Kamis, 02 Oktober 2025

MERAIH KEMENANGAN MENGGAPAI SULAWESI TENGAH YANG BALDATUN THOYYIBATUN

 Oleh. Dr. Mohammad Saleh Nurmustakim, SPi, M.Si

Masyarakat dan Provinsi Sulawesi Tengah sebagaimana provinsi lain di Indonesia, telah sukses melaksanakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dengan terpilihnya Bapak Dr. Anwar Hafid S.Sos, M.Si dan dr. Reny A. Lamadjido Sp.PK, M.Kes, yang secara resmi telah dilantik pada tanggal 20 Februari yang lalu oleh Presiden Prabowo secara serentak di Istana Negara.  Momen awal kerja, setelah retreat membuat nuansa yang sangat bersahaja karena bertepatan dengan masuknya Bulan Suci Ramadhan. Setiap individu masyarakat yang telah menyalurkan aspirasinya, pastinya menginginkan bahwa kepala daerah yang terplih akan membawa daerahnya kepada level daerah yang Baldatun Thoyyibatun.

Kalimat Baldatun Thoyyibatun secara makna negeri yang kaya dengan sumberdaya alam yang melimpah, yang dikiaskan dalam Kitab Suci Al-Qur’an adalah sebuah Negeri yang bernama Saba terletak di daerah Syam saat ini, dipimpin oleh seorang Ratu.  Dalam penjelasan tafsir kalimat Baldatun Thoyyibatun ditambahkan dengan wa Robbun Gafur sehingga memiliki pengertian negeri yang baik penuh dengan ampunan Allah, sehingga memiliki makna yaitu sebuah negeri yang mengumpulkan kebaikan dengan segala kekayaan alamnya dan potensi sumberdaya ditambah dengan kebaikan prilaku penduduknya.  Pada era sekarang ini, prilaku penduduk bisa berkonotasi juga dengan prilaku pemimpin atau pemerintahnya, karena konsep demokrasi bahwa bagaimana pemimpinnya adalah gambaran bagaimana kondisi penduduknya.

Gubernur Sulawesi Tengah Dr. Anwar Hafid S.Sos, M.Si pada Khotbah Iedul Fitrinya 1446 H di halaman kantor ESDM Provinsi Sulawesi Tengah menyampaikan bahwa daerah kita Sulawesi Tengah sebenarnya adalah daerah yang kaya bahkan bisa jadi ibarat sekeping tanah surga yang jatuh di Bumi Khatulistiwa.  Pernyataan ini adalah sangat mendasar karena Sulawesi Tengah memiliki kekayaan yang hampir komplit.  Memiliki 4 (empat) perairan dengan kekayaan perikanan dan lautnya yaitu Selat Makassar, Laut Sulawesi, Teluk Tolo dan Teluk Tomini, hasil pertanian yang melimpah seperti padi, jagung, kakao, cengkeh, kelapa dalam, buah-buahan, ternak, hasil hutan hingga sumberdaya alam nirhayati seperti nikel, timah, bauksit, minyak dan gas.  Tetapi mengapa kekayaan alam yang melimpah ini, belum optimal dirasakan oleh masyarakat dimana tingkat kemiskinan Sulawesi Tengah masih tergolong tinggi sebesar 11,04 persen di September 2024, dengan Garis Kemiskinan per kapita tertinggi se-Regional Sulawesi sebesar Rp. 608.687 kap/bln, selain itu, pengelolaan sumberdaya alam belum signifikan dan belum optimal mengungkit naiknya pendapatan asli daerah, yang pada tahun 2024 baru mencapai Rp. 2.1 trilyun atau 2 berbanding 3 dengan pendapatan transfer dan memilik defisit sebesar Rp. 161 milyar pada tahun tersebut.

