Oleh. DR. Moh. Saleh NM Lubis, S.Pi, M.Si
Awal tahun 2016 dapat dianggap sebagai musim penyusunan Perencanaan
Pembangunan baik yang dilakukan di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi
hingga tingkat pusat (kementerian/kelembagaan).
Pergantian periode 5 tahunan atau tahunan mewajibkan untuk membuat
perencanaan pembangunan baru sesuai periode-periode tersebut apatah lagi bagi
daerah-daerah yang baru menyelesaikan proses Pilkadanya. Memasuki akhir Bulan
Maret 2016, proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah hampir selesai
untuk setiap kabupaten/kota di Sulawesi Tengah.
Esensinya perencanaan dilakukan karena keinginan mencapai masa datang
berdasarkan asumsi-asumsi dengan menghubungkan fakta-fakta kemudian dapat
digambarkan dan dirumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan
untuk mencapai suatu hasil tertentu, perencanaan adalah bagian dari
prinsip-prinsip manajemen (George R. Terry, 1975). Perencanaan yang baik terindikasi dari
tepatnya pencapaian sasaran tidak kurang dan tidak lebih.
Pertanyaan mendasar yang sering kita temui,
terutama dari pihak stakeholder
yaitu mengapa perencanaan harus dilakukan apabila ditengah jalan sering berubah
oleh beberapa intervensi yang tidak didasarkan pada perencanaan awal tersebut. Sebenarnya
letak dari seni perencanaan adalah mengatur dan sifat dari perencanaan adalah
tidak kaku atau fleksibel mengikuti kondisi atau aspek-aspek yang berlaku. Hanya saja kekakuan itu ada batasnya dan
masih dalam kondisi yang terkontrol.
Perencanaan itu dilakukan karena 2 perihal penting yaitu pertama, dilakukan karena ingin
mendapatkan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Dengan perencanaan ada harapan dan keinginan
bahwa apa yang kita miliki saat ini lebih baik lagi di masa-masa yang akan
datang singkatnya perencanaan dilakukan untuk masa depan yang lebih baik dengan
memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Kedua,
perencanaan harus dilakukan karena budgeting
terbatas. Setiap tahapan untuk mencapai tujuan yang diinginkan memerlukan biaya
sehingga pertimbangan pendanaan adalah juga yang utama. Jikalau pendanaan cukup atau lebih maka
perencanaan akan tidak terlalu berfungsi karena keinginan dan kebutuhan akan langsung
dapat dipenuhi.
Keberhasilan perencanaan adalah tercapainya target-target yang
diinginkan. Oleh karena itu, setiap yang
membuat perencanaan seperti Negara, daerah, institusi, organisasi ataupun
kelembagaan harus menanamkan komitmen awal dan sikap bagaimana target-target
perencanaan dapat diperoleh. Setiap yang
berencana sudah pasti akan percaya diri dan optimis bahwa targetnya akan
tercapai, tetapi sikap yang muncul tergantung pada bagaimana kondisi awalnya.
Ada persamaan dari sikap memandang keberhasilan sebuah investasi dengan
keberhasilan sebuah perencanaan yaitu overconfident
dan over-optimistic. Kedua sikap ini memiliki arti yang hampir
sama yaitu ‘percaya diri yang lebih’. Paling banyak dari kita begitu percaya
diri dengan kemampuan kita untuk memprediksi apa yang akan terjadi di masa
depan, baik dilakukan secara profesional maupun non profesional Pendapat ini ditemukan di semua disiplin ilmu
yang ada (accros all disciplines)
termasuk dalam peramalan cuaca. Overconfident
melibatkan perasaan dalam pikiran sehingga disebut juga pikiran yang sangat
yakin (overwhelmingly too optimistic)
sehingga sikap overconfident adalah sikap yakin diatas optimis. Perasaan
keberhasilan didasarkan pada informasi yang dianggap akurat diperoleh dari
pengalaman yang dimiliki. Sedangkan
sikap over-optimistic adalah sikap
yang lahir dari kemantapan berpikir yang didasarkan pada potensi yang dimiliki
atau potensi sumberdaya alam yang dimiliki.
Keyakinan keberhasilan akan target yang akan dicapai didasarkan pada
faktor-faktor pendukung yang dimiliki seperti SDM, SDA serta kearifan atau
kemampuan Leader dalam mengeluarkan
kebijakan untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia.
