peraturan pemerintah yang baru.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melalui Ketua Panitia Ad Hoc II DPD Sarwono Kusumaatmadja menyambut baik lahirnya PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota serta PP no. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Selanjutnya dia mengatakan ”kita ingin agar keluarnya PP ini mempercepat transisi kearah desentralisasi yang lebih konsisten” (media indonesia, 28-8-2007).
Peraturan Pemerintah ini memiliki perhitungan yang mendasar untuk menetapkan kriteria jumlah besaran organisasi perangkat daerah masing-masing pemerintah daerah dengan variabel : jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD. Untuk penentuannya kemudian ditetapkan pembobotan masing-masing variabel yaitu: 40% (empat puluh persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35% (tiga puluh lima persen) untuk variabel luas wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam beberapa kelas interval, sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini. Demikian juga mengenai jumlah susunan organisasi disesuaikan dengan beban tugas masing-masing perangkat daerah.
Hal yang menarik pada Peraturan ini, jika dilihat pada perspektif penguatan kelembagaan Balitbangda yaitu termuatnya secara explisit (tegas) tentang keberadaan institusi badan (lembaga teknis daerah) yang berkewenangan untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Pada pasal 8 ayat 1-2 dikatakan bahwa lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik.
Bagaimanapun penelitian dan pengembangan dapat dianggap sebagai suatu yang sifatnya spesifik, karena hanya bisa dikerjakan oleh tenaga/staf yang memang terlatih di bidang itu. Sehingga teramat perlu untuk membentuk suatu bidang khusus penelitian dan pengembangan di tingkat daerah yang memiliki dan melatih para tenaga fungsionalnya untuk melaksanakan tugas kegiatan penelitian dan pengembangan dan membantu melahirkan rekomendasi bagi kebijakan daerah.
Pada pasal 26 ayat 2 ditegaskan bahwa Badan terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri dari 2 (dua) subbidang atau kelompok jabatan fungsional. Jika mengikuti pedoman ini maka Balitbangda Provinsi Sulawesi Tengah akan menambah 1 (satu) bidang lagi tetapi mengurangi beberapa subbidang. Hal ini perlu dicermati karena penentuan nomenklatur bidang sesuai tugasnya perlu didasari pada kebutuhan mendasar daerah dan bukan hanya sekedar pemenuhan jabatan yang ada. Selain itu kelompok jabatan fungsional tidak kalah penting untuk mendapat perhatian karena semenjak badan ini dibentuk pada tahun 2001 hingga sekarang belum memiliki tenaga fungsional peneliti. Keakuratan hasil penelitian dan perumusan rekomendasi yang baik sangat ditentukan oleh kualitas hasil penelitian yang dilakukan oleh tenaga-tenaga peneliti yang memang berkompeten di bidangnya. Dengan adanya pedoman ini merupakan dasar yang kuat bahwa pembentukan kelompok fungsional peneliti di institusi Balitbangda memang sudah sepantasnya.
Selanjutnya pada pasal 50 juga dijelaskan bahwa semua perangkat daerah yang didukung oleh kelompok jabatan fungsional, dilakukan penyerasian dan rasionalisasi struktur organisasi. Ini adalah suatu peluang bagi balitbangda untuk berbenah diri dan sekaligus mengevaluasi tentang hasil kerja (out put) yang telah diberikan kepada daerah, yang selanjutnya atas dasar itu mengusulkan susunan struktur organisasi yang lebih memenuhi kebutuhan daerah. Sekali lagi keberadaan balitbangda di Daerah Sulawesi Tengah yang mandiri sangat bergantung pada pengakuan eksistensi kebutuhan yang dilihat dari refleksi hasil kerja yang lebih bermakna dan bermanfaat. Waktu 1 (satu) tahun untuk penyerasian dan rasionalisasi tersebut adalah harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memikirkan tentang bidang yang representatif dalam memenuhi kebutuhan daerah.
Perlu pengkajian lanjut untuk menyambut peluang-peluang yang ada pada peraturan ini, salah satunya lagi yaitu dapatnya dibentuk unit pelaksana teknis operasional litbang/teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa daerah di kabupaten dan kota. Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan unit pelaksana teknis badan adalah tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat sedangkan teknis penunjang adalah melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan tugas organisasi induknya (Pasal 8 ayat 7).
Tentang penguatan kelembagaan, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh balitbangda sehubungan dengan peluang yang ada pada peraturan ini, yaitu :
1. Melengkapi dan melatih para PNS yang siap untuk menjadi tenaga fungsional peneliti. Bagaimanapun ada anggapan bahwa tenaga peneliti kurang diminati karena pekerjaan ini memang dianggap susah dan prosedur kenaikan pangkatnya yang dirasakan cukup rumit. Oleh karena itu, daerah melalui balitbangda dapat menawarkan formasi peneliti dengan jaminan honor/tunjangan yang memang lebih tinggi dari pegawai biasa serta menjelaskan dan membantu pada proses pencapaian kredit point dan kenaikan pangkat.
2. Melatih dan melengkapi tenaga administrasi penelitian sehingga dalam proses-proses yang berkenaan dengan budgeting anggaran penelitian dapat disusun secara proporsional.
3. Membuat struktur organisasi badan yang efisien dan benar-benar representatif bagi kebutuhan daerah.
4. Membuat perencanaan penelitian dan pengembangan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan daerah.
5. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi kerja dengan institusi litbang di tingkat kabupaten/kota dan Badan Litbang Depdagri, LIPI dan Kementrian Ristek dan Teknologi.
6. Mengadakan kerja sama penelitian dan pengembangan dengan pemangku kepentingan (stakeholder) termasuk dari perguruan tinggi dan lembaga masyarakat.
Sebuah penghargaan dengan penyebutan secara berurutan dan lengkap perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan yaitu pada point b ”bidang penelitian dan pengembangan” (pasal 22 ayat 5) yang mudah-mudahan itu menunjukkan prioritas pembentukan organisasi, keharusan akan adanya institusi litbang di daerah yang diisi dengan komposisi pegawai/staf yang juga punya komitmen dan profesionalisme. Bukan yang seperti pada kenyataan sekarang ini dan tidak bisa ditutupi lagi bahwa balitbangda di daerah sebagai ’tempat pembuangan’ para pegawai yang bermasalah atau yang tidak produktif sehingga balitbangda terkesan sebagai institusi pembuangan dengan pembagian anggaran sekedarnya. Itulah sebabnya timbul plesetan-plesetan yang kurang sedap di telinga bahwa balitbangda adalah ’badan sulit berkembang’ atau badan pailit dan bangkrut. Yang seharusnya perlu dipahami bahwa balitbangda adalah institusi ’leading sector’ sebagai wadah yang berhak untuk merekomendasikan tentang kelayakan suatu kegiatan atau bahkan kebijakan apakah perlu atau tidak untuk dilakukan. Dan sebagai institusi yang siap sebagai tempat pencarian solusi bagi suatu masalah daerah yang sifatnya insidentil.
Dengan adanya PP No. 41 tahun 2007 diharapkan akan semakin memantapkan keberadaan dan peran balitbangda di daerah khususnya Sulawesi Tengah terutama pada penguatan kelembagaan badan agar bisa menopang setiap tugas-tugas kepala daerah di bidang penelitian dan pengembangan.**
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melalui Ketua Panitia Ad Hoc II DPD Sarwono Kusumaatmadja menyambut baik lahirnya PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota serta PP no. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Selanjutnya dia mengatakan ”kita ingin agar keluarnya PP ini mempercepat transisi kearah desentralisasi yang lebih konsisten” (media indonesia, 28-8-2007).
Peraturan Pemerintah ini memiliki perhitungan yang mendasar untuk menetapkan kriteria jumlah besaran organisasi perangkat daerah masing-masing pemerintah daerah dengan variabel : jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah APBD. Untuk penentuannya kemudian ditetapkan pembobotan masing-masing variabel yaitu: 40% (empat puluh persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35% (tiga puluh lima persen) untuk variabel luas wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam beberapa kelas interval, sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini. Demikian juga mengenai jumlah susunan organisasi disesuaikan dengan beban tugas masing-masing perangkat daerah.
Hal yang menarik pada Peraturan ini, jika dilihat pada perspektif penguatan kelembagaan Balitbangda yaitu termuatnya secara explisit (tegas) tentang keberadaan institusi badan (lembaga teknis daerah) yang berkewenangan untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Pada pasal 8 ayat 1-2 dikatakan bahwa lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik.
Bagaimanapun penelitian dan pengembangan dapat dianggap sebagai suatu yang sifatnya spesifik, karena hanya bisa dikerjakan oleh tenaga/staf yang memang terlatih di bidang itu. Sehingga teramat perlu untuk membentuk suatu bidang khusus penelitian dan pengembangan di tingkat daerah yang memiliki dan melatih para tenaga fungsionalnya untuk melaksanakan tugas kegiatan penelitian dan pengembangan dan membantu melahirkan rekomendasi bagi kebijakan daerah.
Pada pasal 26 ayat 2 ditegaskan bahwa Badan terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri dari 2 (dua) subbidang atau kelompok jabatan fungsional. Jika mengikuti pedoman ini maka Balitbangda Provinsi Sulawesi Tengah akan menambah 1 (satu) bidang lagi tetapi mengurangi beberapa subbidang. Hal ini perlu dicermati karena penentuan nomenklatur bidang sesuai tugasnya perlu didasari pada kebutuhan mendasar daerah dan bukan hanya sekedar pemenuhan jabatan yang ada. Selain itu kelompok jabatan fungsional tidak kalah penting untuk mendapat perhatian karena semenjak badan ini dibentuk pada tahun 2001 hingga sekarang belum memiliki tenaga fungsional peneliti. Keakuratan hasil penelitian dan perumusan rekomendasi yang baik sangat ditentukan oleh kualitas hasil penelitian yang dilakukan oleh tenaga-tenaga peneliti yang memang berkompeten di bidangnya. Dengan adanya pedoman ini merupakan dasar yang kuat bahwa pembentukan kelompok fungsional peneliti di institusi Balitbangda memang sudah sepantasnya.
Selanjutnya pada pasal 50 juga dijelaskan bahwa semua perangkat daerah yang didukung oleh kelompok jabatan fungsional, dilakukan penyerasian dan rasionalisasi struktur organisasi. Ini adalah suatu peluang bagi balitbangda untuk berbenah diri dan sekaligus mengevaluasi tentang hasil kerja (out put) yang telah diberikan kepada daerah, yang selanjutnya atas dasar itu mengusulkan susunan struktur organisasi yang lebih memenuhi kebutuhan daerah. Sekali lagi keberadaan balitbangda di Daerah Sulawesi Tengah yang mandiri sangat bergantung pada pengakuan eksistensi kebutuhan yang dilihat dari refleksi hasil kerja yang lebih bermakna dan bermanfaat. Waktu 1 (satu) tahun untuk penyerasian dan rasionalisasi tersebut adalah harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memikirkan tentang bidang yang representatif dalam memenuhi kebutuhan daerah.
Perlu pengkajian lanjut untuk menyambut peluang-peluang yang ada pada peraturan ini, salah satunya lagi yaitu dapatnya dibentuk unit pelaksana teknis operasional litbang/teknis penunjang yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa daerah di kabupaten dan kota. Kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan unit pelaksana teknis badan adalah tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat sedangkan teknis penunjang adalah melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan tugas organisasi induknya (Pasal 8 ayat 7).
Tentang penguatan kelembagaan, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh balitbangda sehubungan dengan peluang yang ada pada peraturan ini, yaitu :
1. Melengkapi dan melatih para PNS yang siap untuk menjadi tenaga fungsional peneliti. Bagaimanapun ada anggapan bahwa tenaga peneliti kurang diminati karena pekerjaan ini memang dianggap susah dan prosedur kenaikan pangkatnya yang dirasakan cukup rumit. Oleh karena itu, daerah melalui balitbangda dapat menawarkan formasi peneliti dengan jaminan honor/tunjangan yang memang lebih tinggi dari pegawai biasa serta menjelaskan dan membantu pada proses pencapaian kredit point dan kenaikan pangkat.
2. Melatih dan melengkapi tenaga administrasi penelitian sehingga dalam proses-proses yang berkenaan dengan budgeting anggaran penelitian dapat disusun secara proporsional.
3. Membuat struktur organisasi badan yang efisien dan benar-benar representatif bagi kebutuhan daerah.
4. Membuat perencanaan penelitian dan pengembangan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan daerah.
5. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi kerja dengan institusi litbang di tingkat kabupaten/kota dan Badan Litbang Depdagri, LIPI dan Kementrian Ristek dan Teknologi.
6. Mengadakan kerja sama penelitian dan pengembangan dengan pemangku kepentingan (stakeholder) termasuk dari perguruan tinggi dan lembaga masyarakat.
Sebuah penghargaan dengan penyebutan secara berurutan dan lengkap perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk badan yaitu pada point b ”bidang penelitian dan pengembangan” (pasal 22 ayat 5) yang mudah-mudahan itu menunjukkan prioritas pembentukan organisasi, keharusan akan adanya institusi litbang di daerah yang diisi dengan komposisi pegawai/staf yang juga punya komitmen dan profesionalisme. Bukan yang seperti pada kenyataan sekarang ini dan tidak bisa ditutupi lagi bahwa balitbangda di daerah sebagai ’tempat pembuangan’ para pegawai yang bermasalah atau yang tidak produktif sehingga balitbangda terkesan sebagai institusi pembuangan dengan pembagian anggaran sekedarnya. Itulah sebabnya timbul plesetan-plesetan yang kurang sedap di telinga bahwa balitbangda adalah ’badan sulit berkembang’ atau badan pailit dan bangkrut. Yang seharusnya perlu dipahami bahwa balitbangda adalah institusi ’leading sector’ sebagai wadah yang berhak untuk merekomendasikan tentang kelayakan suatu kegiatan atau bahkan kebijakan apakah perlu atau tidak untuk dilakukan. Dan sebagai institusi yang siap sebagai tempat pencarian solusi bagi suatu masalah daerah yang sifatnya insidentil.
Dengan adanya PP No. 41 tahun 2007 diharapkan akan semakin memantapkan keberadaan dan peran balitbangda di daerah khususnya Sulawesi Tengah terutama pada penguatan kelembagaan badan agar bisa menopang setiap tugas-tugas kepala daerah di bidang penelitian dan pengembangan.**
Langganan:
Postingan (Atom)
KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN
Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...
-
Oleh. Dr. Moh. Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* “Planning is one of the success keys of preventing stalled project” atau perencanaan adalah...
-
Oleh. Jennifer W. Nourse (University of Richmond) Komenter Blogger: Tulisan ini, hanyalah berupa mitos yang pada era sekarang mungkin tidak ...
-
GARRET HARDIN (1968) PENDAHULUAN Di awal tragedy of the common, menjelaskan tentang dua pandangan yang berbeda terhadap langkah penyelesaian...