BLOG INI BERISI TENTANG OPINI DAN TULISAN, DIANTARANYA TELAH DIMUAT DI DALAM SURAT KABAR SUARA MERDEKA JAWA TENGAH, RADAR SULTENG, MERCUSUAR POST SULTENG, MAJALAH PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SULAWESI TENGAH
Sabtu, 12 Januari 2008
ANALISIS KELAUTAN DAN PULAU PULAU KECIL DALAM PERSPEKTIF UU No. 27 TAHUN 2007
Ruang Lingkup
Kebijakan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini, berisikan tentang arahan untuk memperhatikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki keragaman potensi Sumber Daya Alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa. Dianggap bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil perlu dikelola secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum nasional.
Kata kunci dari kebijakan ini, yaitu pengelolaan (bagaimana mengelola) wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pengelolaan dilakukan dengan berasaskan pada keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas dan keadilan. Sedangkan ruang lingkup Pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai (Pasal 2 dan 3).
Substansi dari isi kebijakan terletak pada kemampuan untuk menghindari konflik kepentingan pemanfaatan ruang Pesisir dan Pulau-Pulau kecil diantara pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat. Dengan kata lain bahwa Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah daerah yang memiliki akses terbuka (open access) setiap elemen masyarakat dan intitusi memiliki kepentingan. Untuk itu pengelolaan perlu dilakukan dengan kerja sama dan bukan dengan secara sendiri-sendiri yang tidak mengindahkan kepentingan dan hak pemangku kepentingan lainnya, sehingga pengelolaan perlu dilakukan dengan cara yang terpadu (integrated) yang pedomannya diatur pada kebijakan ini. Sebagai salah satu contoh diatur bagaimana hak-hak pengelolaan dalam memanfaatkan ruang-ruang tertentu di wilayah tersebut dengan pengeluaran istilah HP3 (Hak Pengusahaan Wilayah Pesisir) yang disertai dengan sertifikat sebagai tanda legalitas pengelolaan, kemudian penentuan wilayah konservasi, rehabilitasi, reklamasi serta lainnya (Pasal 16).
Tujuan pelaksanaan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil yaitu untuk melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan selain itu diharapkan dengan adanya kebijakan ini dapat menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan dan meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Proses Kebijakan (Policy Proses)
Kebijakan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini, berisikan tentang arahan untuk memperhatikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki keragaman potensi Sumber Daya Alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa. Dianggap bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil perlu dikelola secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum nasional.
Kata kunci dari kebijakan ini, yaitu pengelolaan (bagaimana mengelola) wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pengelolaan dilakukan dengan berasaskan pada keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas dan keadilan. Sedangkan ruang lingkup Pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai (Pasal 2 dan 3).
Substansi dari isi kebijakan terletak pada kemampuan untuk menghindari konflik kepentingan pemanfaatan ruang Pesisir dan Pulau-Pulau kecil diantara pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat. Dengan kata lain bahwa Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah daerah yang memiliki akses terbuka (open access) setiap elemen masyarakat dan intitusi memiliki kepentingan. Untuk itu pengelolaan perlu dilakukan dengan kerja sama dan bukan dengan secara sendiri-sendiri yang tidak mengindahkan kepentingan dan hak pemangku kepentingan lainnya, sehingga pengelolaan perlu dilakukan dengan cara yang terpadu (integrated) yang pedomannya diatur pada kebijakan ini. Sebagai salah satu contoh diatur bagaimana hak-hak pengelolaan dalam memanfaatkan ruang-ruang tertentu di wilayah tersebut dengan pengeluaran istilah HP3 (Hak Pengusahaan Wilayah Pesisir) yang disertai dengan sertifikat sebagai tanda legalitas pengelolaan, kemudian penentuan wilayah konservasi, rehabilitasi, reklamasi serta lainnya (Pasal 16).
Tujuan pelaksanaan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil yaitu untuk melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan selain itu diharapkan dengan adanya kebijakan ini dapat menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan dan meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Proses Kebijakan (Policy Proses)
Pada aturan ini, definisi pengelolaan dijabarkan sebagai suatu proses yang meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dilakukan antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut (keterkaitan ekologis), serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen (interdisipliner ilmu) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Proses kebijakan diawali dengan dibuatkannya perencanaan-perencanaan yang meliputi : (a). Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP-3-K); (b). Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K); (c). Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RPWP-3-K) dan (d). Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RAWP-3-K), yang tata cara pembuatannya diatur dalam Peraturan Menteri dan disusun oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing dengan melibatkan masyarakat berdasarkan norma, standar dan pedoman (Pasal 7 ayat 1).
RSWP-3-K merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana pembangunan jangka panjang setiap Pemerintah Daerah dan oleh karena itu pada pembuatannya wajib mempertimbangkan kepentingan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dalam rencana ini memuat arah kebijakan lintas sektor untuk Kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional. RSWP-3-K Provinsi dan Kabupaten/Kota disusun berdasarkan isu Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang aktual, seperti halnya degradasi sumber daya, masyarakat tertinggal, konflik pemanfaatan dan kewenangan, bencana alam di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan jaminan kepastian hukum guna mencapai tujuan yang ditetapkan.
RZWP-3-K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota dan diserasikan, diselaraskan, dan diseimbangkan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota. Perencanaan RZWP-3-K dilakukan dengan mempertimbangkan: (a). keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dengan daya dukung ekosistem, fungsi pemanfaatan dan fungsi perlindungan, dimensi ruang dan waktu, dimensi teknologi dan sosial budaya, serta fungsi pertahanan dan keamanan; (b). keterpaduan pemanfaatan berbagai jenis sumber daya, fungsi, estetika lingkungan, dan kualitas lahan pesisir; dan (c). kewajiban untuk mengalokasikan ruang dan akses Masyarakat dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mempunyai fungsi sosial dan ekonomi. Rencana ini ditetapkan dengan suatu peraturan daerah.