Konsep awal, Gubernur dan Wakil Gubernur dalam mengubah paradigma wajah Sulawesi Tengah yaitu dengan pendekatan 9 (Sembilan) cita-cita besar atau Nawacita Berani untuk membawa Sulawesi Tengah Nambaso pada semua sektor Pembangunan adalah cukup menjanjikan terjadinya perubahan.  Cita-cita besar itu, adalah Berani Cerdas, Berani Sehat, Berani Sejahtera, Berani Lancar, Berani Menyala, Berani Makmur, Berani Berkah, Berani Harmoni dan Berani Berintegritas untuk Sulawesi Tengah. Frasa ‘berani’ merujuk pada keberanian melaksanakan tugas yang dilandasi dengan keikhasan dan ketundukkan kepada Sang Pencipta.  Sehingga apa yang tidak bisa menjadi bisa dilakukan bahkan apa yang tidak mungkin akan menjadi mungkin terlaksana.  Selain itu, komitmen kerja juga dibarengi dengan berani mengaji dan berani sholat tepat waktu.  Kebijakan ini bisa menjadi fenomenal di Indonesia, dengan profil seorang gubernur yang lain dari biasanya bahkan dari gubernur-gubernur Sulawesi Tengah sebelumnya. Kebijakan yang berani menyandingkan keterlibatan Tuhan dan pemerintahan dipastikan memiliki tanggung jawab dan komitmen yang tinggi, karena secara individu pertanggungjawaban juga langsung kepada Tuhannya disamping masyarakat yang dilayaninya.

Surat Edaran Gubernur tentang penghentian setiap rapat atau aktivitas apa saja 30 menit menjelang adzan adalah sederhana tetapi mengharapkan konsekuensi tingkat tinggi, bahwa tugas fungsi apa saja yang akan anda lakukan tidak akan berkah jika anda tidak mengingat Tuhan. Keberkahan disini mengandung arti terarah, terukur, tepat, benar dan integritas tinggi. Dalam sambutannya di Rapat Koordinasi, pada tanggal 4 maret, di depan para ASN struktural, fungsional dan staf, Gubernur Sulawesi Tengah pun menyampaikan untuk menolak segala hal yang bersifat suap menyuap, mencari-cari muka, propoganda dan segala trik yang sudah dipahami oleh Gubernur selagi beliau bertugas lama sebagai seorang birokrat. Sebaliknya beliau mengharapkan ASN adalah yang menampilkan inovasi, kompetensi dan pengabdian yang baik serta menjunjung pelayanan prima kepada masyarakat.

Dengan membawa visi pembangunan 5 (lima) tahun Berani Mewujudkan Sulawesi Tengah sebagai Wilayah Pertanian dan Industri yang maju dan berkelanjutan 2025-2029, membutuhkan tenaga-tenaga terampil sebagai pembantu dan pelaksana Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah sebagai top manajer daerah dan decision maker. Tentunya bukan pelaksana yang asal comot sana-sini, dengan tidak memperhatikan kompetensi dan keahlian atau ‘the wrong man in the wrong place” istilah kondisi dimana seseorang diletakkan pada peran yang tidak sesuai dengan skill dan kemampuannya maka akan sangat berpotensi negatif pada konsekuensi dan kegagalannya.  Benarlah hadits Nabi bahwa apabila suatu perkara atau jabatan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.  Bahkan hadit ini mengidentifikasikan bahwa jika hal ini sering terjadi, adalah tanda-tanda kiamat sudah dekat.

Pernyataan-pernyataan diatas, merupakan angin segar atau layaknya air segar menyirami bunga yang kian lama tidak menerima hujan.  Sesungguhnya harapan baru ini yang diinginkan. Pemerintahan yang high competency, pemimpin yang amanah dan masyarakat yang alim adalah unsur-unsur yang dimiliki oleh daerah-daerah yang bercirikan Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghafur.

Mengutip sebait Q.S 7 ayat 96 dari yang disampaikan oleh Gubernur Sulawesi Tengah saat Khotbah Idul Fitri 1446 H, bahwa sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Ayat ini menjanjikan bahwa jika penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, maka Allah akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi, keberkahan tersebut dapat berupa hujan yang lebat, tanaman yang subur, buah-buahan yang melimpah, rezeki yang banyak, dan keamanan, sehingga sangat ditekankan untuk beriman dan bertakwa dalam meraih keberkahan Allah. 

Maka sangat benar jika pada periode tahun pertama kemepimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur menekankan untuk penguatan fondasi transformasi khususnya transformasi tata kelola yaitu kelembagaan dan regulasi tepat fungsi, kualitas ASN berbasis merit, pelayanan publik berbasis TI, serta penguatan kapastitas masyarakat sipil.  Karena bagaimana mungkin sebuah pemerintahan akan berjalan baik apabila para pemangku kepentingannya tidak amanah, sering berbuat curang, menghalalkan segala acara, maka justru hal itu yang menjadi penghambat pembangunan bahkan bisa menimbulkan amarah dan bencana dari Allah seperti kelanjutan Q.S 7 ayat 96 tersebut yaitu “akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.

