Rabu, 27 Agustus 2008

PANTAI TALISE KOTA PALU (Kenangan Ketika Ku Kecil)

Pantai Talise Dengan Sampah dan Tanaman Liar

Saat berulang-tahun aku selalu teringat akan kenangan bersama ayah dan adik-adikku dikala hari minggu bermain dan berenang di Pantai Talise, pantai di Teluk Palu yang diapit oleh daratan Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Talise sendiri berasal dari bahasa kaili yang berarti buah ‘ketapang’, dinamakan demikian karena pantai ini dahulunya banyak ditumbuhi oleh pohon ketapang. Pantai Talise sebagai tempat tamasya adalah pilihan yang paling murah dan mudah bagi ayahku pada waktu itu dan pikiran yang sama bagi warga Kota Palu umumnya, kenapa? karena selain tidak memerlukan biaya, lokasinya teramat mudah untuk dicapai yaitu ditengah kota dan akses jalan yang sudah teraspal (sekarang sekitar jalan Raden Saleh, Raja Moili dan Cut Mutia).

Kenangan itu telah berlalu sekitar 28 tahun lalu dikala aku masih berumur 5 tahun. Pantai Talise pun masih sebuah pantai yang menarik dengan pepohonan kelapa di pesisirnya, memiliki pasir bersih, terumbu karang dan perairan yang jernih. Pantai Talise seakan-akan menyediakan waktu dan ruang tersendiri bagi setiap lapisan berbeda warga Kota Palu. Dikala hari libur atau hari minggu Pantai Talise berubah menjadi arena wisata, sore hari waktu bagi para nelayan untuk menangkap benur dengan alat tangkap yang disebut ‘pasero’ dan malam hari sebagai tempat santai menikmati alam malam laut sambil menikmati sajian pisang goreng dan saraba (minuman khas jahe).

Tetapi seiring dengan perkembangan Kota Palu yang berjalan walaupun lambat..Pantai Talise seakan tidak dihiraukan. Pesisir pantai yang penuh dengan sampah warga, pendangkalan dan airnya yang keruh karena sedimentasi tinggi ditambah lagi pohon-pohon nyiur melambai sudah hilang dalam pandangan dan semakin mendukung kuat julukan Palu sebagai kota gersang. Pantai Talise sudah tidak bisa menjadi tempat wisata bahkan dipandangpun sudah tidak enak bagi penduduk apalagi pendatang di Kota Palu, pantainya yang penuh sampah berserakan dan airnya yang tampak coklat akibat sedimentasi tinggi dan pendangkalan.

Telah dipahami bahwa pengotoran dan ketidakpedulian terhadap keberlangsungan Pantai Talise adalah efek dari pembangunan kota yang selalu berorientasi pada pembangunan daratan (continental orientation) kotanya seperti : pembangunan infrastruktur pemerintahan, pasar dan rumah toko sebagai penopang kegiatan bisnis dan kurang memprioritaskan pembangunan pesisir dan laut (coastal and marine orientation). Walaupun kemajuan kota-kota yang terletak di pesisir justru adalah karena memperhatikan dan mengunggulkan pembangunan wilayah pesisirnya.

Posisi Pantai Talise yang berada di tengah-tengah kota memang sangat rentan oleh aktivitas manusia yang sifatnya merusak lingkungan, seperti pemanfaatan ekosistem pantai yang tidak bertanggung jawab, tempat pembuangan sampah, sebagai tempat saluran akhir drainage kota (Pantai Talise terletak persis dibelakang R.S Undata Palu). Dan ini memang sangat sulit untuk dibendung karena sifat manusia yang selalu ingin memanfaatkan jasa lingkungan secara gratis tanpa balas memelihara (free rider) dalam memenuhi kebutuhannya.


Pesisir Pantai Talise dengan Pasirnya Yang Coklat Bercampur Lumpur

Dengan melihat kondisi dan permasalahan Pantai Talise tersebut maka dirasakan sangat perlu peran dari pemerintah kota untuk melakukan aksi pengelolaan wilayah pesisir Teluk Palu termasuk Pantai Talise. Pengelolaan yang dimakud disini bukan hanya sekedar membangun fasilitas penjaja kaki lima, yang dibuatpun tanpa adanya pendekatan partisipatif sehingga sekarang justru terbengkalai dan rusak (tidak difungsikan), tetapi yang dimaksud disini adalah aksi pengelolaan yang sifatnya keterpaduan (integrasi) antar disiplin ilmu, sektoral dan ekosistem (bila ada). Dan sekarang timbul pertanyaan apakah Pemerintah Kota Palu telah menyiapkan sebuah konsep untuk aksi pengelolaan tersebut? Dan Apakah aksi-aksi pengelolaan tersebut telah sinkron dengan RTRW Kota Palu?

Secara teori bahwa pengelolaan pesisir dan laut memiliki banyak versi, dilakukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah itu. Ada pengelolaan berbasis co. manajement, pengelolaan berbasis keterpaduan dan pengelolaan berbasis masyarakat.

Terlepas dari teori-teori yang ada pengelolaan Pantai Talise (atas dasar kondisi secara visual) adalah sangat mendesak. Kalau kita pernah membaca bagaimana kondisi pesisir yang diposisikan sebagai ‘keranjang sampah’ maka contoh yang konkrit adalah Pantai Talise. Semua hasil buangan kota tertampung di Pantai Talise baik sampah rumah tangga maupun limbah kota (hotel, rumah sakit dan rumah makan). Selain itu, pasir pantai yang sudah agak kehitaman bagi sebagian masyarakat sekitar adalah tempat pembuangan hajat sehingga bau yang tak sedap menambah citra kekotoran Pantai Talise.

Selain itu, penataan para penjaja kaki lima (jagung bakar, buah-buahan, saraba dan lainnya) tampak semrawut dan kotor (baik penjual maupun pembeli sama-sama tidak sadar akan kebersihan). Untuk itu, pengelolaan Pantai Talise lebih cocok dilakukan dengan konsep keterpaduan (integrasi) yaitu suatu proses yang diawali dengan langkah perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian seluruh potensi Pantai Talise yang dilakukan antarsektor Pemerintah Daerah dan sektor swasta, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen.

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan Pantai Talise adalah yang paling besar terutama kesadaran akan kebersihan lingkungan pantai. Salah satunya adalah dengan menahan diri untuk tidak membuang sampah langsung ke pantai. Kedengarannya sangat sederhana tetapi kalau dilakukan dengan penuh kesadaran maka akan sangat mendukung terciptanya kebersihan laut dan pantai.

Intervensi pemerintah sangat diperlukan melalui institusi yang berkewenangan dalam pengelolaan pantai seperti Dinas Pariwisata, Dinas Tata Kota dan Pertamanan, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perhubungan, Bappeda, Pemerintah Kecamatan dan seterusnya. Institusi tersebut berkewajiban membuat perencanaan termasuk program yang mengarah pada pengelolaan Pantai Talise.
Dengan demikian diharapkan kepedulian terhadap pantai talise akan meningkat yang juga berarti bahwa kepedulian terhadap lingkungan bersih, kebersihan pantai, lahan mata pencaharian masyarakat (kaki lima dan nelayan tradisonal), tempat wisata dan lainnya yang semuanya mengarah kepada peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat.

KEPATUHAN DAN KETAATAN DALAM SINERGITAS KERJA MENGHAPUS KEMISKINAN

Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si* Bulan Oktober dikenal sebagai momen kesejahteraan umat manusia, dikarenakan pada bulan ini di...