RPWP-3-K memuat kebijakan tentang pengaturan serta prosedur administrasi penggunaan sumber daya yang diizinkan dan yang dilarang, skala prioritas pemanfaatan sumber daya sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, jaminan terakomodasikannya pertimbangan-pertimbangan hasil konsultasi publik dalam penetapan tujuan pengelolaan Kawasan serta revisi terhadap penetapan tujuan dan perizinan, mekanisme pelaporan yang teratur dan sistematis untuk menjamin tersedianya data dan informasi yang akurat dan dapat diakses; serta ketersediaan sumber daya manusia yang terlatih untuk mengimplementasikan kebijakan dan prosedurnya. Sedangkan RAPWP-3-K dilakukan dengan mengarahkan Rencana Pengelolaan dan Rencana Zonasi sebagai upaya mewujudkan rencana strategis. Mekanisme penyusunan rencana diawali dengan usulan penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan dunia usaha dengan melibatkan Masyarakat. Pemerintah Daerah berkewajiban menyebarluaskan konsep RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K, dan RAPWP-3-K untuk mendapatkan masukan, tanggapan, dan saran perbaikan. Bupati/walikota menyampaikan dokumen final perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil kabupaten/kota kepada gubernur dan Menteri untuk diketahui. Gubernur menyampaikan dokumen final perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil provinsi kepada Menteri dan bupati/walikota di wilayah provinsi yang bersangkutan. Gubernur atau Menteri memberikan tanggapan dan/atau saran terhadap usulan dokumen final perencanaan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja. Jika tanggapan tidak dipenuhi, maka dokumen final perencanaan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimaksud diberlakukan secara definitif.
Out Put Kebijakan
Out put dari peraturan ini dapat dirinci sebagai berikut :
a. Pengumpulan data dan informasi yang berkenaan dengan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
b. Dokumen-dokumen perencanaan yang menjadi acuan pelaksanaan (implementasi) kegiatan dan saling bersinkronisasi dengan peraturan daerah lainnya.
c. Pemanfaatan perairan pesisir dengan bukti dikeluarkanya HP3 (Hak Pengusahaan Perairan Pesisir).
d. Melahirkan arahan untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari, pertanian organik dan/atau peternakan.
e. Penetapan batas-batas sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
f. Kebijakan untuk Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menandakan adanya kerusakan keseimbangan Ekosistem dan/atau keanekaragaman hayati.
g. Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.
Untuk melihat kemungkinan (prediksi) apa out put dan dampak dari hasil kebijakan di bawah ini :
1. Pemanfaatan perairan pesisir diberikan dalam bentuk HP-3 (Hak Pengusahaan Wilayah Pesisir) Pasal 16-17. Pemangku kepentingan (stakeholder) memiliki kewenangan yang didukung oleh sertifikasi. Pemanfaatan pesisir dapat berkelanjutan, lebih terarah dan terkontrol.
2. Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 28. Penentuan Kawasan Konservasi dan Konservasi Nasional yang diperkuat dengan Peraturan Menteri. Keseimbangan ekosistem dan peningkatan daya dukung alam (carryng capacity).
3. Penetapan batas sempadan pantai yang disesuaikan dengan karakteristik topografi, biofisik, hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan budaya, serta ketentuan lain. Pasal 31.
Daerah sempadan pantai yang diatur oleh pemerintah daerah (Perda, Peraturan Gubernur). Yang bertujuan untuk perlindungan (gempa/tsunami, abrasi, banjir, bencana lainnya, lahan basah) Pembebasan daerah sempadan pantai (minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat) dari pemukiman penduduk.
CATATAN : Pemahaman ini berlaku pada daerah rawan bencana dilakukan sebagai upaya mitigasi bencana.
4. Reklamasi dalam rangka peningkatan dan manfaat dan nilai tambah wilayah pesisir. Pasal 34. Penentuan wilayah reklamasi melalui Peraturan Presiden. Peningkatan kesejahteraan masyarakat.
5. Dilarang melakukan hal-hal yang dapat merusak ekosistem terumbu karang, mangrove, padang lamun (menambang, bahan peledak, racun, menebang). Pasal 35. Ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun tetap terjaga.
Evaluasi
Evaluasi terhadap suatu kebijakan dapat dilakukan dengan menilai setiap hasil dari proses akibat kebijakan tersebut. Misalnya, setiap dokumen-dokumen perencanaan yang walaupun waktunya sampai pada 20 (dua puluh) tahun, selalu dievaluasi setiap 5 (lima) tahunnya. Masyarakat/pemangku kepentingan bisa juga berperan sebagai evaluator dengan melihat secara langsung bukti nyata dilapangan tentang adanya perubahan-perubahan pada pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Hasil evaluasi yang menunjukkan penyimpangan dari perencanaan maka akan dibuatkan penilain-penilaian kembali kepada setiap item kegiatan tersebut dan dibuatkan program-program yang lebih prioritas.
Semoga dengan keluarnya UU tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan titik terang menuju langkah-langkah pengelolaan yang lebih arif, terarah dan berpihak kepada negara, daerah dan bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Langganan:
Postingan (Atom)
KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN
Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...
-
Oleh. Dr. Moh. Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* “Planning is one of the success keys of preventing stalled project” atau perencanaan adalah...
-
Oleh. Jennifer W. Nourse (University of Richmond) Komenter Blogger: Tulisan ini, hanyalah berupa mitos yang pada era sekarang mungkin tidak ...
-
GARRET HARDIN (1968) PENDAHULUAN Di awal tragedy of the common, menjelaskan tentang dua pandangan yang berbeda terhadap langkah penyelesaian...