Pemerintahan yang baik, tentunya adalah pemerintah yang bekerja, melayani, mengayomi masyarakat tetapi bukanlah pemerintah yang sibuk akan rotasi jabatan, sikut menyikut, melaksanakan pembangunan tidak sesuai perencanaan, manajemen out the context (pembangunan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan) dan kontibusi negatif lainnya.  Maka untuk mewujudkan Sulawesi Tengah yang baik dan penuh dengan keberkahan, beberapa hal yang wajib dilakukan yaitu: Pertama, ikhlas beribadah kepada Allah (Ihlashul Ubudiyyah Lillah).  Kedua, akhlak pemerintahnya dan penduduknya yang mulia, ahlak yang mulia merupakan pilar terwujudnya masyarakat dan daerah yang barokah. Ketiga, sifat amanah yang menyebar dan membumi setiap Individu menjalankan kewajiban dan amanah yang dipercayakan kepadanya dengan baik, tidak ada korupsi, suap-menyuap dan pengkhianatan lainnya. Keempat, adanya keseimbangan yang indah antara urusan dunia dan akhirat. Kelima, bertaubat meraih ampunan Allah. Itulah di antara pilar terwujudnya negeri yang baik dengan Rabb yang Maha pengampun.  Semoga Allah mudahkan Sulawesi Tengah menjadi negeri yang diberkahi Allah dan menjadi Negeri “baldatun thoyyibatun warabbun ghofur”.  Selamat merayakan Hari Kemenangan 1446 Hijriyah, Mohon maaf lahir dan bathin. Semoga Allah menerima segala amalan kita. Taqobbalallahu Minna wa Minkum.

*Penulis ASN di Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah

KONTRADIKTIF KONDISI DAERAH RAWAN PANGAN SULAWESI TENGAH

 Oleh. Dr. Mohammad Saleh N. Lubis, S.Pi, M.Si

Pada tahun 2023 daerah rawan pangan di Sulawesi Tengah meningkat agak signifikan.  Berdasarkan data dari Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Sulawesi Tengah tahun 2022, bahwa ada peningkatan daerah rawan pangan dimana pada tahun 2022 untuk Prioritas 1 (sangat rawan) meningkat sebanyak 25 kecamatan dari 4 kecamatan di tahun 2021, sedangkan untuk Prioritas 2 (rawan) meningkat sebanyak 26 kecamatan tahun 2022 dari 10 kecamatan tahun 2021 dan untuk Prioritas 3 (agak rawan) juga meningkat sebanyak 35 kecamatan pada tahun 2022 dari sebanyak 27 kecamatan di tahun 2021.  Kondisi kerentanan terhadap kerawanan pangan yang disebabkan oleh kombinasi dari berbagai dimensi kerawanan pangan di Sulawesi Tengah pada tahun 2022 masih tinggi bahkan mengalami peningkatan.

Sesuai definisi Sistem Informasi Cadangan Pangan (SICDP) bahwa Daerah Rawan Pangan adalah kondisi suatu daerah, masyarakat atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangan dinyatakan tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian besar masyarakatnya dan secara umum bercirikan daerah tersebut mengalami kegagalan panen, distribusi pangan yang tidak merata, mata pencaharian penduduk tidak tetap, pendapatan per kapita penduduk minim dan kemampuan fiskal yang rendah. Dari hasil analisis dokumen FSVA Sulteng, 2022 bahwa untuk konteks Rawan Pangan di Sulawesi Tengah lebih kepada akibat distribusi pangan yang tidak merata.

Beberapa Permasalahan spesifik penyebab meningkatnya daerah rawan pangan di Sulawesi Tengah yaitu pertama, tidak meratanya distribusi pangan dari sentra-sentra produksi pangan menuju daerah minus pangan disekitarnya yang kemungkinan terhambat oleh geografis wilayah seperti pegunungan, kepulauan atau daerah perbatasan.  Hal yang membenarkan bahwa Sulawesi Tengah selalu mengalami surplus pangan terutama pangan strategis seperti beras, jagung, umbi-umbian dan beberapa komoditas hortikultura bahkan hal tersebut telah berlangsung selama 5 (lima) tahun terakhir, semisal beras yang menunjukkan angka produksinya selalu lebih tinggi dari konsumsi masyarakat atau Surplus.

Pada tahun 2018 produksi beras Sulawesi Tengah mencapai 540 ribu ton dan konsumsi masyarakat sebesar 360 ribu ton sehingga angka surplus beras mencapai 180 ribu ton. Selanjutnya berturut-turut pada tahun 2019, 2020, 2021 dan 2022 angka surplus beras Sulawesi Tengah sebesar 150 ribu ton, 110 ribu ton, 140 ribu ton dan 80 ribu ton (BPS, 2022).  Adapun di Pulau Sulawesi, Sulawesi Tengah merupakan provinsi penyumbang luas panen dan produksi padi terbesar kedua setelah Sulawesi Selatan.  Produktivitas padi Sulawesi Tengah sangat berpotensi untuk terus ditingkatkan dimana pada tahun 2022 ini produktivitasnya mencapai 44,54 Ku/Ha dengan luas 0,17 Juta Ha (panen 11,44%) dan produksi 0,77 Juta Ton (GKG=10,32%) serta menempati urutan kedua setelah Sulawesi Selatan.

Selain itu, Neraca Beras Sulawesi Tengah sampai dengan Bulan April tahun 2023 menunjukkan produksinya sebesar 144.577 Ton dengan konsumsi masyarakat sebesar 113.068 ton sehingga ketersediaan beras mengalami surplus sebesar 31.509 Ton yang berarti ada ketahanan sampai 1,2 bulan dengan konsumsi 26.604 Ton/Bln.  Sedangkan serapan Beras Bulog selama tahun 2022 sebesar 4.336 Ton dari serapan surplus sebesar 113.779 ton atau sebanyak 3,8 persen dari angka surplus.

Permasalahan spesifik kedua, dimana harga pangan rata-rata cukup tinggi sehingga masyarakat memiliki keterbatasan untuk mengaksesnya terutama pangan yang beragam dan hal ini mengakibatkan persentase rumah tangga di Sulawesi Tengah dengan proporsi pengeluaran untuk pangan lebih dari 65% terhadap total pengeluarannya cukup tinggi, sehingga memberikan andil negatif terhadap tingginya persentase kemiskinan di Sulawesi Tengah yang jika dihitung dari rata-rata pengeluarannya.  Tingginya harga pangan disebabkan karena biaya transportasi yang sulit terutama di daerah-daerah, seperti: kecamatan-kecamatan prioritas 1 sampai dengan 3 yang tersebar di beberapa Kabupaten, kecamatan-kecamatan yang lokasinya jauh dari ibu kota kabupaten atau di wilayah yang berbatasan dengan kabupaten lain, kecamatan di kepulauan yang menghadapi kendala akses fisik terhadap sumber pangan dan kecamatan pemekaran yang fasilitas, infrastruktur dan kapasitas SDM-nya masih terbatas.

Permasalahan spesifik ketiga, dimana belum tersedianya transportasi khusus pangan yang memadai sebagai media penghubung antara sentra pangan dengan masyarakat yang berada di daerah pegunungan, perbatasan dan kepulauan. Pada kasus rill dilapangan ditemukan bahwa lebih mudah & lancar transportasi pangan dari Luwuk menuju Kota Manado atau Kota Makassar daripada transportasi pangan dari Luwuk menuju daerah-daerah di Kecamatan Balantak Kepulauan, Kepulauan Togean, perbatasan laut di Kab. Banggai Laut atau Banggai Kepulauan.  Demikian juga untuk kondisi di Kabupaten Donggala terutama akses ke daerah-daerah pegunungan sehingga dibutuhkan subsidi atau penambahan armada angkutan yang lebih memadai dan memiliki jalur perjalanan yang regular.  Harus dipikirkan sebuah langkah maju pada kemampuan distribusi pangan sampai kepada masyarakat dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu, beragam, bergizi dan terjangkau.

Perlu digarisbawahi bahwa penduduk yang bermukim di wilayah-wilayah rawan pangan bukanlah mereka yang berada dalam kondisi kelaparan, kehilangan akan akses pangan utama (beras, jagung, umbi-umbian) atau yang kondisi lahannya kering kerontang tetapi standar rawan pangan dilihat dari seberapa besar keberagaman pangan yang dapat dikonsumsi oleh masyarakatnya.  Keberagaman pangan tersebut memenuhi kebutuhan kalori, kebutuhan protein, kebutuhan nutrisi makro dan mikro, mineral, vitamin dan lainnya selain faktor penting lainnya seperti keamanan pangan yang layak dikonsumsi. Keberagaman pangan identik dengan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) semakin tinggi keberagaman pangan maka semakin tinggi pula skor PPH nya. Jadi disimpulkan jika keberagaman pangan yang dikonsumsi masyarakat adalah rendah atau tidak tercapai maka masyarakatnya akan memiliki nilai gizi yang kurang selanjutnya mengindikasikan bahwa tempat tinggalnya (daerahnya) memiliki kemampuan akses pangan yang kurang atau wilayah yang rawan pangan.  Itulah sebabnya daerah-daerah rawan pangan memiliki kondisi masyarakat yang juga menderita stunting, masyarakat miskin dengan asupan pangan yang rendah dan umumnya berada di desa tertinggal.

Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Sulawesi Tengah tahun 2022 telah menetapkan beberapa desa dengan status rawan pangan pada prioritas 1, 2 dan 3 dan umumnya ketika disurvei pada desa-desa yang dimaksud, sebagian besar masyarakatnya merasa bahwa pangan konsumsi mudah untuk diperoleh asal memiliki cukup uang.  Tetapi anggapan itu merujuk pada pangan-pangan utama, dengan kata lain pemahaman masyarakatnya yang masih berpendapat bahwa mengkonsumsi pangan asal kenyang saja dan tidak memperhatikan tentang komposisi gizi dari pangan tersebut.  Hal inilah yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan bayi dan anak yang kurang baik serta daya tahan tubuh dan kesehatan masyarakat yang kurang sehingga berpengaruh pada tingkat produktivitas kerja masyarakat. Sebenarnya, fokus pada penyelesaian permasalahan pangan telah diatur dalam Undang-undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan dengan berprinsip bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam UUD Negara RI tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan SDM yang berkualitas dan Negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah NKRI sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal.  Olehnya pemerintah dan pemerintah daerah (prov, kab/kota) wajib membuat sebuah Dokumen Perencanaan Pangan dengan periodisasi 5 (lima) tahun yang merupakan input kebijakan pangan pada dokumen perencanaan daerah seperti RPJPD, RPJMD, RKPD dan dokumen perangkat daerah seperti Renstra, Renja, DPA-RKA.  Dokumen perencanaan ini memuat isu strategis pangan, arah kebijakan, strategi, tujuan, sasaran program dan kegiatan pangan atau dengan kata lain memuat penyelenggaraan pangan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi pangan secara mandiri; menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat; mewujudkan tingkat kecukupan pangan, terutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat; mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat rawan pangan dan gizi serta meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pangan di pasar dalam negeri dan luar negeri.  Sesuai dengan UU tersebut, maka pelaksanaan dokumen perencanaan selain harus terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Nasional & Daerah, Rencana Perangkat Daerah juga harus dilaksanakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pemerintah provinsi/kab/kota di Sulawesi Tengah hendaknya segera menyiapkan dokumen perencanaan khusus pangan yang menjadi Input pada proses penyusunan awal RPJPD dan RPJMD yang bisa menjadi bahan rujukan penyusunan Visi dan Misi kepala daerah periodisasi 2025-2030, dalam dokumen juga akan menampilkan langkah-langkah penyelesaian terhadap permasalahan pangan yang ditemui, langkah-langkah penyelesain adalah sebuah Inovasi yang bisa memberikan keuntungan, mudah untuk dikerjakan, sesuai dengan karakteristik masyarakat dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat.  Semoga tahun-tahun kedepannya Sulawesi Tengah bisa bebas dari Status wilayah rawan pangan.

MERAIH KEMENANGAN MENGGAPAI SULAWESI TENGAH YANG BALDATUN THOYYIBATUN

  Oleh. Dr. Mohammad Saleh Nurmustakim, SPi, M.Si Masyarakat dan Provinsi Sulawesi Tengah sebagaimana provinsi lain di Indonesia, telah suks...