Setelah menyusun perencanaan sesuai dengan prosedur yang semestinya dan
melihat sudut pandang kedua sikap tersebut, maka kedua-duanya dapat dimilki
oleh setiap institusi yang melakukan perencanaan. Hanya saja, pandangan overconfident memiliki kelemahan yaitu keberhasilan mencapai target
selalu berdasarkan pada pengalaman-pengalaman yang sering berulang (a regular issue) atau lazimnya sering
terjadi, dengan kurang mempertimbangkan kemungkinan perubahan yang akan terjadi
dikemudian hari karena faktor ketersediaan sumberdaya. Sikap overconfident memberikan pengharapan
yang justru tidak realistik dan akan memberikan hasil yang buruk. Kelemahan sikap overconfident dapat ditutupi dengan sikap over-optimism yang selalu berwaspada mengevaluasi kemungkinan
kelebihan dan kekurangan sumberdaya. Overconfident maupun over-optimism adalah kedua sikap yang
merupakan bagian dari suatu keputusan yang harus dibuat dalam kondisi normal
maupun tidak menentu (mis. kondisi perekonomian yang tidak stabil) untuk
meminimalisir kesalahan dalam sasaran tujuan yang akan dicapai.
Memasuki era RPJMN Tahun 2015-2019 pendekatan perencanaan pembangunan
dilakukan dengan pendekatan holistik-tematik,
integratif dan spasial. Karena setiap perencanaan dari tingkat paling
bawah (desa) sampai pada tingkat paling atas (pusat) harus bersinergi, maka
pendekatan-pendekatan ini seyogyanya dilakukan dengan pendekatan yang
sama. Holistik-tematik berarti untuk
mencapai sasaran prioritas nasional dan daerah diperlukan koordinasi multi
kementrian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Integratif menunjukkan bahwa pencapaian sasaran prioritas nasional dan
daerah dilakukan secara terintegrasi yang didukung melalui kombinasi berbagai
program dan kegiatan yang dirancang oleh multi kementerian, lembaga dan
pemerintah daerah untuk satu sasaran pembangunan. Sedangkan spasial yaitu setiap program dan
kegiatan harus mempertimbangkan lokasi, misalnya program cetak lahan sawah baru
harus berdekatan dengan infrastruktur pendukungnya seperti irigasi, akses
jalan, pasar, gudang dan lainnya.
Sulawesi Tengah beserta 1 kota dan 12 kabupaten, saat ini telah
menyelesaikan pertemuan forum antarpemangku kepentingan atau musyawarah
perencanaan pembangunan di tingkat daerahnya masing-masing untuk menyusun
rencana pembangunan daerah tahunan yang berisikan program-program prioritas
atau program yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar masyarakat dan
pencapaian keadilan yang berkelanjutan sebagai penjabaran dari RPJMD pada tahun
yang direncanakan. Hasil kesepakatan
musyawarah kemudian diteruskan ke pertemuan musyawarah rencana pembangunan
tingkat pusat, kementerian dan lembaga.
Musyawarah perencanaan pembangunan yang berjenjang melalui proses
bawah-atas (bottom-up) dan atas-bawah (top-down) sebagai upaya untuk
menselaraskan perencanaan sehingga tercipta sinkronisasi dan sinergi pencapaian
sasaran rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.
Perencanaan pembangunan adalah sebuah usaha (ikhtiar) untuk memenuhi hajat
orang banyak sehingga selayaknya sikap percaya dan optimistik terhadap
pencapaian sasaran dan tujuan harus dipunyai oleh pembuat rencana. Perencanaan bukan langkah-langkah untuk
meramal atau memprediksi serta bukan proses untuk memenuhi segala keinginan
tetapi ingin mendapatkan hasil pencapaian yang lebih baik. Mudah-mudahan setiap tahapan perencanaan yang
sudah dilalui dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan pemerintah
pusat dapat benar-benar teralisasi sesuai kebutuhan yang prioritas dan yang
terpenting sikap awal overconfident
dan over-optimistic dapat
dikedepankan sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar.
*Penulis : Ka.Subbid Ekonomi I Bappeda Prov. Sulteng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar